PAMEKASAN – Program penataan PKL dinilai tidak serius. Pemerintah tidak menyiapkan secara matang kegiatan tersebut. Akibatnya, penataan yang diprogramkan untuk menunjang visi dan misi bupati itu gagal.
Aktivis mahasiswa Abdus Sukur mengatakan, program penataan PKL terkesan asal-asalan. Pemerintah tidak menyiapkan program tersebut secara matang.
Seharusnya sebelum ada penataan, sarana dan prasarananya disiapkan. Salah satunya, tempat yang akan ditempati PKL untuk sementara waktu selama relokasi secara resmi belum dilakukan.
Tetapi penataan yang digawangi satpol PP itu tidak diimbangi dengan kesiapan sarana. Pedagang kebingungan mencari tempat. Tak ayal, mereka menolak kebijakan tersebut. ”Menurut saya, penataan PKL itu tidak serius,” katanya Sabtu (15/12).
Sukur menyampaikan, tidak heran jika ada tudingan miring kepada pemerintah. Yakni, penataan PKL itu hanya untuk menyerap anggaran. Sebab, dana yang digelontorkan mencapai Rp 300 juta.
Anggaran tersebut bukan jumlah yang sedikit jika dibandingkan dengan program yang hanya penataan. Satpol PP sebatas menjaga kawasan taman bermain Arek Lancor agar tidak ada pedagang berjualan.
Diharapkan, program apa pun yang dilaksanakan pemerintah disiapkan secara matang. Program tersebut benar-benar mengedepankan asas manfaat. Bukan hanya untuk kepentingan menyerap anggaran. ”Bupati harus mengevaluasi program penataan PKL ini,” serunya.
Kepala Satpol PP Pamekasan Didik Hariyadi membantah program tersebut tidak dipersiapkan secara matang. Sebelum ekseksusi, penegak perda menyosialisasikan kepada pedagang.
Aktivitas berjualan itu bisa dilaksanakan di sejumlah tempat yang tidak dilarang. Namun, pedagang tetap memilih Arek Lancor karena dinilai lebih strategis. ”Sudah kami persiapkan secara matang,” tegasnya.
Selanjutnya, satpol PP menunggu perintah bupati. Sementara waktu, PKL diizinkan berjualan di Arek Lancor selama relokasi belum dilakukan. Terkait anggaran Rp 300 juta, kata dia, dikembalikan ke kasda setelah dipotong biaya operasional selama sepekan.