SUMENEP – Pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Desa Wisata oleh anggota Pansus IV DPRD Sumenep masuk tahap finishing. Berdasarkan hasil kajian pada Senin (5/12), nomenklatur tentang badan promosi pariwisata dihapus dari raperda.
Ketua Pansus IV Masdawi mengatakan, pihaknya mengajukan perpanjangan pembahasan raperda desa wisata. Tujuannya, agar produk hukum yang dihasilkan tidak menimbulkan problem di kemudian hari.
”Hari ini (kemarin) finishing. Setelah selesai, nanti baru dievaluasi gubernur,” kata Masdawi usai rapat dengan OPD teknis.
Masdawi menjelaskan, secara umum raperda desa wisata berisi tentang ketentuan umum, kewajiban, larangan, dan sanksi. Menurut dia, poin-poin isi raperda sudah dibahas bersama DPMD, disbudporapar, dan Bagian Hukum Setkab Sumenep. ”Secara umum isi raperda tidak ada permasalahan,”terangnya.
Hanya, politikus Partai Demokrat itu menyatakan,terdapat nomenklatur yang dihapus dalam raperda tersebut. Yakni, tentang pembentukan badan promosi pariwisata.
”Ketika diamanatkan dalam raperda, maka harus dilaksanakan. Tapi kita melihat dan menilai, kondisi APBD belum atau tidak bisa menganggarkan itu,” terangnya.
Menurut Masdawi, pembentukan badan promosi pariwisata membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sebab, melibatkan beberapa pelaku wisata dan ahli di bidang pariwisata.
Meski dihapus dalam raperda, tidak menghilangkan eksistensi regulasi sebagai payung hukum pengembangan desa wisata. ”Dengan lahirnya raperda ini, pelaku desa wisata lebih terlindungi dan membuka potensi kejelasan aset milik desa dan daerah yang bisa dikerjasamakan dengan masyarakat,” paparnya.
Kepala Disbudporapar Sumenep Moh. Iksan mengutarakan, raperda desa wisata dapat mendorongpengembangan pariwisata di Kota Keris. Dengan begitu, pemberdayaan desa wisata akan lebih terarah.
”Nanti tak hanya desa wisata Aeng Tongtong yang bisa kita andalkan untuk mendapat anugerah penghargaan,” tuturnya.
Menurut Iksan, pembentukan badan promosi pariwisatapenting untuk mengelola promosi desa wisata. ”Bagi kami yang terpenting fungsi koordinasi antar pengelola pariwisata tetap terjalin. Jadi, harus ada kebersamaan agar desa wisata punya visi ke depannya,” tukasnya. (bil/rus)