PAMEKASAN – Keberadaan PT Mitra Tunggal Swakarsa (MTS) terus menjadi sorotan pemerintah dan legislatif. Bahkan, Komisi II DPRD Pamekasan merekomendasi agar izin terhadap perusahaan yang mengimpor garam itu dicabut.
Anggota Komisi II DPRD Pamekasan Harun Suyitno mengatakan, sejumlah kejanggalan PT MTS terkuak. Salah satunya mengenai izin. Perusahaan tersebut mengajukan izin kepada pemerintah pada 2013.
Tetapi, nama perusahaan yang diajukan bukan PT MTS. Dalam dokumen pengajuan itu tertulis PT Garindo. Izin itu masuk ke dinas cipta karya dan tata ruang (cikatarung) Pamekasan.
Kemudian, pengajuan izin yang masuk ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pamekasan juga tidak sinkron. Dalam dokumen yang dipaparkan DLH, perusahaan tersebut mengajukan izin sewa-menyewa gudang.
DLH turun langsung ke lokasi untuk mengkroscek kondisi gudang yang bakal disewa itu. Karena gudang penyimpanan garam dinilai representatif, izin pun dikeluarkan. ”Kami temukan banyak sekali yang tidak sinkron,” katanya.
Dengan demikian, dewan merekomendasi agar izin prinsip perusahaan tersebut dicabut. Selama proses pencabutan, tim badan koordinasi penataan ruang daerah (BKPRD) melakukan kajian.
Sembilan organisasi perangkat daerah (OPD) diharapkan melakukan kajian sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. ”Satu atau dua hari harus sudah selesai kajian itu,” katanya.
Sebelumnya, Public Relation (PR) PT MTS Ardi Setya Budiantara mengatakan, keberadaan PT MTS untuk mengembangkan garam di Madura. Perusahaan tersebut juga membantu petani mendapat keuntungan besar dari kristal putih yang dijual.
Dijelaskan, pada saat harga garam di pasar Rp 2.300 per kilogram, PT MTS membeli dengan harga Rp 2.700 per kilogram. Harapannya, dengan harga tinggi itu, petani bisa meraup untung lebih maksimal. ”Kami ingin berkembang bersama masyarakat,” tandasnya.