PAMEKASAN, Jawa Pos Radar Madura – Kesadaran pemerintah desa untuk membayar pajak masih rendah. Buktinya, masih banyak desa yang nunggak pembayaran pajak dalam dua tahun terakhir. Padahal, tunggakan pajak tersebut bisa mengarah ke tindak pidana perpajakan.
Kepala Inspektorat Pamekasan Mohammad Alwi menyampaikan, tunggakan pajak pemerintah desa tidak hanya terjadi pada realisasi kegiatan 2021. Pada 2020 juga banyak desa yang belum membayar tanggungan pajak. Bahkan, desa tidak menyetor pajak yang seharusnya dilunasi.
”Sejak covid yang tidak membayar pajak,” ujarnya kemarin (28/6).
Alwi menyebut, jika desa tidak membayar tunggakan pajak, berpotensi menghambat terhadap pencairan DD tahap berikutnya. Menurutnya, hal itu sudah ada regulasi yang mengaturnya.
Meski begitu, inspektorat memberikan keringanan kepada desa yang punya tunggakan pajak. Yang terpenting, pemerintah desa punya komitmen untuk membayar dan melunasi. ”Bisa langsung bayar lunas atau mencicil,” ungkapnya.
Menurut Alwi, pemahaman pemerintah desa tentang pembayaran pajak kegiatan belum menyeluruh. Misalnya, saat melakukan pengadaan barang untuk kegiatan fisik. Jika penyedia jasa atau toko punya NPWP, maka kewajiban pajak yang harus dipungut satu setengah persen dari nilai anggaran.
Sebaliknya, jika penyedia jasa tidak memiliki NPWP, pungutan pajaknya menjadi tiga persen. ”Nah, terkadang ada ketidakpahaman. Padahal sudah ada ketentuannya,” paparnya.
Alwi menilai, ketidakpahaman pemerintah desa menjadi tanggung jawab Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. Artinya, pemerintah desa perlu dicekoki pemahaman terkait kewajiban pajak yang harus dibayar. Pihaknya, meminta agar institusi perpajakan untuk rajin melakukan sosialisasi.
”Memang harus rajin-rajin menyosialisasikan dan menyampaikan kepada desa, terutama dari KPP Pratama,” pintanya.
Kepala KPP Pratama Pamekasan Anis Yudiono menegaskan, pihaknya sudah melaksanakan kewajiban sosialisasi, penyuluhan, edukasi kepada bendahara desa. Terakhir, digelar pada 2021. Pihaknya juga melibatkan dari kecamatan.
Di antaranya, materi sosialisasi berkaitan kewajiban, cara pemungutan, penyetoran pajak, dan sebagainya. ”Memang itu menjadi tugas kami, melakukan penyuluhan, memonitor pembayarannya. Itu sudah kami lakukan,” tegasnya.
Anis mengungkapkan, kepatuhan pemerintah desa untuk membayar pajak memang belum maksimal. Utamanya dalam dua tahun terakhir. Namun, bukan berarti tidak ada desa yang tertib membayar dan memungut pajak yang sudah menjadi kewajiban desa.
Anis menilai, tunggakan pajak terjadi bukan karena ketidaktahuan pemerintah desa. Apalagi, realisasi kegiatan DD sudah berlangsung rutin setiap tahun. ”Kalau dibilang tidak tahu, nyatanya ada desa yang tertib membayar pajak,” ungkapnya.
Anis memaparkan, butuh pengawasan yang lebih ketat dari inspektorat serta instansi yang lain agar desa lebih tertib dalam membayar pajak. Sebab, hal itu berdampak pada kerugian negara karena ada kesengajaan tidak menyetor dan memungut kewajiban pajak.
Dampak yang lain, akan menjadi temuan dari inspektorat atau BPK karena berkaitan dengan ketertiban administrasi. Untuk itu, KPP Pratama Pamekasan mengajak agar pengawasan diperketat sehingga diharapkan ada kesadaran dari pemerintah desa untuk memenuhi kewajiban dalam masalah perpajakan.
”Desa diberi DD untuk pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat. Tetapi, juga harus punya kesadaran bahwa ada kewajiban pajak yang harus dilunasi,” papar Anis. (bil/rus)