21.4 C
Madura
Monday, March 27, 2023

Habiskan Belasan Miliar, Unit Pengolahan Ikan Mubazir

SUMENEP – Pemerintah perlu mengkaji ulang untuk membangun fasilitas supaya dirasakan masyarakat. Misalnya, pembangunan gudang beku terintegrasi atau unit pengolahan ikan. Bangunan di Desa Longos, Kecamatan Gapura, Sumenep, itu sudah menghabiskan dana Rp 16,5 miliar. Namun, manfaatnya belum dirasakan masyarakat.

Anggota Komisi II DPRD Sumenep Badrul Aini mengatakan, ruang gerak nelayan di daerah sudah dipersempit setelah UU 23/2004 tentang Pemerintah Daerah ditetapkan. Ruang gerak pemerintah kabupaten/kota juga berkurang. Sejak saat itu wilayah laut 0–12 mil menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

”Masyarakat yang butuh kapal angkut hasil tangkap nelayan tak kunjung terpenuhi sampai saat ini,” tuturnya. ”Masyarakat butuh pabrik es (pendingin ikan) terutama di kepulauan tidak ada bantuan. Pemerintah provinsi juga demikian (tidak pernah membantu),”  imbuhnya.

Politikus PBB itu menambahkan, dinas perikanan dan stake holder seharusnya meminta kepada pemerintah provinsi untuk memenuhi kebutuhan prioritas nelayan Sumenep. Begitu pun untuk petani rumput laut yang kondisinya semakin memprihatinkan. ”Ini (tidak upaya dari pemerintah) yang membuat kita bingung,” ujarnya.

Baca Juga :  Gus Acing dan Mas Kiai Ajak Warga Sumenep Jadi Pahlawan Pembaruan

Pemerintah kabupaten, tegas dia, seharusnya bergerak secara responsif. Terutama dalam pembangunan unit pengolahan ikan. Sebab pembangunan gudang di Desa Longos itu salah lokasi karena jauh dari bibir pantai. Namun karena sudah telanjur dibangun, pihaknya tidak bisa banyak melakukan upaya.

Pembangunan unit pengolahan ikan dibiayai APBN Rp 16,5 miliar. Proyek tersebut selesai 2017. Namun, setelah itu tidak ada aktivitas. ”Mau apa lagi kalau sudah dibangun? Seharusnya pemerintah segera merealisasikan anggaran pendukung. Tapi, kami tidak melihat di APBD 2019,” sesalnya.

Pihaknya meminta pemerintah segera memanfaatkan bangunan yang sudah menelan dana belasan miliar itu agar tidak mangkrak. Jika dibiarkan, nasib bangunan itu akan sama dengan klaster rumput laut di Desa/Kecamatan Batuan yang tidak bermanfaat. ”Seharusnya ada di tempat strategis yang mudah dijangkau nelayan. Seperti pelabuhan atau di kepulauan,” tandasnya.

Baca Juga :  Pengoperasian TPI Terkendala Peralatan

Sementara Kepala Dinas Perikanan Sumenep Arief Rusdi menjelaskan, unit pengolahan ikan belum dioperasikan karena pihaknya masih mencari pengelola. Sebab, hingga saat ini belum ada pengelola yang bersedia. ”Kami masih proses untuk penunjukan pengelola. Kami mencari pengelola yang paham di lapangan supaya tidak sia-sia,” paparnya.

Arief menambahkan, pihaknya hanya menyediakan lahan dan menerima bangunan dari pemerintah provinsi untuk dimanfaatkan. Sementara proses tender hingga akhir pembangunan dilaksanakan pemprov. ”Secepatnya akan kami proses supaya gedung cold storage (pendingin ikan) dirasakan oleh masyarakat,” tegasnya.

Dia menjelaskan, bantuan kepada nelayan setiap tahun ada, seperti alat tangkap ikan dan semacamnya. Bukan hanya dari pihaknya, tapi juga dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. ”Seperti kapal ada setiap tahun. Pokoknya ada jumlahnya, saya tidak hafal,” tutupnya.

