27.9 C
Madura
Monday, June 5, 2023

Tekan Dekadensi Moral dengan Budaya Lokal

BANGKALAN – Pemkembangan teknologi tidak dapat dipungkiri. Namun, penguatan pendidikan karakter dan moral tidak boleh surut. Salah satu solusi yang dinilai mampu menekan dekadensi moral itu adalah pendekatan budaya.

Persoalan tersebut dibahas dalam sarasehan budaya Madura era milenial di Gedung Serbaguna Rato Ebuh Bangkalan Rabu malam (20/2). Budayawan D. Zawawi Imron dan Sastrawan Madura Lukman Hakim AG. menyampaikan gagasannya mengenai penguatan budaya Madura. Salah satunya melalui pendidikan bahasa dan sastra Madura.

Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron menyebutkan bahwa akhlak generasi muda kian terkikis. Seperti adanya kasus murid berperilaku amoral pada guru. Persoalan tersebut menjadi tugas bersama. Khususnya pemuda untuk menjaga kultur Madura yang menjunjung tinggi akhlak.

Bukan hanya moral, generasi saat ini banyak tidak mengetahui bahasa daerah dengan baik. Terutama bahasa Madura halus. Pria yang akrab disapa Ra Latif itu mengaku sudah meminta dinas pendidikan (disdik) lebih gencar menerapkan bahasa Madura di sekolah. Disdik diminta menginstruksikan sekolah, terutama SD, untuk menggunakan bahasa pengantar berbahasa Madura dalam setiap pelajaran. Minimal sekali dalam sepekan.

Baca Juga :  Menghikmati Kepenyairan, Mengarungi Kesusastraan

”Sebagai salah satu muatan lokal. Agar tidak lupa dengan bahasa sendiri. Bahasa yang menjadi warna tersendiri dalam kesatuan bangsa,” kata Ra Latif.

Sarasehan budaya Madura tersebut diharapkan menjadi motivasi untuk bisa mempertahankan dan melestarikan budaya di era perkembangan teknologi dan informasi ini. ”Banyak yang mengatakan Madura itu unik, estetik, dan agamais. Pandangan positif ini perlu dipertahankan,” sambungnya.

D. Zawawi Imron menyebut tata krama selalu dijunjung tinggi orang Madura. Karena itu, sopan santun tidak boleh luntur. Begitu juga dengan bahasa. Bahasa merupakan identitas. Madura memiliki beberapa tingkatan bahasa.

Dia mengapresiasi jika pemuda Madura bisa memahami dan menerapkan bahasa Madura. Terlebih bisa bersastra Madura. ”Bahasa sastra itu bahasa yang supersopan,” ucap penyair puisi Celurit Emas itu.

Ketua PC PMII Bangkalan Baijuri Alwi menyampaikan, saat ini banyak terjadi penurunan moral pemuda. Kegiatan tersebut tidak hanya bertujuan memberikan pemahaman kepada peserta. Tetapi juga mengajak semua elemen bersama menanggapi persoalan merosotnya perilaku pemuda saat ini.

”Kami ingin memberitahukan bahwa salah satu untuk mengurangi dekadensi moral bisa dengan budaya lokal. Ini tidak akan selesai sampai di sini,” ujar pemuda berkacamata itu. Setelah sarasehan, pihaknya akan memberikan atensi kepada pemerintah daerah agar lebih aktif mengajak masyarakat melestarikan budaya.

Baca Juga :  Wajib Bahasa Madura Nilai Tak Perlu Tunggu Perbup

Panitia mendatangkan D. Zawawi Imron diharapkan bisa mengajak semua elemen dan menyadarkan pentingnya budaya Madura.Lukman Hakim AG dipilih sebagai pembicara karena koordinator liputan (korlip) Jawa Pos Radar Madura itu aktif menulis sastra Madura. ”Lebih mengenalkan kepada pemuda bahwa sastra Madura itu menarik dan harus kita lestarikan bersama,” ucap Baijuri.

Lukman mengungkapkan, perkembangan sastra tulis Madura saat ini mulai menggembirakan. Tidak sedikit orang Madura yang menulis dengan bahasa Madura. Sejak Juli 2015, rubrik Sastra Budaya JPRM memuat karya sastra berbahasa Madura. Sejak saat itu banyak generasi muda Madura yang mengirimkan karyanya untuk diterbitkan.

”Dua puluh dari 21 penulis yang karyanya dimuat dalam buku Tora; Satengkes Carpan Madura itu kelahiran 1980 hingga 2000. Hanya satu penulis yang lahir 1970-an. Ini bukti nyata generasi milenial tidak enggan berbahasa Madura,” ungkap redaktur budaya JPRM itu.

