SUMENEP – Penerima bantuan langsung tunai (BLT) dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) banyak tidak tepat sasaran. Indikasinya, keluarga penerima manfaat (KPM) kebanyakan orang yang tidak layak mendapatkan. Dengan begitu, menimbulkan kerawanan sosial baru.
Sekadar diketahui, tahun ini Pemkab Sumenep melalui dinas sosial pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (Dinsos P3A) menyalurkan BLT DBHCHT. Jumlah penerima bantuan sosial (bansos) mencapai kurang lebih 9.000 KPM.
Dari data Dinsos P3A Sumenep, tercatat terjadi peningkatan jumlah KPM dibandingkan tahun lalu. Saat itu jumlah KPM penerima bansos hanya kisaran 7.000 KPM saja. Adapun besaran nominal uang yang diterima tahun ini sebesar Rp 900 ribu per KPM. Sehingga, anggaran total BLT DBHCHT mencapai Rp 8,3 miliar.
Sayangnya, realisasi bansos yang diharapkan mengurangi kerawanan sosial itu justru sebaliknya. Realisasi di bawah malah menimbulkan kerawanan sosial baru. Hal ini sebagaimana terjadi di sejumlah kecamatan di Kota Sumekar, salah satunya di Kecamatan Bluto.
Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Bluto Matsin mengungkapkan, realisasi BLT DBHCHT 2022 bermasalah. Pasalnya, penerima bansos kebanyakan orang yang tidak layak mendapatkan. Sehingga, mengakibatkan kerawanan sosial baru di tengah masyarakat desa.
”Penerima kebanyakan tidak layak, sehingga yang layak justru protes kepada kepala desa,” ujar kepala Desa Aengbaja Kenek ini.
Matsin menambahkan, itu terjadi akibat proses penetapan penerima BLT yang terkesan asal-asalan. Di mana penetapan penerima BLT tidak melibatkan kepala desa. ”Tiba-tiba ada data dari pendamping PKH, kita tidak dilibatkan. Sedangkan yang benar-benar usulan desa justru tidak masuk,” bebernya.
Hal yang sama disampaikan oleh Untung Wahyudiono, kepala Desa Kerta Timur, Kecamatan Dasuk. Menurutnya, realisasi BLT DBHCHT memang tidak melibatkan desa. Terbukti, sejak usulan penerima sudah berasal dari atas, bukan berasal dari usulan desa.
”Padahal, kita yang tahu data paling valid untuk mereka yang layak mendapatkan bansos,” katanya.
Aktivis sosial dari Sumenep Independen (SI) Sahrul menilai, Dinsos P3A Sumenep cenderung lalai dalam mengelola DBHCHT. Itu terlihat dari amburadulnya penerima sebagaimana diungkap sejumlah kepala desa. ”Seharusnya dinsos betul-betul klir sehingga penerima tepat sasaran,” ujar pria asal Gili Raja itu.
Kepala Dinsos P3A Sumenep Ahmad Zulkarnain mengakui, masih ada data penerima BLT DBHCHT tidak valid. Namun, pihaknya memastikan tidak banyak. Menurut dia, penerima memang berasal dari usulan banyak pihak.
”Sasaran BLT DBHCHT ini kan buruh tani dan buruh pabrik rokok serta orang terdampak. Buruh tani dari dinas pertanian pengusulnya dan pabrik rokok dari dinas naker dan DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial, Red),” katanya.
Soal banyaknya kepala desa yang menilai tidak tepat sasaran, menurut Zulkarnain, memang sah-sah saja. ”Sah-sah saja Kades mengusulkan, tapi memang verifikasi tetap dari kami. Kami sudah berusaha maksimal. Kalau ada kekurangan, kami akan perbaiki ke depannya,” pungkasnya. (zid/han)