SUMENEP – Pemerintah perlu mengkaji ulang untuk membangun fasilitas supaya dirasakan masyarakat. Misalnya, pembangunan gudang beku terintegrasi atau unit pengolahan ikan. Bangunan di Desa Longos, Kecamatan Gapura, Sumenep, itu sudah menghabiskan dana Rp 16,5 miliar. Namun, manfaatnya belum dirasakan masyarakat.

Anggota Komisi II DPRD Sumenep Badrul Aini mengatakan, ruang gerak nelayan di daerah sudah dipersempit setelah UU 23/2004 tentang Pemerintah Daerah ditetapkan. Ruang gerak pemerintah kabupaten/kota juga berkurang. Sejak saat itu wilayah laut 0–12 mil menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

”Masyarakat yang butuh kapal angkut hasil tangkap nelayan tak kunjung terpenuhi sampai saat ini,” tuturnya. ”Masyarakat butuh pabrik es (pendingin ikan) terutama di kepulauan tidak ada bantuan. Pemerintah provinsi juga demikian (tidak pernah membantu),”  imbuhnya.


Politikus PBB itu menambahkan, dinas perikanan dan stake holder seharusnya meminta kepada pemerintah provinsi untuk memenuhi kebutuhan prioritas nelayan Sumenep. Begitu pun untuk petani rumput laut yang kondisinya semakin memprihatinkan. ”Ini (tidak upaya dari pemerintah) yang membuat kita bingung,” ujarnya.

Baca Juga :  Melancong dan Ziarah Makam Sahabat Nabi

Pemerintah kabupaten, tegas dia, seharusnya bergerak secara responsif. Terutama dalam pembangunan unit pengolahan ikan. Sebab pembangunan gudang di Desa Longos itu salah lokasi karena jauh dari bibir pantai. Namun karena sudah telanjur dibangun, pihaknya tidak bisa banyak melakukan upaya.

Pembangunan unit pengolahan ikan dibiayai APBN Rp 16,5 miliar. Proyek tersebut selesai 2017. Namun, setelah itu tidak ada aktivitas. ”Mau apa lagi kalau sudah dibangun? Seharusnya pemerintah segera merealisasikan anggaran pendukung. Tapi, kami tidak melihat di APBD 2019,” sesalnya.

Pihaknya meminta pemerintah segera memanfaatkan bangunan yang sudah menelan dana belasan miliar itu agar tidak mangkrak. Jika dibiarkan, nasib bangunan itu akan sama dengan klaster rumput laut di Desa/Kecamatan Batuan yang tidak bermanfaat. ”Seharusnya ada di tempat strategis yang mudah dijangkau nelayan. Seperti pelabuhan atau di kepulauan,” tandasnya.

Baca Juga :  Santri Al-Amien Prenduan Bicara dalam Muktamar Arab-Afrika
- Advertisement -

Sementara Kepala Dinas Perikanan Sumenep Arief Rusdi menjelaskan, unit pengolahan ikan belum dioperasikan karena pihaknya masih mencari pengelola. Sebab, hingga saat ini belum ada pengelola yang bersedia. ”Kami masih proses untuk penunjukan pengelola. Kami mencari pengelola yang paham di lapangan supaya tidak sia-sia,” paparnya.

Arief menambahkan, pihaknya hanya menyediakan lahan dan menerima bangunan dari pemerintah provinsi untuk dimanfaatkan. Sementara proses tender hingga akhir pembangunan dilaksanakan pemprov. ”Secepatnya akan kami proses supaya gedung cold storage (pendingin ikan) dirasakan oleh masyarakat,” tegasnya.

Dia menjelaskan, bantuan kepada nelayan setiap tahun ada, seperti alat tangkap ikan dan semacamnya. Bukan hanya dari pihaknya, tapi juga dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. ”Seperti kapal ada setiap tahun. Pokoknya ada jumlahnya, saya tidak hafal,” tutupnya.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/