Sebagai seorang pendatang, Mahfudh sempat bingung pada awal-awal menikah. Namun, berkat keuletannya, pria asal Pamekasan itu berhasil menjadi inspirasi banyak orang. Dari perkebunan melon yang dikembangkan, dia bisa meraup banyak keuntungan. Juga memberdayakan pemuda sekaligus meraih banyak penghargaan.
FADIL, Sampang, Jawa Pos Radar Madura

BERADA di daerah gersang perlu inovasi dan pemikiran yang hebat. Sebab, jika tidak melakukan sesuatu perubahan, akan terjebak pada keadaan. Sehingga, hidup terasa kaku dan penuh dengan bayangan ketidakpastian.
Beda dengan Mahfudh, warga Dusun Marenget Barat, Desa Bira Timur, Kecamatan Sokobanah, Sampang. Dia memilih pertanian melon. Berkat pengembangan buah itu dia meraih penghargaan No. 1 The Winner in Highly Recommended Agrotourism 2023 di Hotel Shangri–La Surabaya, Jumat (27/1).
Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Nurul Ulum di Pondok Pesantren (Ponpes) Karang ManggisPamekasan pada 2013, Mahfudh langsung menikahi Nor Azizah. Dari pernikahan dengan perempuan Dusun Marenget Barat, Desa Bira Timur, Kecamatan Sokobanah, itu mereka dikarunia dua buah hati. Nasyatul Ifroh dan Fransiska Putri Utami.
Mahfudh berasal dari Desa Pasanggar, Kecamatan Pegantenan, Pamekasan. ”Setelah menikah, saya bingung mau mengerjakan apa di sini. Karena kebetulan keadaannya sangat gersang,” jelasnya kepada Jawa Pos Radar Madura (JPRM) Sabtu (28/1).
Dengan keinginan segera memiliki pekerjaan, Mahfudh mencoba bisnis burung cinta (lovebird). Modal awal dia utang Rp 25 juta. Dengan modal itu, dia mencapai kesuksesan dengan meraih pendapatan dua kali lipat dari modal. Namun, bisnis burung warna-warni itu kemudian menurun. ”Itu saya kebingungan lagi mau ngapain,” kenang putra Maryam itu.
Lalu Mahfudh menghubungi temannya yang berada di Kabupaten Tulungagung. Temannya tersebut memberi informasi supaya Mahfudh menghubungi petani melon asal Bangkalan bernama Ahmadi.
”Akhirnya saya hubungi dan langsung main ke rumahnya. Di sana saya langsung belajar dan langsung saya eksekusi. Itu tahun 2016,” kenangnya. Dengan tanaman melon sebanyak 2.500 bibit, dia bisa panen 8 ton. Dengan omzet Rp 60 juta. ”Maka saya semakin semangat dalam bertani,” imbuhnya.
Saat ini, pria kelahiran 26 Oktober 1994 itu ingin melanjutkan kuliah jurusan manajemen. Selain menambah pengetahuan, juga karena sering diundang jadi narasumber di lembaga dan kementerian. Bahkan, oleh staf Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin.
Mahfudh memilih pertanian jenis hortikultura melon karena pangsa pasar luas dan hasilnya maksimal. Di kebunnya saat ini ada 16 jenis melon yang dikembangkan. Selain itu, ada juga melon unik berbentuk hati (love) dan kotak. Bahkan, saat ini tempatnya dijadikan pusat pelatihan pertanian Kampong Melon Napote.
Kebun melon itu juga menjadi agrowisata. Perkebunan Mahfudh panen empat kali dalam setahun. Per tahun untuk satu hektare bisa panen hingga 30 ton. Harga per buah Rp 10 ribu. Omzet kotor Rp 300 juta.
”Kalau modal untuk 1 hektare lebih kurang Rp 50 juta. Jadi, kita punya hasil sebesar Rp 250 juta sekali panen,” papar putra dari Moh. Binatu itu. Kebun melon Mahfudh semakin luas. Saat ini sudah ada 3 hektare. Dengan jumlah pekerja 10 orang. (*/luq)