PAMEKASAN, Jawa Pos Radar Madura – Sebaran rokok bodong melibatkan banyak tangan. Sales atau loper punya peran penting dalam distribusi. Mereka bertugas sebagai penengah antara produsen dan konsumen. Sekali berangkat, puluhan jenis rokok tanpa cukai bisa dijajakan pada masyarakat.
Jawa Pos Radar Madura (JPRM) melakukan pendalaman peredaran rokok bodong di Pulau Madura yang terkenal sebagai daerah penghasil tembakau. Dua sales mengaku bermain di lingkaran bisnis rokok ini. Para penjaja tersebut berasal dari dua kabupaten berbeda dengan jumlah barang bawaan fantastis.
AU (inisial) berasal dari Sampang. Dia mengaku sudah dua tahun bekerja sebagai penjaja dan pengantar barang yang merugikan negara tersebut. Pria 24 tahun itu berdalih tak punya pekerjaan lain untuk sekadar mencukupi kebutuhan sehari-hari.
AU mendapatkan rokok ilegal dari orang kedua pabrikan. Kemudian, dia menawarkan kepada konsumen. Termasuk toko-toko kelontong di pedesaan. Wilayah kerjanya berada di daerah Sampang dan Pamekasan. ”Intinya orang kepercayaan produsen lah,” katanya sedikit membuka perannya dalam bisnis yang satu ini.
Pesanan rokok bodong terhadap AU beragam. Bergantung permintaan konsumen. Paling sedikit, pemesanan dalam jumlah satu bal atau terdiri atas 25 slof rokok. Namun, ada juga yang memesan dalam jumlah besar hingga sepuluh bal untuk sekali jalan.
Menurut dia, produsen memiliki tangan kanan sendiri untuk melakukan penyebaran rokok ilegal. Jadi, tak semua sales bisa langsung melakukan pembelian ke pabrik. ”Sudah ada orang kepercayaannya. Ini untuk menjaga kerahasiaan bisnis yang dijalankan,” imbuhnya.
AU mendapatkan barang tersebut dari pabrikan di wilayah Pamekasan. Dia menyebut ada tiga kecamatan yang menjadi penghasil rokok bodong. Yaitu, Kecamatan Kadur, Pademawu, dan Waru. Sementara untuk wilayah Kabupaten Sampang berada di Kecamatan Karang Penang.
Seorang sales lain adalah I, warga Pamekasan. Menjajakan rokok ilegal merupakan pekerjaan sampingan bagi ayah satu anak tersebut. Sehari-hari dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di Pamekasan. Namun jika ada pesanan, di situlah I memainkan peran.
Dia menjajakan rokok ilegal pada kerabat dan teman terdekat. Awalnya, konsumen diberi secara gratis untuk mencoba kenikmatan rokok tersebut. Sebab, pabrikan sengaja memberikan testimoni produk. ”Kalau cocok, baru biasanya ada pembelian,” ujarnya.
Sama seperti AU, sekali I membawa barang, tak hanya satu jenis. Yang dibawa bisa tiga sampai empat sampel rokok bodong. Sebagian masyarakat justru menerima keberadaan rokok yang dijajakan I. Selain harga lebih murah, hanya Rp 4.000–Rp 8.000 satu bungkus, soal rasa juga dianggap tak terlalu berbeda dengan lainnya.
Karena itu, keberadaan rokok bodong gampang mendapat tempat di hati masyarakat. Sebagai sales, I mendapat keuntungan lumayan besar. ”Satu slof itu kadang bisa untung Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu. Bergantung jenis dan isi masing-masing rokok,” ucapnya.
Wilayah kerja I juga cukup luas. Rokok bodong yang didapatkan dari pabrik di wilayah Madura bisa dia jual ke luar daerah. Mulai dari Jember, Banyuangi, Situbondo, Probolinggo, hingga Bondowoso. Bahkan, bisa merambah ke luar provinsi. Termasuk DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Biasanya, I menggunakan jasa travel dan bisnis transportasi untuk mengirim rokok ilegal dari pemesan luar daerah. Selama ini, tak ada satu barang pun yang berhasil diamankan oleh petugas. ”Ini memang salah dan sempat takut, tapi ya mau gimana lagi,” ujarnya. (afg/luq)