PAMEKASAN – Madura menjadi perhatian khusus Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Sebab, pulau yang terdiri atas Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep ini merupakan salah satu daerah penyumbang tenaga kerja Indonesia (TKI) terbesar di luar negeri, khususnya di Malaysia. Sayangnya, mayoritas TKI asal Madura tidak berangkat secara legal.
Staf Khusus (Stafsus) Menaker Nur Faizin mengatakan, problematika ketenagakerjaan di tingkat nasional cukup rumit. Yang paling santer muncul ke permukaan, jelas dia, para TKI yang bekerja di luar negeri. Baik di Malaysia, Arab Saudi, Hongkong, dan lain sebagainya. ”Urusan ketenagakerjaan, khususnya di Madura, banyak persoalan. TKI ilegal paling banyak dari Madura,” kata Nur Faizin.
Berdasar informasi yang diterima, hampir 75 persen TKI asal Madura di Malaysia tidak memiliki dokumen resmi. Pemerintah sulit memulangkan mereka karena tidak terdata lengkap. Mereka berangkat hanya menggunakan visa kunjungan, bukan sebagai tenaga kerja.
”Problemnya, ketika mereka berangkat secara ilegal, tak sedikit yang harus dideportasi. Bukan dapat kerjaan, malah diusir oleh pemerintah negara setempat,” tambah pria yang akrab disapa Jend itu.
Karena itu, pihaknya mengajak masyarakat Madura yang ingin menjadi TKI memerhatikan tiga hal. Pertama, negara dan daerah serta bekerja di sektor apa harus jelas. Kedua, kontrak kerja dan jumlah gaji yang akan diterima harus dibicarakan di awal. Ketiga, perusahaan jasa tempat mendaftar juga perlu ditelusuri keabsahan serta legalitasnya.
”Jangan sampai berangkat ke negara orang dengan modal nekat. Ketika berangkat dengan modal nekat, tidak punya dokumen, menjadi buronan,” tambah lulusan UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta itu. ”Saya berharap untuk bersama-sama mencegah hal yang tidak diinginkan,” tukasnya.