20.8 C
Madura
Friday, June 2, 2023

Safari, Adab, dan Fikih Perjalanan

Oleh RUSDI EL UMAR*

SETIAP kita dapat dipastikan suatu ketika akan atau bahkan telah melakukan perjalanan. Maksud perjalanan di sini adalah bepergian jauh sehingga mendapatkan rukhsah (keringanan) untuk menjamak dan mengqasar salat dan berbuka puasa Ramadan. Nah, persoalan safar (perjalanan) ini terkesan mudah dan biasa kita lakukan. Akan tetapi, hakikat perjalanan itu tidak sesederhana yang kita bayangkan.

Sebuah buku saku (kecil, tapi tidak kecil-kecil amat) ditulis oleh Kiai M. Faizi, seorang pengasuh di PP Annuqayah. Melalui pengalaman pribadi, pemahaman fikih yang mumpuni, serta kemampuan literasi yang sangat piawai, M. Faizi mencoba memberikan langkah-langkah praktis dan sistemik terkait dengan perjalanan dan bahasan fikihnya.

Buku Safari; Buku Saku Perjalanan benar-benar memberikan konsep bepergian yang aman dan menjelaskan kaidah perjalanan yang berdasarkan fikih Islam yang semestinya. Bab pertama, Merencanakan dan Mempersiapkan Perjalanan, M. Faizi memulai catatan ini dengan rencana matang dan persiapan maksimal dalam melakukan perjalanan. Hal ini karena di dalam perjalanan kita harus mempersiapkan bekal, bukan sekadar bekal fisik semata, tetapi juga mesti mempersiapkan mental.

Di antara yang harus dipikirkan sebelum melakukan perjalanan adalah memilih wahana. ”Untuk perjalanan jarak menengah dan jauh, menggunakan angkutan umum (seperti bus, pesawat, kereta api, kapal) adalah langkah yang paling bijak,” (hlm. 6). Hal tersebut dilandaskan pada beberapa prinsip; menekan risiko kecelakaan, ramah lingkungan karena tidak menambah masalah polusi, biaya lebih murah, dan lebih bersifat sosial karena semakin banyak berinteraksi dengan orang lain.

Selain memilih wahana, merancang rute, cek primer kendaraan, cek fungsi sekunder kendaraan, menyiapkan fisik sebagai pengemudi/penumpang, dan menyiapkan mental di perjalanan. M. Faizi menjelaskan dengan detail bagian-bagian kendaraan yang perlu diperhatikan. Seperti lampu utama (hlm. 16), lampu sein (hlm. 17), lampu hazard dan tekanan angin/kondisi ban (hlm. 18), serta laras imbang dan klakson (hlm. 19). Semua mesti diperhatikan agar di perjalanan tidak mendapatkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Baca Juga :  Pendidikan Anak dalam Lagu Gai’ Bintang

Buku ini juga menjelaskan bagaimana saat menghadapi berbagai kondisi (darurat). Seperti saat ingin menyalip kendaraan di depannya, berjalan di jalan bebas hambatan (tol), mengemudi di sore hari, situasi darurat, rem blong, pecah ban, dan mesin mati (hlm. 26–29). Semua dijelaskan dengan terperinci agar kejadian yang lebih fatal tidak terjadi.

Bab dua menjelaskan Shalat dan Hal Penting Lain di Perjalanan. Di bagian ini, M. Faizi menunjukkan kepiawaiannya dalam memahami fikih di perjalanan (safar). Salat merupakan bagian tidak terpisahkan bagi umat Islam. ”Di dalam Islam, salat merupakan kata kunci keberagamaan. Salat adalah rukun Islam yang pertama setelah syahadat, juga yang paling ketat aturannya,” (hlm. 31). Oleh karena salat itu sangat penting dalam kehidupan orang Islam, maka ”Sebab itulah, pembahasan salat harus istimewa,” tulis M. Faizi menjelaskan.

