SUMENEP – Pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak bumi dan bangunan (PBB) perlu digenjot. Sebab, hingga awal triwulan kempat, realisasi sangat minim. Bahkan, satu dari 27 kecamatan, realisasinya masih nol.
Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (BPPKAD) Sumenep Rudi Yuyiyanto tidak memungkiri hal itu. Menurut dia, hal tersebut terjadi karena minimnya kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajibannya.
Minimnya pencapaian PBB tidak hanya terjadi tahun ini. Hal serupa juga terjadi beberapa tahun terakhir. Hal semacam itu tidak hanya terjadi di Kota Keris, tetapi juga terjadi di daerah lainnya.
”Se-Indonesia Raya, masalah yang dihadapi sama, yaitu masalah PBB,” klaimnya.
Ada beberapa kendala yang dihadapi lembaganya untuk memenuhi target PBB. Di antaranya, masih banyak pemilik tanah tidak sesuai dengan nama pemilik. Data luasan tanah objek pajak juga tidak valid.
”Misalnya, Ramadan tercatatnya Endang. Kan dulu tidak ada NIK (nomor induk keluarga),” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya kemarin (25/10).
Rudi berjanji, pihaknya akan menginventarisasi tanah dan pemiliknya. Tujuannya, agar validasi data objek pajak sesuai dengan yang ada di lapangan. Dia mengklaim, upaya semacam itu sudah dilakukan. Namun, baru empat kecamatan dan dua desa.
Alasan lainnya, masih banyak warga yang enggan membayar pajak karena beranggapan PBB ditanggung kepala desa (Kades). Bahkan, ada yang beranggapan bahwa PBB di\tanggung kepala daerah, dalam hal ini adalah bupati.
Dia menyampaikan, perolehan PBB hingga 18 Oktober mencapai Rp 1.491.573.213. Sementara pembayaran PBB yang murni untuk 2019 baru Rp 887.781.714 dari target Rp 5 miliar. ”Rp 1,4 miliar itu sudah termasuk tunggakan tahun sebelumnya. Kalau yang murni untuk 2019 Rp 887.781.714,” sebutnya.
Lembaganya tidak diam. Pihaknya intens melakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Pihaknya akan memberlakukan aturan untuk menyertakan bukti pembayaran PBB bagi masyarakat yang mengurus administrasi.
”Misalnya, untuk PNS, kalau mengajukan kenaikan pangkat, harus menyertakan bukti lunas pembayaran PBB,” tegasnya.
Daerah paling baik dalam pembayaran PBB Kecamatan Ganding, Gili Genting, dan Batuan. Sementara daerah yang paling lamban dalam pembayaran PBB yaitu Raas, Kangayan, dan Nonggunong. Bahkan, untuk Kecamatan Nonggunong, pembayaran PBB masih nihil alias 0 persen.
Di tempat terpisah, Camat Nonggunong Mohammad Rais Yusuf tidak menampiknya. Yusuf menyatakan sudah ada beberapa kepala desa yang siap membayar PBB.”Hari ini (kemarin) ada beberapa desa yang kedaratan untuk membayar,” ucapnya saat dikornfirmasi.
Di Kecamatan Nonggunong tidak ada sama sekali lembaga mitra pemerintah yang dapat menerima pembayaran PBB. Misalnya, kantor pos atau bank. Dengan demikian, masyarakat yang hingin membayar PBB harus ke Kecamatan Gayam yang jarak tempuhnya 15 kilometer. ”Apalagi harus bayar ke bagian aset ke Sumenep, maka harus menyeberang dulu,” tuturnya.
Di tempat terpisah, anggota Komisi II DPRD Sumenep Juhari meminta pemerintah menyikapi minimnya perolehan PBB. Menurut dia, minimnya perolehan PAD dari sektor PBB menghambat pembangunan di kabupaten ujung timur Pulau Madura. ”Pajak ini kan untuk pembangunan. Jika ingin pembangunannya maju, pajaknya juga harus ditagih,” tukasnya. (jup)