SAMPANG – Penyediaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk SD tahun anggaran 2018 mencapai Rp 55.347.200.000. Angka itu meningkat drastis dibandingkan penyediaan BOS 2017 sebesar Rp 50.000.000.
Dana itu dialokasikan kepada 1.542 siswa di 618 lembaga SD/MI, baik negeri maupun swasta. Jumlah yang diterima tiap siswa Rp 800.000 per tahun. Bantuan dari dana alokasi umum (DAU) itu diberikan per triwulan sebesar Rp 200.000.
Penggunaan BOS yaitu belanja pegawai Rp 29.430.000. Belanja barang dan jasa Rp 55.317.770.000. Belanja barang dan jasa terdiri dari belanja barang dana BOS sebesar Rp 55.275.051.500. Belanja barang dana BOS di berikan kepada 618 lembaga di 14 kecamatan se-Sampang.
Rata-rata SD/MI per kecamatan mendapat dana Rp 1,5 miliar–Rp 8 miliar. SD/MI di Kecamatan Kedungdung mendapat Rp 4.589.415.735, Banyuates Rp 5.231.674.765, Camplong Rp 5.341.469.374, Jrengik Rp 2.522.244.875, Karang Penang Rp 2.250.914.159, Ketapang Rp 4.678.775.345, Omben Rp 4.749.138.446, Pangarengan Rp 1.961.152.811, Robatal Rp 2.713.146.636, Sampang Rp 8.263.856.466, Sokobanah Rp 4.565.290.807, Sreseh Rp 1.590.605.296, Tambelangan Rp 3.915.646.609, dan Torjun Rp 2.901.720.176.
Kabid Pembinaan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan (Disdik) Sampang Achmad Mawardi mengatakan, anggaran Rp 55 miliar itu bisa naik dan turun. Alasannya, laporan sesuai dapodik jumlah siswa bisa naik dan turun juga. Menurutnya, anggaran itu bisa saja naik sampai Rp 60 miliar.
”Kami menunggu laporan triwulan jumlah siswa dari tiap sekolah,” ucapnya kemarin (16/12). Dia tidak mengetahui anggaran penyediaan dana BOS 2017 hanya Rp 50 juta. Mawardi beralasan baru menjabat sebagai Kabid Pembinaan SD di Disdik Sampang.
Apakah ada target capaian kinerja terutama untuk meningkatkan IPM bidang pendidikan? Mawardi mengaku, target kinerja penyediaan dana BOS hampir 100 persen sekolah tidak menarik uang dari orang tua siswa. ”Dengan adanya dana BOS ini, kebutuhan pendidikan SD memenuhi. Jadi sudah tidak ada lagi penarikan biaya,” jelas dia.
Mengenai IPM, kata Mawardi, belum bisa meningkat. Dia menilai perlu ada anggaran lebih untuk meningkatkan standar pelayanan minimal agar bisa mendongkrak IPM bidang pendidikan. Menurut dia, komite sekolah dipersilakan menarik biaya tambahan. ”Tapi harus ada pemberitahuan atau izin dari disdik. Kalau ada sekolah yang memiliki potensi, pembinaan tidak cukup dari dana BOS. Itu harus ditampung sekolah,” terangnya.
Mawardi mengaku, istilah sekolah gratis akan membelenggu SD untuk bisa mengembangkan sekolah. Padahal, pelayanan dasar seperti bidang pendidikan menjadi tanggung jawab penuh pemerintah. ”Bagaimana minta bagus, minta prestasi yang hebat ketika pembiayaannya sangat minimalis,” dalihnya.
Kemampuan pemerintah daerah terbatas. Karena itu, pihak sekolah melalui komite perlu meminta sumbangan kepada orang tua siswa. ”Itu diperbolehkan. Sekarang boleh. Pada dasarnya tidak ada masalah. Ketika sekolah gratis seolah-olah tidak ada biaya lagi,” ucapnya.
Untuk mencairkan dana BOS, setiap sekolah harus mengirim proposal. Dana untuk operasional sekolah itu digunakan sebagai pengganti biaya siswa. Contohnya, ekstrakurikuler, ATK, dan lain-lain. ”Yang mengelola sekolah. Mereka nanti yang mengusulkan kegiatan pembelajaran melalui dana BOS. Bisa untuk beli buku,” terangnya.
Dia mengakui 15 persen dari dana BOS diperbolehkan untuk membayar honor guru. Kemudian 15 persennya lagi, misalnya, untuk pembelian buku. ”Itu tidak masalah. Semua yang melakukan kegiatan sekolah. Sekolah yang merencanakan dan membelanjakan,” ujarnya.
Sekretaris Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) Tamsul menilai, jumlah anggaran yang besar bisa jadi terobosan yang baik. Tetapi, program Pemkab Sampang dan khususnya disdik belum ada output yang jelas.
”Di Sampang ini hanya bisa menghabiskan anggaran. Tetapi dari anggaran yang dihabiskan, tidak punya tolok ukur yang jelas mengenai manfaat yang bisa dirasakan dari anggaran yang besar itu,” katanya.