SUMENEP – Hingga pertengahan triwulan kedua, pencairan dana desa (DD) di Sumenep masih minim. Buktinya, dari 326 desa yang tersebar di 27 kecamatan, hanya 32 desa yang mencairkan (selengkapnya lihat grafis).
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sumenep Ahmad Masuni mengatakan, saat ini pemerintah desa harus menggunakan sistem keuangan desa (siskeudes). Namun, tidak semua desa bisa menerapkan aplikasi tersebut.
”Kendalanya hanya itu (siskeudes, Red),” jelas Masuni kepada Jawa Pos Radar Madura (JPRM) Senin (21/5).
Dia menjelaskan, 30 persen dari belanja pembangunan harus melibatkan masyarakat. Namun, ada desa yang masyarakatnya tidak mencukupi. Selain itu, ada jenis pekerjaan di desa tidak membutuhkan masyarakat.
Masuni mencontohkan, misalnya, proyek pengaspalan. Untuk proyek tersebut, tidak semua warga tahu. Karena itu, harus menggunakan pekerja teknis. ”Kalau hanya mengangkut batu, bersih-bersih masih bisa melibatkan masyarakat,” ujarnya.
Dengan demikian, masalah seperti itu akan diputuskan di musyawarah desa (musdes). Kalau memang tidak ada jalan lain, pihaknya akan melapor kepada pemerintah pusat bahwa program padat karya cash tidak bisa dilaksanakan sesuai regulasi.
Menurut Masuni, pemerintah desa butuh bimbingan. Alasannya, siskeudes merupakan peraturan baru. Diperlukan koordinasi berkelanjutan. Saat ini masih tahap awal sehingga butuh bimbingan.
Meski sedikit menyulitkan, sistem tersebut harus dijalankan. Sebab, itu merupakan aturan pemerintah pusat. ”Ini masih terus berlangsung. Dari desa dinamis dan kami tampung untuk proses selanjutnya,” tuturnya.
Masuni menegaskan, untuk APBDes tidak ada kendala. Karena itu, diusahakan setiap desa bisa menyelesaikan. ”Operator dan pendamping desa melakukan konsultasi untuk memasukkan data. Setiap hari kami melayani,” jelasnya.