SUMENEP – Konflik antar nelayan sarkak dengan nelayan bubu di Sumenep kian runcing. Setelah nelayan bubu mengepung kantor Satpolair Polres Sumenep, kemarin (19/2) giliran nelayan sarkak asal Kecamatan Dungkek melakukan hal sama. Ratusan nelayan beserta istri mendatangi kantor yang terletak di perairan Kalianget tersebut kemarin.
Usai dari Kalianget, ratusan nelayan beraudiensi dengan dinas perikanan di Jalan Raung. Audiensi tersebut dihadiri berbagai pihak. Mulai Dinas Perikanan Sumenep, Dinas Perikanan Jawa Timur, Satpol PP Sumenep, dan Satpol PP Jawa Timur, serta Polres Sumenep.
Audiensi itu dipimpin Kepala Dinas Perikanan Arief Rusdi didampingi Wakapolres Sumenep Kompol Sutarno dan Kasi Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Nonot Widjajanto.
Dalam audiensinya, juru bicara nelayan Dungkek H. Adam meminta empat nelayan yang diamankan beserta satu perahu dilepas. Sebab, menurut dia, penangkapan yang dilakukan para nelayan tidak sesuai dengan prosedur hukum. Dia mengatakan, yang punya wewenang melakukan penangkapan adalah aparat kepolisian, khususnya satpolair.
”Kalau penangkapan yang dilakukan oleh nelayan itu dianggap ilegal, maka besok kami juga akan menangkap nelayan bubu,” katanya. ”Lalu, akan kami serahkan ke satpolair dengan alasan telah melakukan pelanggaran,” tambahnya.
Audiensi itu berlangsung alot. Sebab, nelayan tidak mau pulang sebelum keempat nelayan yang ditangkap beserta barang bukti perahu dilepas. Sebaliknya, aparat kepolisian juga tidak mungkin melepas barang bukti sebelum ada ketetapan hukum.
Kasatpolair Polres Sumenep AKP Ludwi Yarsa Pramono menyatakan, pihaknya tidak bisa melepas begitu saja. Sebab, ada prosedur hukum yang harus dilalui. Untuk sementara, perahu nelayan akan diamankan di kantor Satpolair Kalianget.
”Kami untuk saat ini melakukan sesuai dengan prosedur yang ada. Kami melakukan langkah-langkah pembuktian dulu. Gitu saja,” jelasnya. ”Empat nelayan tidak ditahan, kami hanya mengambil keterangan, menyangkut ke pembuktian,” imbuhnya.
Sementara itu, Arief Rusdy mengatakan, sesuai Permen KP/71/2016 disebutkan bahwa penggunaan sarkak tidak dilarang. Hanya, sarkak bisa digunakan pada jalur 1B. ”Jalur 1B ini berada di jalur dua mil ke atas,” jelasnya.
Pihaknya juga menegaskan bahwa antara perairan Talango dan Gapura tidak sampai empat mil. Jika dibagi dua, luasnya tidak sampai dua mil. Dengan demikian, secara aturan formal, penggunaan sarkak di wilayah tersebut tidak diperbolehkan.
”Tentunya mereka harus sama-sama menjunjung tinggi aturan yang ada. Kedua, perlu adanya pengawasan yang lebih ketat lagi, terutama dari pihak berwajib, satpolair,” jelasnya. ”Ketiga, perlu ada pergantian alat, dari sarkak menjadi alat yang lebih ramah lingkungan,” imbuhnya.
Terkait masalah keempat, nelayan dan sebuah perahu yang diamankan satpolair, pihaknya memasrahkan sepenuhnya kepada penegak hukum. Dia yakin bahwa polres akan bekerja secara objektif. ”Kami pasrahkan saja kepada yang berwajib dan akim yakin akan menangani seobjektif mungkin,” tukasnya.
Untuk mendamaikan kedua kubu, rencananya ada pertemuan mediasi pada Selasa
(26/2). Mediasi itu akan diprakarsai oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur. ”Kedua pihak harus sama-sama dipertemukan agar bisa ditemukan jalan keluarnya,” kata Kasi Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Nonot Widjajanto.