Sekilas Autobiografi
Nama : R. Slamet Kamaludin Gn
Lahir : Sumenep
Tanggal : 6 Juni 1923
Anak ke : 10 dari 10 saudara
Anggota : Peta (Sudanco)
Jabatan : Komandan Resimen 35 Jokotole Tahun 1947
Pangkat : Letnan Satu
Tanda Jasa Yang Diterima
1. Bintang Gerilya
2. Satyalencana GOM 1
3. Satyalencana GOM 2
4. Satyalencana GOM 3
5. Satyalencana GOM 4
6. Satyalencana Penegak
7. Satyalencana Perang Kemerdekaan kesatu dan kedua
8. Medali Sewindu Angkatan Perang RI
9. Satyalencana Kesetiaan
Karir
1. Tentara Peta
2. Kepala Depag
3. Kepala LP (Solo dan Manado)
4. Pengurus Mukhtasar NU
SAMPANG – Sabtu (10/11) merupakan Hari Pahlawan Nasional. Madura memiliki pahlawan atau pejuang yang mungkin belum banyak diketahui masyarakat. Pejuang tersebut adalah Letnan Satu R. Slamet Kamaludin Gn.
Pria kelahiran Kabupaten Sumenep itu menempati beberapa daerah sebagai tempat perjuangannya. Salah satunya di Jalan Lenteng Kecamatan Proppo dan Jalan Asem Manis Pamekasan. Siasat perang yang digunakan adalah perang Gerilya pada 27 Agustus 1947.
Serangan terhadap Belanda dipimpin langsung oleh Letnan Satu R. Slamet Kamaludin (Kompi Slamet Guno) sebagai julukannya. Hasil serangan tersebut membuat Madura dikuasai semua. Sementara Komandan Batalion dipimpin oleh Letnan Kolonel Chandra Hasan.
Pada 1948 tepatnya di bulan November, R. Slamet Kamaludin ditugaskan memberantas Abdul Kahar Muzakkar, ketua DI/TII di Sulawesi Selatan. Pada saat itu R. Slamet Kamaludin berpangkat kapten.
R. Muhammad Rahmatullah putra almarhum Letnan Satu R. Slamet Kamaludin Gn mengatakan, ayahnya wafat di Manado pada 22 Oktober 1977. Namun dimakamkan di Makam Kerajaan Asta Tinggi Sumenep. Untuk mengetahui cerita lengkap sang ayah, ada di beberapa buku sejarah. Misalnya buku berjudul sekitar perang kemerdekaan Indonesia yang ditulis Dr. A. H. Nasution. Buku Sejarah Madura Selayang Pandang yang ditulis Dr. Abdurachman.
”Saya punya bukti dokumen bahwa Kai’ (Panggilan terhadap ayahnya, Red) adalah Komandan Kompi Mobrig (penyerang utama, Red) pada Peristiwa Serangan Umum 16 Agustus 1947. Dua tahun sebelum serangan umumnya Letkol Soeharto,” jelasnya.
Pria yang akrab disapa Aam itu menambahkan, dalam buku sejarah dan cerita keluarganya bahwa sang ayah ketika bersama Letkol Chandra Hasan menyeberang dari Madura ke Jawa, tertangkap oleh Tentara KNIL. Lalu, dipenjara di Hobbiro, Jalan Pahlawan Surabaya. Kai’ sebagai opsir andalan Letkol Chandra Hasan ikut menyeberang ke Surabaya menaiki mobil dan bersembunyi di belakang jok mobil.
”Itu (ada di jok mobil, Red) dilakukan untuk menghindari supaya tidak ditangkap Tentara KNIL,” ujarnya.
Anak kedelapan dari sepuluh bersaudara itu menjelaskan, sesampainya di Surabaya, Kai’ menyamar sebagai masyarakat biasa dan berpura-pura melamar sebagai karyawan juru ketik di Hobbiro supaya bisa berhubungan terus dengan Letkol Chandra Hasan. Pada 1950, Kai’ ikut Kolonel Candra Hasan bertugas memberantas Abdul Kahar Muzakkar. Pada waktu itu pula sang ayah ikut berperan pembentukan Korem Toddopuli di Sulawesi Selatan.
”Kai’ waktu itu juga diambil anak angkat oleh Oma Hong. Cerita itu menurut seorang mantan tentara pejuang 45 yang ada di Sidoarjo,” bebernya.
Tidak hanya itu, lanjut bapak yang dikaruniai empat orang anak itu, peristiwa pelarian tentara yang dipimpin Letnan Slamet Kamaluddin, bahwa Kai’ bisa membuka gembok penjara dengan mengucapkan mantra Asma’ tertentu.
”Kai’ dan semua tentara yang ikut ajakan Kai’ lari dari penjara Lowok Waru. Semua berpuasa serta mengamalkan wiridan tertentu yang diajarkan Kai’. Kami bangga sebagai anak pejuang asli Madura,” tutupnya.