21.4 C
Madura
Sunday, June 4, 2023

Kasus KDRT dan Pencabulan Mendominasi

SUMENEP – Kasus yang melibatkan perempuan dan anak di Sumenep masih tinggi. Sepanjang 2019, tercatat 24 perempuan dan anak berhadapan dengan hukum. Baik sebagai korban maupun sebagai pelaku.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Sumenep R Moh. Mulki tidak memungkiri perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum masih tinggi. Namun, angka itu berkurang drastis dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 54 kasus.

Sementara jenis kasus mendominasi di 2018 dan 2019 yakni, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan pencabulan. Pada 2018 ada 13 kasus KDRT dan 11 pencabulan.

Mulki mengungkapkan, banyaknya kasus KDRT karena masalah ekonomi keluarga. Di samping itu, minimnya pendidikan menjadi faktor kasus KDRT dan pencabulan masih tinggi.

Baca Juga :  Sumenep Tertinggi Kedua Kasus Campak di Madura

”Kami akan terus berusaha untuk menekan adanya kasus yang melibatkan anak dan perempuan,” janji Mulki kemarin (5/1).

Untuk menekan terjadinya kasus yang melibatkan anak dan perempuan di Kota Keris, pihaknya bakal memperbanyak sosialisasi kepada masyarakat dan membentuk tim perlindungan perempuan dan anak di beberapa desa.

”Kami telah bentuk gugus tugas perlindungan perempuan dan anak di desa-desa,” terangnya.

Mulki mengklaim, timnya rutin memberikan pendampingan kepada perempuan dan anak yang tersandung kasus hukum, baik sebagai korban maupun pelaku. Tujuannya, mengembalikan gangguan psikis. ”Kita fasilitasi proses hukumnya, termasuk penyembuhan psikisnya,” tuturnya.

Di tempat terpisah, anggota Komisi IV DPRD Sumenep Nur Aini menilai, kinerja pemerintah dalam menekan maraknya kasus yang melibatkan perempuan dan anak belum maksimal. Dia meminta DP3AKB memiliki langkah konkret dalam melakukan sosialisasi. Misalnya, sosialisasi dilakukan di daerah-daerah yang marak terjadi kekerasan pada perempuan dan anak.

Baca Juga :  Berjalan Sepekan, PTM Dihentikan

Politikus Demokrat itu mendesak pemerintah menggandeng banyak pihak dalam memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak. Salah satunya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

”Saya kira kalau DP3AKB masih kurang perhatian. Perlu adanya pembinaan sehingga semua kejadian bisa ditekan. Dan dilaporkan ke pihak berwajib agar ada efek jera,” sarannya. (jup)

SUMENEP – Kasus yang melibatkan perempuan dan anak di Sumenep masih tinggi. Sepanjang 2019, tercatat 24 perempuan dan anak berhadapan dengan hukum. Baik sebagai korban maupun sebagai pelaku.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Sumenep R Moh. Mulki tidak memungkiri perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum masih tinggi. Namun, angka itu berkurang drastis dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 54 kasus.

Sementara jenis kasus mendominasi di 2018 dan 2019 yakni, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan pencabulan. Pada 2018 ada 13 kasus KDRT dan 11 pencabulan.


Mulki mengungkapkan, banyaknya kasus KDRT karena masalah ekonomi keluarga. Di samping itu, minimnya pendidikan menjadi faktor kasus KDRT dan pencabulan masih tinggi.

Baca Juga :  Perempuan Harus Diperlakukan Layaknya Pejuang

”Kami akan terus berusaha untuk menekan adanya kasus yang melibatkan anak dan perempuan,” janji Mulki kemarin (5/1).

Untuk menekan terjadinya kasus yang melibatkan anak dan perempuan di Kota Keris, pihaknya bakal memperbanyak sosialisasi kepada masyarakat dan membentuk tim perlindungan perempuan dan anak di beberapa desa.

”Kami telah bentuk gugus tugas perlindungan perempuan dan anak di desa-desa,” terangnya.

- Advertisement -

Mulki mengklaim, timnya rutin memberikan pendampingan kepada perempuan dan anak yang tersandung kasus hukum, baik sebagai korban maupun pelaku. Tujuannya, mengembalikan gangguan psikis. ”Kita fasilitasi proses hukumnya, termasuk penyembuhan psikisnya,” tuturnya.

Di tempat terpisah, anggota Komisi IV DPRD Sumenep Nur Aini menilai, kinerja pemerintah dalam menekan maraknya kasus yang melibatkan perempuan dan anak belum maksimal. Dia meminta DP3AKB memiliki langkah konkret dalam melakukan sosialisasi. Misalnya, sosialisasi dilakukan di daerah-daerah yang marak terjadi kekerasan pada perempuan dan anak.

Baca Juga :  Cegah Persebaran Covid-19 di Saronggi, Dinkes Sumenep Lakukan Ini

Politikus Demokrat itu mendesak pemerintah menggandeng banyak pihak dalam memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak. Salah satunya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

”Saya kira kalau DP3AKB masih kurang perhatian. Perlu adanya pembinaan sehingga semua kejadian bisa ditekan. Dan dilaporkan ke pihak berwajib agar ada efek jera,” sarannya. (jup)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/