Tidak mungkin saya menjelaskan secara terperinci terkait dengan salat di perjalanan. Untuk mencermati lebih jauh, kita harus membaca buku ini sehingga tidak terjadi pemahaman parsial yang akan melahirkan keraguan dan miskonsepsi. Di dalam bab ini dijelaskan cara memilih masjid yang benar, mengatur waktu salat, salat dan rukhsah safar, pendapat ulama terkait batasan rukhsah, dan masih banyak lagi yang lainnya. Memiliki buku kecil yang hanya seharga sebungkus rokok ini menjadi suatu keniscayaan.

Baca Juga :  Moderasi Beragama Masyarakat Madura

Ada juga pembahasan terkait dengan Adab di Perjalanan. Penulis menjelaskan seharusnya pengguna jalan raya bersikap dan berperilaku. Dengan sikap dan perilaku yang baik dan benar, maka tidak akan terjadi hal-hal yang memudaratkan. Adab pengemudi, ibadah di perjalanan, naik mobil pribadi, adab berlalu lintas, dan lain sebagainya adalah beberapa hal yang dijelaskan penulis. Jika kita mengikuti kaidah dan aturan yang telah dijelaskan dalam buku ini, kita akan menjadi pengelana (pelaku safar) yang bijak dan terlepas dari sikap yang tidak baik. Insyaallah, selamat di dunia dan akhirat.

Buku ini memang baik, tetapi bukan berarti sempurna. Di halaman 24 saya temukan typo; ”pikiraannya” yang seharusnya ”pikirannya”. Di bagian lampiran, pembaca disuguhi dengan doa-doa terkait dengan perjalanan dan lafal-lafal niat sehubungan dengan safar.

Di bagian lampiran ini perlu penulis kritisi terkait dengan tidak adanya arti baik dari doa maupun lafal niat. Justru terdapat tulisan Arab latin, yang dalam hal ini sangat tidak diperlukan bagi santri (terutama), karena mereka sudah bisa dan biasa membaca tulisan Arab. Tulisan Arab latin hanya diperuntukkan bagi yang tidak bisa membaca Arab, cukup sulit untuk kita temukan saat ini. Sementara, terkait dengan arti, tidak semua orang bisa mengartikan teks atau kalimat Arab.

Beberapa kelemahan di atas tidak sampai mengurangi esensi materi yang ingin disampaikan. Buku yang diterbitkan Instika Press ini tetap direkomendasikan untuk dijadikan teman duduk dalam perjalanan. Panduan praktis buku ini memberikan kenyamanan dan kebaikan bagi orang-orang yang melakukan perjalanan. (*)

*)Guru SMP di Sumenep

Oleh RUSDI EL UMAR*

SETIAP kita dapat dipastikan suatu ketika akan atau bahkan telah melakukan perjalanan. Maksud perjalanan di sini adalah bepergian jauh sehingga mendapatkan rukhsah (keringanan) untuk menjamak dan mengqasar salat dan berbuka puasa Ramadan. Nah, persoalan safar (perjalanan) ini terkesan mudah dan biasa kita lakukan. Akan tetapi, hakikat perjalanan itu tidak sesederhana yang kita bayangkan.

Sebuah buku saku (kecil, tapi tidak kecil-kecil amat) ditulis oleh Kiai M. Faizi, seorang pengasuh di PP Annuqayah. Melalui pengalaman pribadi, pemahaman fikih yang mumpuni, serta kemampuan literasi yang sangat piawai, M. Faizi mencoba memberikan langkah-langkah praktis dan sistemik terkait dengan perjalanan dan bahasan fikihnya.


Buku Safari; Buku Saku Perjalanan benar-benar memberikan konsep bepergian yang aman dan menjelaskan kaidah perjalanan yang berdasarkan fikih Islam yang semestinya. Bab pertama, Merencanakan dan Mempersiapkan Perjalanan, M. Faizi memulai catatan ini dengan rencana matang dan persiapan maksimal dalam melakukan perjalanan. Hal ini karena di dalam perjalanan kita harus mempersiapkan bekal, bukan sekadar bekal fisik semata, tetapi juga mesti mempersiapkan mental.

