28 C
Madura
Monday, May 29, 2023

Sekolah Negeri Kalah Saing dengan Swasta

PAMEKASAN – Pamor SD negeri kalah dengan madrasah ibtidaiyah (MI) swasta. Itu terbukti ketika tahun pelajaran baru sekolah yang dibiayai pemerintah itu sulit memenuhi pagu minimal rombongan belajar (rombel).

SDN Ceguk II, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, yang lokasinya tidak jauh dari Stadion Gelora Ratu Pamelingan (SGRP), tahun ini hanya berhasil menjaring 17 murid baru. Kepala SDN Ceguk 2 SK Madi Yanto mengatakan, jumlah siswa baru tersebut di bawah standar minimal rombel sebanyak 20 orang.

Meski demikian, 17 murid itu terbilang banyak. Ada beberapa sekolah yang muridnya lebih sedikit. Yanto menyampaikan, ada sejumlah kendala dalam memenuhi standar rombel sesuai ketentuan pemerintah. Salah satunya, menjamurnya MI swasta. Masyarakat lebih memilih MI swasta daripada SD negeri.

Walaupun lokasi rumahnya lebih dekat dengan SD negeri, warga tetap memilih MI swasta. Pemicunya, pengelola MI swasta memiliki kedekatan emosional yang tinggi dengan masyarakat.

Selain faktor kedekatan emosional, MI swasta memfasilitasi lebih kepada siswa baru. Dicontohkan, ada salah satu sekolah swasta yang muridnya banyak dari anak warga sekitar SDN Ceguk 2.

Setiap pagi, anak-anak yang sekolah di lembaga swasta itu difasilitasi antarjemput. Fasilitas tersebut yang juga menjadi bahan pertimbangan wali murid. ”Kami tidak memiliki fasilitas kendaraan untuk antarjemput murid,” keluh Yanto kemarin (17/7).

Kemudian, MI swasta rata-rata lebih aktif dari sisi mengadakan kegiatan. Sementara SD negeri, biasanya tidak ada lomba-lomba dan pentas seni seperti yang diadakan sekolah swasta.

Alasan itu juga kerap mengemuka di masyarakat. Tak ayal, sejak Yanto menakhodai SDN Ceguk 2, kegiatan layaknya sekolah MI swasta diadakan. ”Alhamdulillah hasilnya positif. Dulu sebelum saya (jadi kepala sekolah), muridnya hanya 8–9 orang,” katanya.

Baca Juga :  Jelang Mudik, Siagakan Ratusan Personel dan Dirikan Pos Pantau

Dia berharap, pemerintah segera memberikan solusi. Salah satunya, pembatasan pendirian sekolah swasta. Sebab, jika tidak dibatasi, sekolah negeri bisa gulung tikar lantaran kekurangan murid.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan Moch. Tarsun mengakui ada sejumlah SD negeri yang belum memenuhi standar minimal rombel. Tapi, dia belum memegang data konret penerimaan siswa baru tahun ini.

Sementara itu, murid di SDN Komis 2, Kecamatan Kedungdung, Sampang, hanya berjumlah tiga orang. Pihak sekolah tidak bisa berbuat banyak terkait kondisi tersebut. Kepala SDN Komis 2 Mehawai menuturkan, setiap tahun lembanganya selalu kekurangan murid baru.

Padahal, selama ini pihaknya sudah melakukan beberapa upaya untuk bisa mengatasi kondisi tersebut. Salah satunya, berkoordinasi dengan aparat desa dan tokoh masyarakat untuk menarik minat masyarakat agar menyekolahkan anaknya ke SDN Komis 2.

”Jauh-jauh hari kami dan komite sekolah keliling ke rumah-rumah warga. Tujuannya, meminta agar anak-anak disekolahkan di sini (SDN Komis 2, Red). Tapi, jumlah murid baru tetap sedikit. Bahkan semakin berkurang,” katanya.

Menurut Mehawai, ada beberapa faktor yang mengakibatkan jumlah murid baru sedikit. Di antaranya, masyarakat sekitar menyekolahkan anaknya ke MI. Alasannya, dengan masuk MI, anak bisa berlajar pendidikan umum dan ilmu agama.

