SUMENEP – Tuntas sudah rangkaian Festival Keraton dan Masyarakat Adat ASEAN (FKMA) V. Festival itu ditutup dengan doa bersama untuk keselamatan bangsa serta parade musik tongtong di depan Masjid Jamik Sumenep pada Selasa malam (30/10).
Jalan Raya Trunojoyo di depan Masjid Jamik Sumenep menjadi panggung terbuka Selasa malam (30/10). Dengan lampu sorot yang tak begitu tajam, jalan yang menjadi pemisah antara masjid dan taman bunga tersebut tampak temaram. Tak ada kendaraan yang melintas. Di berbagai sudut jalan telah ditutup aparat kepolisian dan petugas dinas perhubungan.
Di sisi barat terdapat panggung ukuran sedang menghadap ke timur. Sementara di sebelah timur, kursi-kursi berjejer rapi ditempati delegasi kerajaan-kerajaan lintas negara. Peserta FKMA itu tidak hanya bisa melihat panggung, tetapi juga bisa memandang kemegahan Masjid Jamik berarsitektur klasik.
Banyak rangkaian yang digelar malam itu. Mulai dari laporan penyelenggaraan FKMA hingga testimoni peserta tentang Sumenep. Kemudian, pemberian gelar tokoh pelestari budaya terhadap Bupati A. Busyro Karim dan Wabup Achmad Fauzi oleh Forum Silaturahmi Keraton se-Nusantara (FSKN). Gelar itu diberikan Ketua Umum FSKN Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat.
Usai seremoni penutupan FKMA, acara dilanjutkan dengan doa bersama untuk keselamatan bangsa. Doa tersebut dipimpin A. Busyro Karim. Ratusan raja, sultan, pangeran, dan ratu membentuk setengah lingkaran. Mereka mengamini setiap bait doa yang dibacakan oleh pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimiyah itu.
”Selamatkan kami, bangsa dan negara ini dari musibah. Banyak kejadian yang luar biasa. Ada musibah di sana-sini, ada gempa, ada tsunami, ada pesawat yang jatuh,” demikian salah satu bait doa yang dibacakan Busyro.
”Ini peringatan bagi kami untuk selalu berbenah menjadi manusia-manusia yang baik ya Allah,” tambahnya.
Doa itu dibacakan dengan penuh khusyuk. Iringan musik instrumental menambah kekhidmatan para raja, sultan, pengeran, dan ratu dalam mengamini. Serta ribuan warga yang turut serta menyaksikan juga ikut mengamini doa-doa itu.
Tak sedikit dari warga yang hadir meneteskan air mata. Delegasi FKMA juga banyak yang sesenggukan. Bencana yang terjadi belakangan ini di Indonesia membuat mereka tak kuasa menahan tangis.
”Selamatkan kami dan generasi kami, bangsa kami. Ampunilah dosa-dosa kami. Jauhkan kami dari perpecahan. Jauhkan kami dari fitnah, adu domba, berita palsu, ujaran kebencian,” kata Busyro.
”Sadarkan mereka yang mau menghancurkan bangsa dan negara ini ya Allah. Agar tetap bersatu membangun bangsa dan negara ini. Hanya padamu ya Allah kami bersujud dan berdoa,” imbuhnya.
Setelah doa bersama, giliran parade musik tongtong. Ketika acara ini dimulai, puluhan ribu warga mulai merangsek ke jalan depan masjid. Bahkan, peserta musik tongtong kesulitan ketika hendak berjalan ke arah utara.
Ada 24 grup musik tongtong yang tampil. Mereka datang dari berbagai kabupaten di Madura. Beragam atraksi dipertontonkan para penabuh tongtong kepada para raja, sultan, pangeran, dan ratu yang hadir. Puluhan ribu warga menjadi saksi sejarah meriahnya acara tingkat internasional tersebut.
Tidak hanya di area Masjid Jamik yang berjubel. Di sepanjang jalan rute parade musik tongtong, ribuan warga telah berebut untuk menonton musik khas Madura itu. Rute parade musik tongtong itu dari Masjid Jamik ke utara dan belok kanan menuju Jalan Jenderal Sudirman. Kemudian, lanjut ke Jalan A. Yani dan finish di perempatan jalan kantor PT PLN (Persero) Sumenep.