20 C
Madura
Tuesday, May 30, 2023

Spirit Reforma Agraria Redistribusi Tanah secara Berkeadilan

SUMENEP– Pembahasan rancangan perda tentang reforma agraria belum dimulai. Legislatif yang menginisiasi regulasi tersebut masih melakukan diskusi dengan sejumlah tokoh. Tujuannya, agar regulasi bisa berdampak positif terhadap masyarakat.

Ketua Barisan Ajaga Tana Ajaga Na’poto (BATAN) Dardiri Zubairi mendukung lahirnya raperda reforma agraria. Dia menilai spirit dari raperda ini adalah redistribusi tanah secara berkeadilan.

Karena itu, dia memberikan catatan terkait kehadiran raperda reforma agraria. Di antaranya, harus selaras dan sinkron dengan perda rencana tata ruang wilayah (RTRW). Termasuk, juga perda perlindungan lahan pertanian berkelanjutan maupun regulasi mengenai lingkungan hidup.

”Raperda ini menjadi kurang bermanfaat jika tidak sinkron dengan tata ruang, perlindungan lahan pertanian, dan lingkungan hidup,” ujarnya.

Wakil ketua PCNU Sumenep itu menekankan pentingnyamengakomodasi aspek kearifan lokal dalam raperda reforma agraria. Dengan begitu, raperda ini dapat konsisten dan tidak akan kehilangan konteks. Sebab, ada beberapa istilah yang berkembang di tengah masyarakat.

Baca Juga :  Lampu PJU Kota Padam Seminggu, DPRD Sumenep Janji Panggil Dishub

Di Sumenep, lanjut Dardiri, dikenal istilah tanah daleman. Tanah yang sangat subur dan umumnya dikuasai para raja serta dinastinya. Kemudian tanah perdikan sebagai tanah yang diberikan oleh keluarga raja kepada juru kunci. Demikian pula dengan tanah percaton. ”Ini juga perlu diperhatikan,” tuturnya.

BATAN juga memberikan catatan mengenai pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang memiliki tugas pokok menentukan subjek dan objek reforma agraria. Dia mengusulkan agar ada klausul dalam draf raperda yang mengatur cara kerja GTRA secara khusus.

”Jadi, masyarakat juga bisa mengakses atau memberikan pertimbangan dalam penentuan objek dan subjek atau penerima redistribusi tanah,” terang Dardiri.

Baca Juga :  Bupati Busyro Karim Pantau Tes SKD CPNS, 18 Peserta Ternyata Absen

Ketua Komisi I DPRD Sumenep Darul Hasyim Fathmengutarakan, FGD tentang reforma agraria bersamaan dengan momentum peringatan Hari Tani Nasional dan disahkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Secarasubstantif dimaksudkan untuk memberikan ruang yang luas atas partisipasi masyarakat dalam reformulasi muatan materi raperda.

Wakil ketua Bidang Ideologi DPC PDI Perjuangan Sumenep itu menghendaki raperda reforma agraria tidak hanya menjadi wacana. Tidak hanya dibicarakan di tingkatelite legislator. Namun, juga dapat menghadirkan arus utama pemikiran di tingkat grassroot.

”Raperda reforma agraria ini sebagai penegasan paling terang atas keberpihakan kami pada masyarakat yang selama ini termarginalkan,” tegas Darul. (bil/han)

SUMENEP– Pembahasan rancangan perda tentang reforma agraria belum dimulai. Legislatif yang menginisiasi regulasi tersebut masih melakukan diskusi dengan sejumlah tokoh. Tujuannya, agar regulasi bisa berdampak positif terhadap masyarakat.

Ketua Barisan Ajaga Tana Ajaga Na’poto (BATAN) Dardiri Zubairi mendukung lahirnya raperda reforma agraria. Dia menilai spirit dari raperda ini adalah redistribusi tanah secara berkeadilan.

Karena itu, dia memberikan catatan terkait kehadiran raperda reforma agraria. Di antaranya, harus selaras dan sinkron dengan perda rencana tata ruang wilayah (RTRW). Termasuk, juga perda perlindungan lahan pertanian berkelanjutan maupun regulasi mengenai lingkungan hidup.


”Raperda ini menjadi kurang bermanfaat jika tidak sinkron dengan tata ruang, perlindungan lahan pertanian, dan lingkungan hidup,” ujarnya.

Wakil ketua PCNU Sumenep itu menekankan pentingnyamengakomodasi aspek kearifan lokal dalam raperda reforma agraria. Dengan begitu, raperda ini dapat konsisten dan tidak akan kehilangan konteks. Sebab, ada beberapa istilah yang berkembang di tengah masyarakat.

Baca Juga :  Belum Ada Parpol Dinyatakan BMS

Di Sumenep, lanjut Dardiri, dikenal istilah tanah daleman. Tanah yang sangat subur dan umumnya dikuasai para raja serta dinastinya. Kemudian tanah perdikan sebagai tanah yang diberikan oleh keluarga raja kepada juru kunci. Demikian pula dengan tanah percaton. ”Ini juga perlu diperhatikan,” tuturnya.

BATAN juga memberikan catatan mengenai pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang memiliki tugas pokok menentukan subjek dan objek reforma agraria. Dia mengusulkan agar ada klausul dalam draf raperda yang mengatur cara kerja GTRA secara khusus.

- Advertisement -

”Jadi, masyarakat juga bisa mengakses atau memberikan pertimbangan dalam penentuan objek dan subjek atau penerima redistribusi tanah,” terang Dardiri.

Baca Juga :  Penagihan PBB Belum Maksimal

Ketua Komisi I DPRD Sumenep Darul Hasyim Fathmengutarakan, FGD tentang reforma agraria bersamaan dengan momentum peringatan Hari Tani Nasional dan disahkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Secarasubstantif dimaksudkan untuk memberikan ruang yang luas atas partisipasi masyarakat dalam reformulasi muatan materi raperda.

Wakil ketua Bidang Ideologi DPC PDI Perjuangan Sumenep itu menghendaki raperda reforma agraria tidak hanya menjadi wacana. Tidak hanya dibicarakan di tingkatelite legislator. Namun, juga dapat menghadirkan arus utama pemikiran di tingkat grassroot.

”Raperda reforma agraria ini sebagai penegasan paling terang atas keberpihakan kami pada masyarakat yang selama ini termarginalkan,” tegas Darul. (bil/han)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/