SAMPANG – Wacana pengusulan harga pokok penjualan (HPP) garam telah lama didengungkan. Saat Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa melakukan kunjungan kerja ke Sampang pada 22 Juli, yang dibahas juga masalah tersebut. Tetapi, sampai saat ini belum ada kejelasan.
Kabid Perikanan dan Budi Daya Dinas Perikanan Sampang Moh. Mahfud mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menerima informasi HPP garam. Apalagi saat ini di Jakarta tengah sibuk soal pergantian kabinet. Karena itulah, HPP garam tidak mungkin keluar dalam waktu dekat.
”Sampai sekarang belum ada kabar. Ya mungkin karena di Jakarta masih sibuk dengan pelantikan presiden dan penyusunan kabinet baru,” kata Mahfud kemarin (20/10).
Sebenarnya saat ini sudah memasuki masa puncak panen garam rakyat. Tetapi, harga garam justru sedang anjlok. Inilah kemudian yang membuat para petani garam menjerit karena hasil panennya tak terbeli dengan harga layak.
Rata-rata harga garam rakyat dengan kualitas terbaik terjual Rp 400 hingga Rp 450 per kilogram (kg). Harga kurang menguntungkan bagi petani. Bahkan, untuk hitung-hitungan bisnis merugikan petani.
Idealnya, menurut Mahfud, harga garam K-1 bisa terjual di atas Rp 1.000/kg. Sebab, break-even point (BEP) garam kisaran antara Rp 800 hingga Rp 900 per kg. Jika terjual di bawah angka tersebut menurut Mahfud petani yang jadi korban. ”Idealnya harga garam K-1 itu di atas Rp 1.000. Dengan begitu, petani bisa mendapatkan keuntungan,” tegasnya.
Mahfud tidak bisa memastikan kapan HPP garam akan diterbitkan oleh pemerintah pusat. Kalaupun tidak turun bulan ini, harapannya bisa turun bulan depan. Bahkan, setelah musim panen sekalipun tidak terlalu dipersoalkan.
”Alangkah lebih baik HPP itu ditentukan sekarang. Tetapi, bulan depan juga tidak apa-apa. Sebab, HPP ini akan digunakan dalam jangka panjang, untuk musim panen yang akan datang,” imbuhnya.
Direktur Utama PT Garam (Persero) Budi Sasongko juga mengaku tidak tahu kapan HPP garam akan diterbitkan oleh pemerintah pusat. Tetapi, pihaknya juga berharap agar HPP garam tinggi. Baginya, idealnya garam rakyat dengan kualitas terbaik layak dihargai Rp 1.500/kg. ”Kalau mencapai Rp 1.500 petani akan untung,” jelasnya. ”PT Garam kan petani juga. Cuma bedanya, kami petani pelat merah,” tukasnya.
Petani garam di Kelurahan Polagan, Kecamatan Sampang, Rudi mengaku bahwa dirinya beserta ribuan petani lainnya menjadi korban rendahnya harga garam. Sebab, hasil produksi garam meski melimpah tidak memberikan keuntungan lebih. Pasalnya, harga jual jauh di bawah harapan petani.
”Kalau petani, berharap harganya di atas Rp 1.000. Tapi jangankan mencapai angka tersebut, separonya saja tidak,” katanya. ”Kami berharap pemerintah segera turun tangan,” imbuhnya.