SUMENEP – Dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) bidang pertanian cukup besar. Sebagaimana tertera dalam APBD Sumenep 2018, DBHCHT pertanian tembus Rp 5 miliar. Dana tersebut terbagi dalam lima program di bawah dinas pertanian, tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan (dispertapahorbun).
Pertama, standardisasi kualitas bahan baku melalui penyediaan sarana dan prasarana produksi Rp 1,5 miliar. Kedua, pembudidayaan bahan baku dengan kadar nikotin rendah melalui penggunaan varietas kebutuhan pabrik Rp 886,4 juta. Ketiga, pembudidayaan bahan baku dengan kadar nikotin rendah melalui fasilitasi pelepasan varietas Rp 942,3 juta.
Keempat, penanganan panen dan pascapanen bahan baku melalui pengadaan alat perajang dan alat pendukung Rp 180 juta. Kelima, penanganan panen dan pascapanen bahan baku melalui pengadaan kendaraan roda tiga Rp 1,5 miliar. Namun sampai sekarang, program tersebut belum tersalurkan kepada masyarakat.
Kepala Dispertapahorbun Sumenep Bambang Heriyanto mengatakan, dana Rp 5 miliar itu untuk kepentingan budi daya tembakau. Program yang dikucurkan sepenuhnya untuk petani tembakau. Bentuknya mulai penyediaan benih, penangkaran hingga bibit tembakau. Termasuk bantuan hibah berupa hand tractor dan kendaraan roda tiga.
”Untuk mendapatkan bantuan, poktan bisa mengajukan. Kalau tidak mengusulkan tidak mungkin dapat,” kata Bambang, Rabu (11/4). ”Tidak semua usulan bisa mendapatkan. Karena anggarannya memang terbatas. Untuk yang sudah dapat jangan mengajukan lagi,” tambahnya.
Bambang mengaku program itu secepatnya akan dikucurkan. Bantuan alat pertanian berupa hand tractor juga akan segera diproses. Proses pelaksanaan DBHCHT lambat karena ada perubahan regulasi dari Kementerian Keuangan.
”Seandainya tidak ada perubahan, sudah digelar sejak bulan dua. Tapi karena ada perubahan, harus disampaikan kepada dewan untuk diketahui,” paparnya. ”Kita secara teknis sudah mempersiapkan, penangkarnya siapa, pembibitan siapa, sudah ada,” tegasnya.
Seorang petani di Gapura, Surahwi, mengatakan, tidak semua kelompok melakukan penangkaran atau pembibitan sebagaimana diprogramkan pemkab. Petani lebih suka membibit sendiri yang kemudian bisa diperjualbelikan. Kalau melakukan pembibitan dengan bantuan DBHCHT tidak boleh diperjualbelikan kepada masyarakat umum.
”Sebab, kalau pembibitan itu kan dibiayai pemerintah. Jadinya, bibit tembakau diperuntukkan bagi anggota kelompok tani. Bukan untuk dijual,” tegasnya.