Selain itu, faktor kondisi bangunan sekolah yang memprihatinkan. Jumlah ruang kelas di SDN Komis 2 terbatas. Semuanya sudah lama rusak dan tidak layak ditempati. Akibatnya, orang tua enggan mendaftarkan buah hatinya di sekolah tersebut.

Baca Juga :  Pesantren Tangguh Percepat Terbentuknya Herd Immunity

Namun, pihak sekolah tetap menerima siswa baru. ”Tidak mungkin kami tolak. Karena setiap tahun kami selalu kekurangan murid. Tapi, saat ini kami bingung dengan adanya aturan baru yang mewajibkan semua data siswa baru itu harus terdaftar di dapodik. Kami harap pemkab bisa memahami kondisi SD negeri di desa,” tuturnya.

Kabid Pembinaan Sekolah Dasar Dinas pendidikan (Disdik) Sampang Arief Budiansor menyatakan, kekurangan murid baru kerap kali terjadi di sejumlah SD negeri. Terutama, yang berada di pelosok desa. Sebab, selain banyak lembaga swasta, partisipasi masyarakat terhadap pendidikan masih minim.

”Ini tidak bisa diatasi dengan mudah. Perlu pendekatan persuasif antara pihak sekolah dan masyarakat. Masyarakat tidak bisa dipaksa memilih sekolah yang diminati,” ujarnya.

Pihaknya memberikan keringanan kepada semua SD negeri di pelosok untuk tetap menerima siswa baru meskipun waktunya terlambat. Dengan catatan tidak sampai pergantian semester.

”Kalau siswanya masih kurang, silakan buka pendaftaran lagi. Itu tidak jadi masalah. Kami juga tidak terlalu kaku menerapkan aturan dapodik. Terlebih untuk SD di desa,” terangnya.

Apakah SDN Komis 2 akan diperbaiki? Arif mengaku belum bisa memastikan. Dia berjanji akan turun ke lokasi untuk meninjau kerusakan. ”Kami survei dulu. Kalau memang kondisinya mendesak, perbaikan bakal kami upayakan,” ucapnya

PAMEKASAN – Pamor SD negeri kalah dengan madrasah ibtidaiyah (MI) swasta. Itu terbukti ketika tahun pelajaran baru sekolah yang dibiayai pemerintah itu sulit memenuhi pagu minimal rombongan belajar (rombel).

SDN Ceguk II, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, yang lokasinya tidak jauh dari Stadion Gelora Ratu Pamelingan (SGRP), tahun ini hanya berhasil menjaring 17 murid baru. Kepala SDN Ceguk 2 SK Madi Yanto mengatakan, jumlah siswa baru tersebut di bawah standar minimal rombel sebanyak 20 orang.

Meski demikian, 17 murid itu terbilang banyak. Ada beberapa sekolah yang muridnya lebih sedikit. Yanto menyampaikan, ada sejumlah kendala dalam memenuhi standar rombel sesuai ketentuan pemerintah. Salah satunya, menjamurnya MI swasta. Masyarakat lebih memilih MI swasta daripada SD negeri.


Walaupun lokasi rumahnya lebih dekat dengan SD negeri, warga tetap memilih MI swasta. Pemicunya, pengelola MI swasta memiliki kedekatan emosional yang tinggi dengan masyarakat.

Selain faktor kedekatan emosional, MI swasta memfasilitasi lebih kepada siswa baru. Dicontohkan, ada salah satu sekolah swasta yang muridnya banyak dari anak warga sekitar SDN Ceguk 2.

Setiap pagi, anak-anak yang sekolah di lembaga swasta itu difasilitasi antarjemput. Fasilitas tersebut yang juga menjadi bahan pertimbangan wali murid. ”Kami tidak memiliki fasilitas kendaraan untuk antarjemput murid,” keluh Yanto kemarin (17/7).

Kemudian, MI swasta rata-rata lebih aktif dari sisi mengadakan kegiatan. Sementara SD negeri, biasanya tidak ada lomba-lomba dan pentas seni seperti yang diadakan sekolah swasta.

