EKSISTENSI kesenian tari di Sumenep sejak pandemi Covid-19 kian menyusut. Ruang berekpresi sangatlah terbatas, tidak ada event terbuka karena dianggap bisa memicu kerumunan. Sebagaimana banyak kegiatan lain yang juga dilarang digelar.
Ketua Jaringan Pegiat Tari (Gayatri) Sumenep Raudatul Hasanah menyampaikan, pandemi yang tak kunjung berakhir sangat mengancam eksistensi kesenian tari. Ruang eksplorasi bagi para pegiat seni nyaris tidak ada. Hal yang wajar sebagai langkah kemanusiaan untuk menyelamatkan sesama.
Namun, kondisi ini tidak boleh dibiarkan mengegerogoti seni dan kebudayaan lokal di Sumenep. Salah satunya, seni tari yang tentu penting untuk selalu dilestarikan. Untuk itulah, pihaknya terus berinovasi agar seni tari di Sumenep tidak punah.
Sekalipun disesuaikan dengan situasi pandemi. Misalnya, menggelar latihan dengan membatasi jumlah atau sesuai protokol ksehetan. Bahkan, sejak penerapan PPKM awal Juli lalu, latihan sempat dihentikan sementara.
Baru diaktifkan kembali sejak Sumenep PPKM level 3. Mengingat, latihan bagi penari adalah kewajiban. Sebab, mereka dituntut menyeragamkan gerakan untuk tampil di salah satu event.
”Sekarang latihan kami atur bersesi, dua kali dalam sepekan dengan kelompok tari yang berbeda,” jelasnya,
Menurutnya, sekalipun ruang tampil terbatas, antusias masyarakat untuk belajar menari masih cukup tinggi. Hal ini bisa diketahui dari antusiasnya para anggota Gayatri untuk berlatih. Termasuk calon penari usia muda yang bermunculan untuk bergabung. (jun)
EKSISTENSI kesenian tari di Sumenep sejak pandemi Covid-19 kian menyusut. Ruang berekpresi sangatlah terbatas, tidak ada event terbuka karena dianggap bisa memicu kerumunan. Sebagaimana banyak kegiatan lain yang juga dilarang digelar.
Ketua Jaringan Pegiat Tari (Gayatri) Sumenep Raudatul Hasanah menyampaikan, pandemi yang tak kunjung berakhir sangat mengancam eksistensi kesenian tari. Ruang eksplorasi bagi para pegiat seni nyaris tidak ada. Hal yang wajar sebagai langkah kemanusiaan untuk menyelamatkan sesama.
Namun, kondisi ini tidak boleh dibiarkan mengegerogoti seni dan kebudayaan lokal di Sumenep. Salah satunya, seni tari yang tentu penting untuk selalu dilestarikan. Untuk itulah, pihaknya terus berinovasi agar seni tari di Sumenep tidak punah.
Sekalipun disesuaikan dengan situasi pandemi. Misalnya, menggelar latihan dengan membatasi jumlah atau sesuai protokol ksehetan. Bahkan, sejak penerapan PPKM awal Juli lalu, latihan sempat dihentikan sementara.
Baru diaktifkan kembali sejak Sumenep PPKM level 3. Mengingat, latihan bagi penari adalah kewajiban. Sebab, mereka dituntut menyeragamkan gerakan untuk tampil di salah satu event.
”Sekarang latihan kami atur bersesi, dua kali dalam sepekan dengan kelompok tari yang berbeda,” jelasnya,
Menurutnya, sekalipun ruang tampil terbatas, antusias masyarakat untuk belajar menari masih cukup tinggi. Hal ini bisa diketahui dari antusiasnya para anggota Gayatri untuk berlatih. Termasuk calon penari usia muda yang bermunculan untuk bergabung. (jun)
- Advertisement -