SUMENEP, Jawa Pos Radar Madura – Perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) proyek pembangunan gedung Dinas Kesehatan Sumenep sudah lama bergulir. Polisi sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Namun, selama enam tahun, berkas bolak-balik kejaksaan dan polres.
Catatan Jawa Pos Radar Madura, proyek pembangunan gedung dinkes dianggarkan pada 2014. Pada saat itu pemerintah menganggarkan Rp 4,5 miliar melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Lalu, 2015 dilaporkan ke polisi lantaran diduga ada penyelewengan.
Empat tahun kemudian, pada 2019, Korps Bhayangkara menetapkan dua orang sebagai tersangka. Yakni, dari pelaksana proyek berinisial IM dan konsultan pengawas NM. Setahun berikutnya, pada November 2020, Polres Sumenep kembali menetapkan satu orang tersangka. Tiga tersangka itu tidak ada yang ditahan.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep Adi Tyogunawan mengakui bahwa kasus ini memang sudah lama bergulir. Bahkan, sejak dirinya bertugas di Sumenep ternyata sampai tiga kali berkas bolak-balik. Dia mengibaratkan seperti main sepak bola. Dari polres ditendang ke kejaksaan, lalu dari kejaksaan ditendang lagi ke polres.
”Karena berkas yang dikirim dari polres belum memenuhi syarat formil dan materil untuk masuk sidang,” kata dia kemarin (6/10).
Menurut Adi, kejaksaan tidak ingin dituduh macam-macam. Meski melibatkan kontraktor besar, bukan berarti dia kebal di depan hukum. ”Semua sama saja. Kalau salah ya diproses,” tegasnya.
Adi menyadari bahwa perkara dugaan tipikor gedung dinkes sudah berlarut-larut. Karena itu, pada 28 September lalu, pihaknya berinisiatif mengundang penyidik Polres Sumenep dalam agenda pemaparan.
”Dalam paparan itu kami langsung mimpin. Kami tidak ingin dituding macam-macam tentang perkara ini. Kami tetap pada prosedur yang ada,” sebutnya.
Prinsipnya, kata dia, ketika jaksa menerima berkas perkara dari penyidik, yang harus dilakukan adalah meneliti kelengkapan formil dan materil. Kelengkapan formil itu berkaitan dengan keabsahan rangkaian tindakan yang dilakukan penyidik.
”Misalnya, sebelum memeriksa ahli, ahli itu harus diambil sumpah terlebih dahulu. Jika ternyata penyidik memeriksa ahli tanpa mengambil sumpah, maka ini merupakan bentuk kekurangan formil,” terangnya.
Sehingga, atas dasar itu, jaksa akan memberikan petunjuk agar diambil sumpahnya terlebih dahulu sebelum ahli memberikan keterangan. Sementara, untuk kelengkapan materil, yakni menyangkut unsur pasal yang disangkakan. Semisal, disangkakan pasal 2 Undang-Undang Tindak Pindana Korupsi yang unsurnya setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian negara.
”Itu unsur pasal yang disangkakan harus seluruhnya dipenuhi. Unsur-unsur ini harus dibuktikan,” paparnya.
Dari dua syarat itu, ternyata belum memenuhi untuk dinyatakan berkas lengkap atau P-21. Karena itu, jaksa mengembalikan berkas tersebut ke penyidik polres untuk dipenuhi. ”Satu saja unsur formil dan materil tidak terpenuhi, jaksa akan mengembalikan berkas perkara dengan disertai petunjuk,” katanya.
Adi menjelaskan, posisi kejaksaan sekarang sedang menunggu berkas lengkap dari penyidik Polres Sumenep. ”Saya juga heran, kenapa kasus ini bisa lama,” tanyanya.
Yang jelas, dalam kasus ini, kejaksaan akan berupaya transparan. Tidak memandang latar belakang tersangka. Ketika perbuatannya melawan hukum dan merugikan uang negara, risikonya siap-siap diproses.
”Karenanya, sampai sekarang kami menunggu. Kami ingin penyidik polres bisa melengkapi berkas agar kasus ini cepat kelar,” tuturnya.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Sumenep AKP Fared Yusuf tidak memberikan penjelasan. Menurut dia, mengenai perkara ini bisa ditanya ke bagian humas polres. ”Nanti saya sampaikan ke humas,” katanya.
Kasi Humas Porles Sumenep AKP Widiarti mengatakan, perkara dugaan tindak pidana korupsi ini masih dalam proses. Dia tidak menjelaskan secara terperinci tentang perkembangan berkas kasus dugaan tipikor gedung dinkes. ”Masih proses,” ucapnya.