20.7 C
Madura
Tuesday, May 30, 2023

Memperingati Hari Tani, Menyongsong Musim Tanam

 SUMENEP – Tidak lama lagi musim hujan tiba. Petani pasti turun ke sawah menanam padi dan jagung. Seiring itu, kebutuhan terhadap pupuk bersubsidi meningkat. Pemerintah perlu melakukan antisipasi agar tidak terjadi kelangkaan pupuk saat petani membutuhkan.

Hari Tani Nasional (HTN) diperingati tiap 24 September. Tahun ini HTN bertepatan dengan musim pancaroba. Yakni, peralihan dari musim kemarau ke hujan. Diperkirakan, Oktober–September hujan mulai turun. Itu berarti, musim tanam dimulai.

Saat petani mulai menanam itulah kebutuhan terhadap pupuk bersubsidi meningkat. Terutama pupuk jenis urea. Sebab, kebanyakan petani Madura menanam jagung dan padi pada musim penghujan.

Pemerintah harus hadir. Jangan sampai terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi saat petani membutuhkan. Hal itu karena, tanda-tanda bakal terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi mulai terbaca. Misalnya, jatah pupuk bersubsidi lebih sedikit dari luas lahan pertanian.

Masalah akan jadi rumit jika ada oknum yang ”bermain” dalam proses distribusi pupuk. Karena itu, pemerintah harus melakukan pengawasan. Aparat keamanan, dalam hal ini TNI, juga perlu terlibat pengawasan distribusi agar pupuk bersubsidi benar-benar dinikmati petani.

Baca Juga :  Harga Rumput Laut Rp 9.800 Per Kilogram

Di Sumenep, tahun ini pemerintah menyediakan lima jenis pupuk bersubsidi. Yaitu, urea, SP-36, ZA, phonska dan organik. Dari lima jenis pupuk tersebut, urea paling banyak yaitu 24.217 ton. Diikuti ZA 5.957 ton, phonska 5.364 ton, SP-36 4.820 ton, dan organik 2.326 ton.

Hingga Agustus lalu, pemakaian pupuk urea paling sedikit, yaitu 31,03 persen. Sementara pupuk ZA menempati pemakaian tertinggi yakni 64,09 persen. Kabid Sarana Prasarana dan Penyuluhan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (Dispertapahorbun) Sumenep Arif Firmanto menganggap wajar serapan pupuk bersubsidi itu.

Menurutnya, penyebab rendahnya pemakaian pupuk urea karena saat ini belum musim tanam. Musim tanam di Sumenep, kata dia, dimulai sekitar Oktober–November. Ketika masa tanam dimulai, penggunaan pupuk urea pasti meningkat.

”Kalau sudah musim tanam, pasti pupuk habis. Selama ini, pemakaian pupuk urea tertinggi terjadi di Oktober dan November. Masa tanam di Sumenep menunggu musim hujan,” jelasnya.

Baca Juga :  Penumpang Membeludak di Pelabuhan Batu Guluk

Arif memprediksi, petani akan kekurangan pupuk urea. Prediksi tersebut muncul dari perbandingan antara luas lahan pertanian dengan ketersediaan pupuk. Tahun ini, ungkap dia, luas lahan pertanian di Sumenep diperkirakan 39 ribu hektare.

Dengan luas lahan tersebut, setidaknya dibutuhkan pupuk urea sekitar 40 ribu ton. Sementara jatah pupuk urea bersubsidi yang ada saat ini hanya 24 ribu ton. ”Untuk mencukupi kekurangan tersebut, petani biasanya beralih ke pupuk non-subsidi,” ucapnya.

Selain urea, jatah empat jenis pupuk bersubsidi lainnya tidak ada masalah. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, lanjut Arif, alokasi pupuk bersubsidi untuk SP-36, phonska, ZA, dan organik diperkirakan cukup. ”Pupuk yang lain hanya pelengkap bagi petani. Kebutuhan paling utama pupuk urea,” jelas dia.

Mengenai pemakaian pupuk ZA yang menempati urutan pertama, menurut Arif karena musim tanam tembakau. ”Musim tanam tembakau sudah lewat, jadi wajar pemakaian ZA paling tinggi. Kalau urea nanti pemakaian terbesar saat musim tanam padi dan jagung,” tandasnya.

