SAMPANG – Wajar bila garam rakyat tidak memiliki kepastian harga. Sebab, saat ini pemerintah pusat memang tidak mematok harga garam. Akibatnya, mekanisme pasar menjadi penentu harga bahan pelengkap bumbu dapur itu.
Kabid Perikanan dan Budi Daya Dinas Perikanan Sampang Moh. Mahfud mengatakan, sampai saat ini pemerintah belum menentukan harga garam. Ini bukan tahun pertama, tidak ada patokan harga. Tahun lalu juga terjadi hal serupa.
”Pemerintah pernah mematok harga garam, sekitar 2015 lalu kalau tidak salah,” kata Mahfud kemarin (15/7).
Pihaknya tidak tahu pasti mengapa pemerintah tidak lagi menentukan harga garam. Sebab, menurutnya, penentuan harga itu lintas kementerian. Mulai dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta para stakeholder lainnya. Termasuk para pengusaha garam swasta juga terlibat dalam penentuan harga tersebut.
”Informasinya sudah ada perbincangan terkait harga garam ini. Tetapi sampai saat ini perkembangannya seperti apa, saya kurang tahu,” ujarnya.
Akibat tidak adanya regulasi yang mengatur tentang patokan harga garam, maka mekanisme pasar yang menentukan. Saat ini rata-rata harga garam berada di kisaran Rp 400 di tingkat petani dan Rp 700 di gudang PT Garam. Harga tersebut menurutnya terlalu rendah.
Menurut Mahfud, harga garam akan dinilai layak manakala berada di angka lebih dari Rp 1.000. Bahkan, dia berharap harga garam bisa mencapai Rp 1.500 atau hingga Rp 2.000 per kilogramnya untuk kualitas terbaik.
”Kalau harapan saya, garam kw 3 bisa di atas Rp 1.000. Untuk kw 2 dan kw 1 ya di atas Rp 1.500 hingga Rp 2.000 lah,” jelasnya.
Direktur Utama (Dirut) PT Garam Budi Sasongko juga menyebut bahwa saat ini tidak ada patokan harga garam. Karenanya, pembelian garam mengacu pada harga pasar. Di saat stok melimpah, maka harga garam bisa turun.
”Kami senasib dengan para petani. Di saat harga garam turun, PT Garam juga kena dampaknya. Sebab PT Garam kan juga petani garam,” akunya.