Kompleks pemakaman di Desa Sergang, Kecamatan Batuputih, Sumenep, mencuri perhatian warga. Lokasinya jauh dari permukiman penduduk. Berada di atas bukit Dusun Lebbak. Nyaris setiap hari ada warga datang untuk berziarah.
KUBURAN itu disebut-sebut kompleks pemakaman keluarga Kerajaan Cakra Langit. Mulai dari pagar hingga susunan batu nisan memang seperti bangunan tua. Pada setiap batu nisan kuburan juga terdapat ukiran yang umumnya digunakan makam dari kalangan bangsawan.
Akses jalan menuju lokasi pemakaman belum beraspal. Menaiki perbukitan di dalam hutan. Namun, masih bisa menggunakan kendaraan bermotor. Dari jalan raya, butuh waktu sekitar 10 menit. Kompleks pemakaman dari bangunan tua yang masih kukuh dan tersusun rapi.
Sejumlah nama dengan beragam gelar dipasang pada nisan-nisan makam. Mulai dari, syekh, raden, tumenggung, hingga empu. Nama-nama itu tidak tertulis pada batu nisan tiap kuburan, melainkan dalam potongan kayu yang ditancapkan di atas makam.
Di antaranya, Syekh Muhammad Ilyas, Resi Bengah, R. Arya Cakra Langit (cucu Raden Fatah), dan Putri Tungga Dewi. Selain itu, R.A. Selendang Kencono Langit, Empu Djoko Samudera (K Brahmana), Sultan Maulana, dan Tumenggung Suropati. Lalu, Putri Lestari, Mahesa, Putri Ningrung, dan K Abdul Karim (Arya Kuda Kencono).
Samin, 69, warga Desa Kalianget Timur, Kecamatan Kalianget, mengaku baru kali pertama datang atau berziarah ke kompleks pemakaman setelah mendengar cerita dari keponakan. Bahwa, di desa ini terdapat area pemakaman orang-orang wali dari kalangan keluarga kerajaan.
Dia yang mengaku mengerti tentang ilmu kebatinan merasa lingkungan makam memang memiliki aura mistis. Laki-laki berpeci hitam itu mengaku datang ke makam hanya untuk bertawasul dan berdoa. Mengharap berkah dari para leluhur yang diyakini juga sebagai tokoh dan orang alim pada masanya.
”Setelah mendengar cerita keponakan, saya tertarik untuk berziarah ke sini. Tidak ada tujuan lain,” jelasnya.
Bagi warga Desa Sergang, Kecamatan Batuputih, bangunan makam tua itu sebenarnya bukan baru ditemukan. Sejak turun-temurun, bangunan itu sudah banyak diketahui warga. Bahkan, tidak jauh dari makam juga ada bangunan goa.
Kepala Desa Sergang Muh. Duki menyampaikan, saat itu memang hanya dianggap makam tua yang kurang diperhitungkan. Dibiarkan kurang terawat karena lokasinya juga jauh dari rumah warga.
Makam ini juga berada di atas lahan milik warga. Tidak ada fasilitas apa pun di sekitar makam kecuali pepohonan yang rimbun. Sebab, posisi tanah yang berada di perbukitan juga tidak bakal produktif untuk menjadi lahan pertanian.
Namun, kondisi itu berbanding terbalik dengan kondisi saat ini. Area pemakaman sudah dibukakan akses jalan, dialiri listrik hingga disediakan air. Hal ini dilakukan setelah Duki mengetahui banyak warga dari desa lain yang hendak berziarah.
Semakin ke sini, area pemakaman itu menarik perhatian warga setelah ada kegiatan keagamaan yang rutin digelar di sekitar makam atas inisiatif tokoh agama. Sejak saat itulah, ada salah seorang habib asal Banyuwangi yang merasakan bahwa kompleks pemakaman ini adalah bekas lingkungan kerajaan.
Bahkan, makam-makam itu adalah nisan dari keluarga kerajaan yang disebut Kerajaan Cakra Langit. Gua yang tidak jauh dari lokasi juga disebut tempat pertemuan keluarga kerajaan. Menurut Duki, habib itu pula yang menunjukkan nama-nama nisan.
Duki menceritakan, konon kerajaan ini dipimpin oleh Raden Mas Muhammad Ilyas (Syekh Muhammad Ilyas). Panglima perang dari kerajaan ini adalah Mahesa yang memiliki Keris Songgo Langit buatan Empu Djoko Samudera. Semua itu, jelas Duki, berdasarkan informasi yang disampaikan Habib Khusein asal Banyuwangi itu.
Sebelumnya area makam ini tidak dijaga satu pun juru kunci. Bahkan, akses jalan dan perawatan kompleks makam juga baru dilakukan sekitar dua pekan lalu. Setelah ada petunjuk bahwa kawasan makam ini patut dilestarikan.
Pemerintah desa bakal menyiapkan fasilitas umum di sekitar makam. Guna memfasilitasi para peziarah yang berdatangan. ”Kami akan siapkan untuk membangun toilet agar bisa digunakan pengunjung,” jelasnya.