BANGKALAN – Pemkembangan teknologi tidak dapat dipungkiri. Namun, penguatan pendidikan karakter dan moral tidak boleh surut. Salah satu solusi yang dinilai mampu menekan dekadensi moral itu adalah pendekatan budaya.

Persoalan tersebut dibahas dalam sarasehan budaya Madura era milenial di Gedung Serbaguna Rato Ebuh Bangkalan Rabu malam (20/2). Budayawan D. Zawawi Imron dan Sastrawan Madura Lukman Hakim AG. menyampaikan gagasannya mengenai penguatan budaya Madura. Salah satunya melalui pendidikan bahasa dan sastra Madura.

Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron menyebutkan bahwa akhlak generasi muda kian terkikis. Seperti adanya kasus murid berperilaku amoral pada guru. Persoalan tersebut menjadi tugas bersama. Khususnya pemuda untuk menjaga kultur Madura yang menjunjung tinggi akhlak.


Bukan hanya moral, generasi saat ini banyak tidak mengetahui bahasa daerah dengan baik. Terutama bahasa Madura halus. Pria yang akrab disapa Ra Latif itu mengaku sudah meminta dinas pendidikan (disdik) lebih gencar menerapkan bahasa Madura di sekolah. Disdik diminta menginstruksikan sekolah, terutama SD, untuk menggunakan bahasa pengantar berbahasa Madura dalam setiap pelajaran. Minimal sekali dalam sepekan.

Baca Juga :  Si Celurit Emas Persembahkan Lukisan KH Hasyim Asy’ari

”Sebagai salah satu muatan lokal. Agar tidak lupa dengan bahasa sendiri. Bahasa yang menjadi warna tersendiri dalam kesatuan bangsa,” kata Ra Latif.

Sarasehan budaya Madura tersebut diharapkan menjadi motivasi untuk bisa mempertahankan dan melestarikan budaya di era perkembangan teknologi dan informasi ini. ”Banyak yang mengatakan Madura itu unik, estetik, dan agamais. Pandangan positif ini perlu dipertahankan,” sambungnya.

D. Zawawi Imron menyebut tata krama selalu dijunjung tinggi orang Madura. Karena itu, sopan santun tidak boleh luntur. Begitu juga dengan bahasa. Bahasa merupakan identitas. Madura memiliki beberapa tingkatan bahasa.

- Advertisement -

Dia mengapresiasi jika pemuda Madura bisa memahami dan menerapkan bahasa Madura. Terlebih bisa bersastra Madura. ”Bahasa sastra itu bahasa yang supersopan,” ucap penyair puisi Celurit Emas itu.

Ketua PC PMII Bangkalan Baijuri Alwi menyampaikan, saat ini banyak terjadi penurunan moral pemuda. Kegiatan tersebut tidak hanya bertujuan memberikan pemahaman kepada peserta. Tetapi juga mengajak semua elemen bersama menanggapi persoalan merosotnya perilaku pemuda saat ini.

”Kami ingin memberitahukan bahwa salah satu untuk mengurangi dekadensi moral bisa dengan budaya lokal. Ini tidak akan selesai sampai di sini,” ujar pemuda berkacamata itu. Setelah sarasehan, pihaknya akan memberikan atensi kepada pemerintah daerah agar lebih aktif mengajak masyarakat melestarikan budaya.

Baca Juga :  Ajaga Tana Ajaga Na’poto

Panitia mendatangkan D. Zawawi Imron diharapkan bisa mengajak semua elemen dan menyadarkan pentingnya budaya Madura.Lukman Hakim AG dipilih sebagai pembicara karena koordinator liputan (korlip) Jawa Pos Radar Madura itu aktif menulis sastra Madura. ”Lebih mengenalkan kepada pemuda bahwa sastra Madura itu menarik dan harus kita lestarikan bersama,” ucap Baijuri.

Lukman mengungkapkan, perkembangan sastra tulis Madura saat ini mulai menggembirakan. Tidak sedikit orang Madura yang menulis dengan bahasa Madura. Sejak Juli 2015, rubrik Sastra Budaya JPRM memuat karya sastra berbahasa Madura. Sejak saat itu banyak generasi muda Madura yang mengirimkan karyanya untuk diterbitkan.

”Dua puluh dari 21 penulis yang karyanya dimuat dalam buku Tora; Satengkes Carpan Madura itu kelahiran 1980 hingga 2000. Hanya satu penulis yang lahir 1970-an. Ini bukti nyata generasi milenial tidak enggan berbahasa Madura,” ungkap redaktur budaya JPRM itu.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/