SAMPANG – Pemilihan kepala desa (pilkades) serentak di Sampang memang akan digelar 21 November mendatang. Tapi, aroma tak sedap sudah mewarnai pesta demokrasi tingkat desa tersebut.
Para bakal calon kepala desa (bacakades) dipungut biaya hingga Rp 2 juta lebih. Merebaknya kabar pungutan ini menyeruak hingga telinga wakil rakyat.
Sejumlah anggota dan pimpinan Komisi I DPRD Sampang mendapat laporan dari warga di dapilnya masing-masing. Seperti di Kecamatan Kedungdung yang dikabarkan ada pungutan sebesar Rp 2 juta. Di Kecamatan Tambelangan, informasinya masing-masing bacakades ditarik Rp 2,1 juta.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Sampang Ubaidillah mengungkapkan, pungutan biaya itu dilakukan untuk pelaksanaan tes urine bagi bacakades. Berdasarkan informasi yang diterimanya, biaya tes urine beserta tempat penginapan hanya sekitar Rp 850 ribu. Tetapi, perkembangannya di lapangan justru sampai Rp 2 juta lebih.
”Setelah kami mengonfirmasi ke beberapa orang di bawah, saya mendengar bahwa ada tarikan biaya sebesar Rp 2,1 juta. Bahkan, ada perkembangan isu antara Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Tapi yang pasti, saya mendengar Rp 2,1 juta,” ungkap Ubaidillah kemarin (7/10).
Yang disayangkan, kata dia, pungutan tersebut tidak memiliki landasan hukum yang jelas. Ubaidillah curiga ada yang kurang beres dalam pungutan biaya tersebut. ”Kalau regulasi mengatur, kami tidak akan menyoroti,” tegasnya.
Ketua Komisi I DPRD Sampang Nasafi menambahkan, pihaknya akan menyeriusi masalah tersebut. Rabu (9/10) pihaknya akan memanggil pihak dinas pemberdayaan masyarakat dan desa (DPMD) untuk mengklarifikasi masalah tersebut. Sebab, isu pungutan bagi bacakades sudah liar dan menjadi rahasia umum di masyarakat arus bawah.
”Kami sudah layangkan surat ke DPMD. Rabu (9/10) kami panggil ke sini untuk dimintai keterangan,” janjinya.
Wakil Ketua DPRD Sampang Fauzan Adima menyesalkan akan adanya pungutan tersebut. Apalagi angka peningkatannya cukup signifikan, dari Rp 850 ribu hingga mencapai Rp 3 juta. Terlebih hal itu tidak dibarengi dengan regulasi yang kuat.
”Barusan saya konfirmasi ke salah satu Sekcam, katanya Rp 2,1 juta itu masuk dengan penginapan hotel dari beberapa item. Misalnya, P2KD dibawa steril ke Surabaya, forkopimcam juga dibawa ke Surabaya, sehingga membengkak,” katanya.
Informasinya, pungutan Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta itu sudah disepakati oleh para bacakades. Meski demikian, pungutan tersebut tetap disayangkan. Apalagi biaya itu hanya digunakan untuk melakukan tes urine.
”Yang kami sayangkan kenapa tes narkoba itu tidak dilakukan di Sampang saja. Alasannya apa?” tanyanya.
Kedua, lanjut Fauzan, Bupati Sampang Slamet Junaidi sedang gencar-gencarnya ingin menaikkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sekitar Rp 149 miliar menjadi di atas Rp 200 miliar. ”Kalau tes urine di Sampang, maka PAD Sampang otomatis akan naik. Itu saja yang saya sayangkan. Kenapa harus ke luar Sampang,” tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala DPMD Sampang Abd. Malik Amrullah mengaku belum mendapat informasi terkait pungutan itu. ”Siapa yang mungut? Yang dipungut siapa?” katanya balik tanya.
Malik menjelaskan, biaya tes urine memang dibebankan pada bacakades. Sesuai yang diatur bersama yakni Rp 250 ribu untuk tes urine dan Rp 600 ribu untuk penginapan. Biaya penginapan cukup tinggi karena bacakades akan menginap di hotel berbintang di Surabaya. ”Peserta sendiri yang bayar. Itu kan urusan pribadi,” tukasnya.