Oleh AH HASMIDI*
GENAP tiga puluh hari kita melaksanakan ibadah puasa pada tahun ini, meski ada yang melaksanakan puasa hanya dua puluh sembilan hari. Hal itu memang telah didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam penetapan awal Ramadan dan awal Syawal. Saya menganggap itu tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa pelaksanaan puasa yang dua puluh sembilan hari paling benar dan sangat akurat, atau yang sebaliknya, pelaksanaan puasa tiga puluh hari yang paling akurat. Karena sejatinya Nabi Muhammad SAW (dalam sebuah keterangan pengajian yang pernah saya ikuti di kampung tempat saya tinggal) telah menggambarkan pelaksanaan ibadah puasa yaitu dengan menunjukkan jari-jari di tangannya sebanyak 3 kali untuk pelaksanaan puasa dua puluh sembilan dan 1 kali untuk puasa yang menggenapkan tiga puluh hari.
Anjuran agama kita sudah jelas ada tiga 3 yang pantas kita ikuti, pertama adalah Tuhan Yang Maha Esa yaitu Allah SWT. Kedua adalah Nabi Muhammad SAW yang ditunjukkan oleh Allah sebagai utusannya. Dan yang terakhir adalah pemimpin atau pemerintah. Ini sudah jelas tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan sebagai pedoman kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini menuju kehidupan akhirat nanti.
Pada ulasan ini saya tidak akan membahas secara lengkap dan detail mengenai pelaksanaan ibadah puasa dan segala bentuk yang berkenaan dengan ibadah puasa. Saya lebih tertarik untuk mengungkapkan gambaran singkat tentang kegiatan-kegiatan pasca-puasa Ramadan di Madura. Ramadan yang diakhiri dengan munculnya bulan Syawal adalah penanda untuk melaksanakan Hari Raya Idul Fitri dan pada istilah ini dalam kosakata Madura dikenal dengan tellasan pettra atau ada yang menyebutnya tellasan rama.
Praktiknya, dalam perayaan Idul Fitri, sanak saudara akan saling berkeliling berkunjung dan menyambangi keluarga dekat dan jauh sekalipun, dari satu rumah ke rumah yang lain. Nah, dalam tradisi ini, keluarga yang berkunjung biasanya tidak akan diberi kesempatan untuk pulang ke rumahnya atau untuk melanjutkan berkunjung ke rumah kerabat yang lain sebelum makan. Seolah-olah dengan tradisi ini saya bisa mengibaratkan sebagai perayaan makan-makan. Kita sebagai seorang tamu memiliki kewajiban untuk makan dan tidak dibenarkan untuk menolak acara makan-makan ini.
Tradisi saling berkunjung ini biasanya tidak hanya cukup satu hari pada saat perayaan Hari Raya Idul Fitri saja, jika keluarga yang dimilikinya banyak, bisa jadi berhari-hari untuk datang bermain ke rumah keluarga yang lainnya. Selain itu juga, setelah hari raya akan diadakan pertemuan perkumpulan dari keluarga besar yang dikenal dengan pertemuan bani. Jika kata bani dirujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka akan memiliki makna anak; anak cucu; keturunan. Dari sini biasanya dirunut dari silsilah kekuarga yang pertama atau dari ikatan keluarga yang masih bisa diingat.
Yang tidak kalah menariknya yaitu adanya pertemuan alumni atau biasa disebut dengan reunian. Pertemuan alumni di sini biasanya berkenaan dengan mereka-mereka yang memiliki keterkaitan antara satu sama yang lainnya. Keterkaitan tersebut bisa merujuk pada satu sekolah atau saat berada di bangku kuliah. Terkadang reunian ini hanya terdiri dari satu kelas dari satu angkatan atau bisa jadi reuniannya satu angkatan. Dan, perayaannya dapat dilaksanakan dalam sekolah atau dengan mengadakan liburan di sekitar tempat tinggal. Ada juga yang merayakan pertemuan reunian ini dengan berlibur ke luar kota. Hal itu diadakan untuk mengenang masa-masa sekolah atau kuliah dan untuk mempererat kembali hubungan persaudaraan yang telah dibangun dari bangku sekolah atau kuliah.
Selain perayaan-perayaan di atas, Syawalan juga bisa diisi dengan melakukan puasa kembali yang dikenal dengan puasa Syawal. Pelaksanaannya bisa macam-macam. Bisa diawali selepas hari Raya Idul Fitri yaitu sehari setelah hari raya atau bisa seminggu kemudian atau dua minggu kemudian. Tapi yang paling afdal adalah sehari selepas perayaan hari raya, yang dilaksanakan selama 6 hari saja. Maka, pada hari ke tujuh setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri ada perayaan hari raya lagi, yaitu hari raya ketupat atau dalam kosakata Madura dikenal dengan tellasan topa’. Keunikan dalam hari raya ini jika kita berkunjung ke rumah-rumah di Madura, akan disuguhi dengan ketupat. Jika Anda akan berkunjung ke Madura pada hari kedelapan, tidak akan menjumpai menu lain selain ketupat. Biasanya yang akan disuguhkan adalah rujak, soto, kaldu (berbahan dasar kacang ijo), campor, dan jenis olahan ketupat lainnya.
Pada hari raya ketupat ini tidak ada gema takbir sebagaimana dalam perayaan Hari Raya Idul Fitri, karena sejatinya perayaan hari raya ini diperuntukkan bagi mereka yang telah selesai melaksanakan puasa Syawal, yaitu puasa yang dilakukan selama enam hari setelah Idul Fitri. Lantas bagaimana dengan kita yang tidak melaksanakan puasa Syawal, apakah boleh ikut merayakan? Saya kira ini sangat boleh untuk ikut merayakan, karena hal ini masih dalam ranah menjalin ikatan tali silaturahmi untuk terus memupuk dan memperkuat hubungan keluarga. Pada hari itu, kerabat dalam keluarga masih melakukan perjalanan untuk berkunjung ke sanak keluarga yang belum selesai disambangi.
Selain itu, perayaan hari raya ketupat ini tidak hanya melakukan kunjungan ke rumah-rumah keluarga, tapi bisa juga bertamasya ke pantai atau tempat-tempat rekreasi lainnya. Karena bertepatan dengan hari raya ketupat, maka bekal yang biasanya dibawa adalah ketupat lengkap dengan lauk-pauknya. Tidak ketinggalan sebagai teman pendamping ketupat adalah opor ayam, dan selain itu pula disediakan serundeng yang pasti sangat cocok untuk dicocol dengan ketupat yang dibawa.
Sebenarnya ada banyak cara yang bisa dilakukan pada bulan Syawal ini untuk mempererat tali kekeluargaan, dan beberapa momentum tidak akan bisa sama dengan momentum yang terdapat dalam Syawalan ini. Istilah mudik dan arus balik hanya akan dijumpai ketika Ramadan dan Syawalan. Di luar itu tidak ada istilah-istilah tersebut. Selain itu, momen Lebaran dan Syawalan biasanya dimanfaatkan sebagian orang untuk melangsungkan akad nikah atau menikahkan putra-putrinya. Hal ini mungkin bisa dijadikan sebagai penanda bahwa pernikahan pernah dilaksanakan ketika malam takbiran atau di bulan Syawal. (*)
*)Pegiat di LKSB Pangesto Net_Think Community Sumenep.