SAMPANG – Stunting atau permasalahan gizi kronis masih menjadi program prioritas Dinas Kesehatan (Dinkes) Sampang. Pasalnya, saat ini angka bayi dan anak yang mengalami stunting masih tinggi. Salah satu daerah dengan kasus stunting tinggi, yakni Pulau Mandangin.
Fakta tersebut disampaikan Plt Kepala Dinkes Sampang Agus Mulyadi kemarin (30/10). Menurut Agus, ada beberapa faktor yang menyebabkan bayi dan anak di Mandangin mengalami stunting. Salah satunya karena faktor pola makan.
”Penyebabnya dari kebiasaan makan, pola makan dari balita,” katanya. ”Kemudian mungkin juga budaya yang mengatakan bahwa makan ikan dapat menyebabkan cacingan. Itu masih ada sampai sekarang,” tambahnya.
Faktor sosial dan ekonomi juga berpengaruh. Di Mandangin banyak bayi dan anak tidak diasuh sendiri oleh orang tuanya. Mereka diasuh oleh kakek dan nenek atau orang tua dari si ibu anak.
Orang tua anak memilih merantau ke beberapa kota besar di tanah air, seperti Surabaya dan lainnya. ”Sementara kakek dan neneknya tidak tahu caranya merawat bayi dan anak,” imbuhnya.
Untuk mengatasi stunting, dinkes mengklaim sudah melakukan berbagai langkah dan terobosan. Misalnya, pertama, melakukan identifikasi permasalahan. Kedua, pelatihan pemberian makan bayi dan anak (PMBA). Ketiga, melatih kader pandai membuat makanan pendamping untuk bayi dan anak agar mereka mendapatkan gizi seimbang.
”Di Mandangin ada bahan ikan. Lah, ikan itu yang dibuat menu. Mungkin masyarakat di sana tidak paham mengolahnya. Nanti dilatih oleh fasilitator agar ikan diolah jadi makanan yang beragam,” imbuhnya.
Tidak disebutkan berapa angka bayi dan anak di Mandangin yang mengalami stunting. Sebab menurutnya, pihaknya melakukan survei tingkat kabupaten. Secara umum di Sampang mengalami penurunan angka stunting.
”Kasus stunting tiga tahun terakhir sudah mengalami perbaikan dan penurunan. Angka terakhir pada Agustus itu prevalensinya sudah mengalami penurunan,” jelasnya.
Saat ini di Sampang ada sekitar 76 ribu bayi dan anak. Dari jumlah tersebut, bayi dan anak yang mengalami stunting diperkirakan mencapai 17 persen. Angka ini diketahui setelah dinkes melakukan survei dengan teknik sampling 2–5 ribu bayi dan anak.
”Angka penurunan dari 46 persen, 44 persen, 38 persen, 28 persen. Terakhir kemarin itu 17 persen hasil penimbangan yang dilakukan di posyandu, kemudian mendatangi rumah-rumah,” tambahnya.
”Tapi masih perlu kerja keras kita. Karena tidak semuanya penurunannya merata. Ada beberapa desa yang masih tinggi. Tapi, secara kabupaten sudah menurun,” tegasnya.