- Advertisement -

Alasan itu juga kerap mengemuka di masyarakat. Tak ayal, sejak Yanto menakhodai SDN Ceguk 2, kegiatan layaknya sekolah MI swasta diadakan. ”Alhamdulillah hasilnya positif. Dulu sebelum saya (jadi kepala sekolah), muridnya hanya 8–9 orang,” katanya.

Baca Juga :  36 Ribu E-KTP Belum Dicetak

Dia berharap, pemerintah segera memberikan solusi. Salah satunya, pembatasan pendirian sekolah swasta. Sebab, jika tidak dibatasi, sekolah negeri bisa gulung tikar lantaran kekurangan murid.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan Moch. Tarsun mengakui ada sejumlah SD negeri yang belum memenuhi standar minimal rombel. Tapi, dia belum memegang data konret penerimaan siswa baru tahun ini.

Sementara itu, murid di SDN Komis 2, Kecamatan Kedungdung, Sampang, hanya berjumlah tiga orang. Pihak sekolah tidak bisa berbuat banyak terkait kondisi tersebut. Kepala SDN Komis 2 Mehawai menuturkan, setiap tahun lembanganya selalu kekurangan murid baru.

Padahal, selama ini pihaknya sudah melakukan beberapa upaya untuk bisa mengatasi kondisi tersebut. Salah satunya, berkoordinasi dengan aparat desa dan tokoh masyarakat untuk menarik minat masyarakat agar menyekolahkan anaknya ke SDN Komis 2.

”Jauh-jauh hari kami dan komite sekolah keliling ke rumah-rumah warga. Tujuannya, meminta agar anak-anak disekolahkan di sini (SDN Komis 2, Red). Tapi, jumlah murid baru tetap sedikit. Bahkan semakin berkurang,” katanya.

Menurut Mehawai, ada beberapa faktor yang mengakibatkan jumlah murid baru sedikit. Di antaranya, masyarakat sekitar menyekolahkan anaknya ke MI. Alasannya, dengan masuk MI, anak bisa berlajar pendidikan umum dan ilmu agama.

Selain itu, faktor kondisi bangunan sekolah yang memprihatinkan. Jumlah ruang kelas di SDN Komis 2 terbatas. Semuanya sudah lama rusak dan tidak layak ditempati. Akibatnya, orang tua enggan mendaftarkan buah hatinya di sekolah tersebut.

Baca Juga :  Pesantren Tangguh Percepat Terbentuknya Herd Immunity

Namun, pihak sekolah tetap menerima siswa baru. ”Tidak mungkin kami tolak. Karena setiap tahun kami selalu kekurangan murid. Tapi, saat ini kami bingung dengan adanya aturan baru yang mewajibkan semua data siswa baru itu harus terdaftar di dapodik. Kami harap pemkab bisa memahami kondisi SD negeri di desa,” tuturnya.

Kabid Pembinaan Sekolah Dasar Dinas pendidikan (Disdik) Sampang Arief Budiansor menyatakan, kekurangan murid baru kerap kali terjadi di sejumlah SD negeri. Terutama, yang berada di pelosok desa. Sebab, selain banyak lembaga swasta, partisipasi masyarakat terhadap pendidikan masih minim.

”Ini tidak bisa diatasi dengan mudah. Perlu pendekatan persuasif antara pihak sekolah dan masyarakat. Masyarakat tidak bisa dipaksa memilih sekolah yang diminati,” ujarnya.

Pihaknya memberikan keringanan kepada semua SD negeri di pelosok untuk tetap menerima siswa baru meskipun waktunya terlambat. Dengan catatan tidak sampai pergantian semester.

”Kalau siswanya masih kurang, silakan buka pendaftaran lagi. Itu tidak jadi masalah. Kami juga tidak terlalu kaku menerapkan aturan dapodik. Terlebih untuk SD di desa,” terangnya.

Apakah SDN Komis 2 akan diperbaiki? Arif mengaku belum bisa memastikan. Dia berjanji akan turun ke lokasi untuk meninjau kerusakan. ”Kami survei dulu. Kalau memang kondisinya mendesak, perbaikan bakal kami upayakan,” ucapnya

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/