SAMPANG – Setiap tahun Dinas Perikanan Sampang mengeluarkan anggaran untuk pengelolaan kolam tambak budi daya ikan di Jalan Diponegoro. Tambak tersebut memiliki luas 63,917 meter persegi yang bisa menampung sekitar 30 ribu bibit ikan.
Pengelolaan tambak dimulai sejak 2017. Tahun lalu dinas yang dinakhodai Eny Muharjini itu mengeluarkan dana Rp 170 juta untuk program pengelolaan tambak budi daya ikan. Tahun ini, anggaran untuk program tersebut meningkat menjadi Rp 190 juta.
Akan tetapi, hingga kini keberadaan kolam tambak tersebut dinilai belum bermanfaat bagi masyarakat. Terutama dalam hal mendorong peningkatan hasil produksi usaha budi daya ikan.
Anggota Komisi II DPRD Sampang Sahid mengatakan, pengelolaan tambak percontohan tersebut sebagai media pembelajaran bagi masyarakat atau pembudi daya ikan. Tujuannya, agar masyarakat mengetahui teknik pengelolaan tambak ikan yang baik.
Namun selama ini dinas perikanan tidak serius mengelola tambak tersebut. Indikasinya, warga tidak dilibatkan dalam pengelolaan tambak. Setelah program yang dijalankan selesai, tidak ada upaya tindak lanjut dari dinas untuk mengawasi dan memberikan pembinaan kepada warga dalam menjalankan usaha budi daya ikan.
”Dinas perikanan masih setengah hati mengelola tambak percontohan itu. Padahal tambak itu menjadi tolok ukur akan keberhasilan usaha budi daya ikan di Sampang,” ujarnya.
Menurut dia, usaha budi daya di Sampang memiliki potensi untuk dikembangkan. Kebutuhan terhadap ikan air tawar terus meningkat. Oleh karena itu, program yang dijalankan dinas perikanan hendaknya bisa meningkatkan kemajuan usaha budi daya ikan di Sampang. Baik dari segi kualitas maupun kuantitas ikan.
”Asas manfaat dari keberadaan tambak percontohan itu harus jelas. Kami tidak ingin dalam pengelolaannya hanya menghabiskan anggaran tapi tidak ada hasil nyata,” kritik Sahid.
Dia mengaku sudah mengingatkan dinas perikanan bahwa tujuan pengelolaan tambak ialah mendorong minat masyarakat untuk menjalankan usaha budi daya ikan. Menurut dia, usaha budi daya ikan bisa menjadi bisnis yang menguntungkan.
Itu karena usaha tersebut lebih terukur dibandingkan usaha ikan tangkap. Usaha nelayan mengandalkan jumlah ikan di laut. Sedangkan budi daya ikan bergantung terhadap kondisi lingkungan dan alam.
”Kuncinya, petambak konsisten dalam mengelola tambak. Saya tahu karena sudah lama menjalankan usaha budi daya ikan. Penjualan hasil produksi juga tidak sulit,” tuturnya.
Politikus Golkar itu meminta agar dinas perikanan maksimal mengelola tambak percontohan tersebut. Yakni, melibatkan masyarakat dan menerapkan sistem integrated multi-trophic aquaculture (IMTA).
Sistem tersebut, kata Sahid, merupakan teknologi perikanan budi daya dengan mengoptimalkan petakan tambak. Dalam satu petak tambak bisa menghasilkan produksi yang melimpah.
Pihaknya akan terus mengawasi pengelolaan tambak tersebut. Agar keberadaannya bisa sesuai dengan harapan. Keberhasilan pengelolaan tambak itu menjadi tolok ukur bagi dinas perikanan dalam menjalankan program pengembangan usaha budi daya ikan.
”Masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan tambak itu. Misalnya para petambak garam supaya saat musim garam selesai bisa beralih profesi ke usaha budi daya ikan,” usul dia.
Kabid Budi Daya Perikanan Dinas Perikanan Sampang Moh. Machfud menampik jika pihaknya dituding tidak serius mengelola tambak percontohan tersebut. Dia mengklaim program pengelolaan tambak percontohan dan pengembangan usaha budi daya ikan sudah berjalan maksimal. Dua tahun terakhir ini pihaknya fokus pada peningkatkan hasil produksi.
”Setiap tahun hasil produksi ikan melebihi target. Baik dari tambak percontohan maupun dari kolam budi daya ikan milik warga,” tandasnya.