SUMENEP – Musim produksi garam di wilayah Sumenep tersendat. Hujan yang turun dengan intensitas cukup tinggi menjadi pemicunya. Para petani terpaksa melakukan jeda karena air tambak sudah terkontaminasi dengan air hujan.
Meski mulai hujan, PT Garam belum menghentikan secara resmi masa produksi. Bahkan, badan usaha milik negara (BUMN) itu memastikan harga garam tetap bersahabat dengan petani. Dengan catatan, hasil produksi garam memenuhi standar kebutuhan perusahaan.
”Untuk saat ini harga garam kw-1 sekitar Rp 1.300 per kilogram,” kata Direktur PT Garam Budi Sasongko. ”Kami harapkan harga ini tetap bertahan hingga Desember mendatang,” tegasnya.
Ditanya soal adanya harga garam yang cuma Rp 800 per kilogram di tingkat petani? Budi memastikan petani tersebut tidak menjual garam ke PT Garam. Menurut dia, PT Garam masih membeli garam di atas harga seribu rupiah per kilogram.
Selain itu, menurutnya harga garam bergantung kualitas. Garam kw-1 harganya masih bisa mencapai Rp 1.300. Harga garam kw-2 diperkirakan Rp 1.000. Sementara harga garam kw-3 Rp 800 hingga Rp 900.
Titik penjualan garam juga berpengaruh pada harga. Jika penjualan dilakukan di lokasi tambak, pembeli membutuhkan biaya transportasi tambahan. ”Titik penjualannya di mana dulu,” tegas Budi.
Warga Desa Nambakor, Kecamatan Saronggi, Mattasan mengaku menjual garam seharga Rp 850 per kilogram. Tetapi garam tersebut tidak dijual ke PT Garam, melainkan kepada pedagang pengumpul yang biasa membeli garam rakyat. ”Kalau yang dijual ke PT Garam rata-rata di atas seribu rupiah,” tukasnya.