SUMENEP – Dr. KH. Safradji, M.Pd.I. merupakan sosok haus ilmu. Aktivitas yang padat tidak membuatnya berhenti belajar. Selain mengajar dan mendidik di lingkungan Pondok Pesantren Aqidah Usymuni Tarate, Kiai Safradji juga aktif di sejumlah organisasi.
Kiai Safradji juga mengisi kajian kitab yang digelar secara rutin bulanan oleh Ikatan Santri dan Alumni Aqidah Usymuni (IKSAAU). Selain itu, keliling ke daerah-daerah untuk menghadiri pertemuan para alumni pondok pesantren yang diasuhnya.
Menulis merupakan rutinitas yang dilakukan di tengah kesibukan sebagai pengasuh pondok dan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumenep. Lima buku telah dia terbitkan.
Lima buku itu berjudul Problematika Fikih Kontemporer dan Tantangan Masa Depan Pesantren. Selain itu, Mencari Formasi Manajemen Pendidikan Pesantren dan Pendidikan Agama Islam dalam Mempersiapkan Generasi Muda Tantangan Global. Juga buku berjudul Dinamika Pola Kepemimpinan Perguruan Tinggi Agama Islam Berbasis Pesantren.
Problematika Fikih Kontemporer dibedah di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Aqidah Usymuni (STITA) Tarate, Kamis (12/10/2017). Pada kesempatan itu dia hadir bersama Dosen UINSA Surabaya Prof. Dr. KH. Imam Mawardi, M.A., sebagai pembanding.
Saat itu Kiai Safradji mengatakan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dibendung. Persoalan hukum pun akan mengalami perubahan sesuai dengan adanya illat hukum tersebut. Karena itu, melihat persoalan harus kontekstual, bukan tekstual.
”Mulai teknologi dan rekayasa kedokteran. Pernikahan melalui media internet dan antarnegara. Termasuk inseminasi buatan, bayi tabung, dan teknologi kloning terhadap manusia,” kata lulusan S-3 di UINSA ini kepada RadarMadura.id saat itu.
Berbagai rekayasa teknologi untuk kepentingan medis secara perspektif agama dibahas dalam buku 184 halaman ini. Buku ini juga membahas mengenai zakat konsumtif dan zakat produktif. Lalu, zakat profesi serta zakat dan pajak dalam Islam.
Dalil secara hukum Islam diuraikan secara lengkap dalam buku ini untuk memperkuat tema yang dibahas. Melalui buku, dia ingin memberikan contoh agar santri dan mahasiswa di lembaga yang dipimpinnya juga gemar menulis. Bahkan, beberapa di antaranya memang sudah jadi penulis buku dan jurnalis.
Diakui, menulis buku butuh proses, tidak instan langsung jadi. Bagi Kiai Safradji, yang menjadi perhatian adalah mempersiapkan referensi untuk dijadikan acuan sesuai dengan kaidah kepenulisan. ”Selain itu, memberikan pandangan dan solusi atas problem kontemporer saat ini,” ujarnya.
Kiai Safradji lahir di Sumenep pada 10 Juni 1957. Suami Nyai Hj Dewi Khalifah itu meninggal dunia Senin pagi (28/9).
Selamat jalan, Kiai. Karyamu abadi. (luq)