MALANG – Mahasiswa Program Studi (Prodi) Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan alat alternatif pengayak padi, yakni screentel padi. Screentel padi atau pengayak padi adalah sebuah alat untuk memisahkan bulir padi dari gagangnya.
Hadir di antara teknologi konvesional di mana petani masih manual merontokkan padi dengan tangan dan memanfaatkan penggunaan mesin berbahan bakar BBM. Screentel hadir membawa angin segar. Didesain istimewa, alat ini tidak membutuhkan bahan bakar untuk pengoperasiannya. Selain hemat energi, risiko cedera otot yang dialami petani karena cara tradisional juga dapat diminimalkan.
”Screentel padi sebagai alat pengayak padi yang didesain ergonomis untuk mengurangi cedera otot pada sebagian petani yang setiap hari mengayak padi secara tradisional,” ujar Cyntia Fea Saputri, salah satu anggota kelompok pembuat screentel.
Memiliki berbagai kelebihan, penggunaan alat ini juga cukup mudah. Petani hanya perlu mengayuh pedal di alat dan nantinya otomatis screentel dapat bekerja sendiri dengan gir maju-mundur yang bisa diatur sesuai yang pengguna inginkan.
Dengan demikian, alat ini dapat meringankan petani terutama bagi mereka yang masih menggunakan sabit. Meski terkesan sederhana, hasil pemisahan bulir padi yang dihasilkan sama kualitasnya dengan mesin berbahan bakar.
Memiliki berbagai keunggulan di atas, screentel padi sudah diikutkan perlombaan di Universitas Sebelas Maret Surabaya pada acara Descomfirst 2018 dengan tema Desain Manual Tools pada (5-6/5) 2018. Hal ini membuat Cyntia dan timnya bangga. Apalagi mengingat alat tersebut awalnya didesain dengan sederhana.
”Bahagia karena hanya dengan berawal dari sebuah coretan, berhasil membuat alat yang seperti ini. Kami juga berusaha memperbaiki apa saja yang masih kurang pada alat ini,” tandasnya.
Terus berusaha menyempurnakan screentelnya, Cyntia dan tim telah merencanakan ”masa depan” alat ini. Mereka pun berkeinginan untuk memasarkan alat tersebut dengan harga yang cukup bersahabat dan ramah di kantong petani. ”Rencananya nanti jika dikomersialkan akan kami jual dengan kisaran harga Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta,” tutupnya.