 SUMENEP – Tidak lama lagi musim hujan tiba. Petani pasti turun ke sawah menanam padi dan jagung. Seiring itu, kebutuhan terhadap pupuk bersubsidi meningkat. Pemerintah perlu melakukan antisipasi agar tidak terjadi kelangkaan pupuk saat petani membutuhkan.

Hari Tani Nasional (HTN) diperingati tiap 24 September. Tahun ini HTN bertepatan dengan musim pancaroba. Yakni, peralihan dari musim kemarau ke hujan. Diperkirakan, Oktober–September hujan mulai turun. Itu berarti, musim tanam dimulai.

Saat petani mulai menanam itulah kebutuhan terhadap pupuk bersubsidi meningkat. Terutama pupuk jenis urea. Sebab, kebanyakan petani Madura menanam jagung dan padi pada musim penghujan.


Pemerintah harus hadir. Jangan sampai terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi saat petani membutuhkan. Hal itu karena, tanda-tanda bakal terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi mulai terbaca. Misalnya, jatah pupuk bersubsidi lebih sedikit dari luas lahan pertanian.

Masalah akan jadi rumit jika ada oknum yang ”bermain” dalam proses distribusi pupuk. Karena itu, pemerintah harus melakukan pengawasan. Aparat keamanan, dalam hal ini TNI, juga perlu terlibat pengawasan distribusi agar pupuk bersubsidi benar-benar dinikmati petani.

Baca Juga :  9 Bulan BNN Tangkap 5 Tersangka Narkoba

Di Sumenep, tahun ini pemerintah menyediakan lima jenis pupuk bersubsidi. Yaitu, urea, SP-36, ZA, phonska dan organik. Dari lima jenis pupuk tersebut, urea paling banyak yaitu 24.217 ton. Diikuti ZA 5.957 ton, phonska 5.364 ton, SP-36 4.820 ton, dan organik 2.326 ton.

Hingga Agustus lalu, pemakaian pupuk urea paling sedikit, yaitu 31,03 persen. Sementara pupuk ZA menempati pemakaian tertinggi yakni 64,09 persen. Kabid Sarana Prasarana dan Penyuluhan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (Dispertapahorbun) Sumenep Arif Firmanto menganggap wajar serapan pupuk bersubsidi itu.

- Advertisement -

Menurutnya, penyebab rendahnya pemakaian pupuk urea karena saat ini belum musim tanam. Musim tanam di Sumenep, kata dia, dimulai sekitar Oktober–November. Ketika masa tanam dimulai, penggunaan pupuk urea pasti meningkat.

”Kalau sudah musim tanam, pasti pupuk habis. Selama ini, pemakaian pupuk urea tertinggi terjadi di Oktober dan November. Masa tanam di Sumenep menunggu musim hujan,” jelasnya.

Baca Juga :  Warga Tersanjung Dikunjungi Bupati Achmad Fauzi

Arif memprediksi, petani akan kekurangan pupuk urea. Prediksi tersebut muncul dari perbandingan antara luas lahan pertanian dengan ketersediaan pupuk. Tahun ini, ungkap dia, luas lahan pertanian di Sumenep diperkirakan 39 ribu hektare.

Dengan luas lahan tersebut, setidaknya dibutuhkan pupuk urea sekitar 40 ribu ton. Sementara jatah pupuk urea bersubsidi yang ada saat ini hanya 24 ribu ton. ”Untuk mencukupi kekurangan tersebut, petani biasanya beralih ke pupuk non-subsidi,” ucapnya.

Selain urea, jatah empat jenis pupuk bersubsidi lainnya tidak ada masalah. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, lanjut Arif, alokasi pupuk bersubsidi untuk SP-36, phonska, ZA, dan organik diperkirakan cukup. ”Pupuk yang lain hanya pelengkap bagi petani. Kebutuhan paling utama pupuk urea,” jelas dia.

Mengenai pemakaian pupuk ZA yang menempati urutan pertama, menurut Arif karena musim tanam tembakau. ”Musim tanam tembakau sudah lewat, jadi wajar pemakaian ZA paling tinggi. Kalau urea nanti pemakaian terbesar saat musim tanam padi dan jagung,” tandasnya.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/