Di antara yang harus dipikirkan sebelum melakukan perjalanan adalah memilih wahana. ”Untuk perjalanan jarak menengah dan jauh, menggunakan angkutan umum (seperti bus, pesawat, kereta api, kapal) adalah langkah yang paling bijak,” (hlm. 6). Hal tersebut dilandaskan pada beberapa prinsip; menekan risiko kecelakaan, ramah lingkungan karena tidak menambah masalah polusi, biaya lebih murah, dan lebih bersifat sosial karena semakin banyak berinteraksi dengan orang lain.

Selain memilih wahana, merancang rute, cek primer kendaraan, cek fungsi sekunder kendaraan, menyiapkan fisik sebagai pengemudi/penumpang, dan menyiapkan mental di perjalanan. M. Faizi menjelaskan dengan detail bagian-bagian kendaraan yang perlu diperhatikan. Seperti lampu utama (hlm. 16), lampu sein (hlm. 17), lampu hazard dan tekanan angin/kondisi ban (hlm. 18), serta laras imbang dan klakson (hlm. 19). Semua mesti diperhatikan agar di perjalanan tidak mendapatkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Baca Juga :  Adab Dulu, Baru Ilmu

Buku ini juga menjelaskan bagaimana saat menghadapi berbagai kondisi (darurat). Seperti saat ingin menyalip kendaraan di depannya, berjalan di jalan bebas hambatan (tol), mengemudi di sore hari, situasi darurat, rem blong, pecah ban, dan mesin mati (hlm. 26–29). Semua dijelaskan dengan terperinci agar kejadian yang lebih fatal tidak terjadi.

- Advertisement -

Bab dua menjelaskan Shalat dan Hal Penting Lain di Perjalanan. Di bagian ini, M. Faizi menunjukkan kepiawaiannya dalam memahami fikih di perjalanan (safar). Salat merupakan bagian tidak terpisahkan bagi umat Islam. ”Di dalam Islam, salat merupakan kata kunci keberagamaan. Salat adalah rukun Islam yang pertama setelah syahadat, juga yang paling ketat aturannya,” (hlm. 31). Oleh karena salat itu sangat penting dalam kehidupan orang Islam, maka ”Sebab itulah, pembahasan salat harus istimewa,” tulis M. Faizi menjelaskan.

Tidak mungkin saya menjelaskan secara terperinci terkait dengan salat di perjalanan. Untuk mencermati lebih jauh, kita harus membaca buku ini sehingga tidak terjadi pemahaman parsial yang akan melahirkan keraguan dan miskonsepsi. Di dalam bab ini dijelaskan cara memilih masjid yang benar, mengatur waktu salat, salat dan rukhsah safar, pendapat ulama terkait batasan rukhsah, dan masih banyak lagi yang lainnya. Memiliki buku kecil yang hanya seharga sebungkus rokok ini menjadi suatu keniscayaan.

Baca Juga :  Moderasi Beragama Masyarakat Madura

Ada juga pembahasan terkait dengan Adab di Perjalanan. Penulis menjelaskan seharusnya pengguna jalan raya bersikap dan berperilaku. Dengan sikap dan perilaku yang baik dan benar, maka tidak akan terjadi hal-hal yang memudaratkan. Adab pengemudi, ibadah di perjalanan, naik mobil pribadi, adab berlalu lintas, dan lain sebagainya adalah beberapa hal yang dijelaskan penulis. Jika kita mengikuti kaidah dan aturan yang telah dijelaskan dalam buku ini, kita akan menjadi pengelana (pelaku safar) yang bijak dan terlepas dari sikap yang tidak baik. Insyaallah, selamat di dunia dan akhirat.

Buku ini memang baik, tetapi bukan berarti sempurna. Di halaman 24 saya temukan typo; ”pikiraannya” yang seharusnya ”pikirannya”. Di bagian lampiran, pembaca disuguhi dengan doa-doa terkait dengan perjalanan dan lafal-lafal niat sehubungan dengan safar.

Di bagian lampiran ini perlu penulis kritisi terkait dengan tidak adanya arti baik dari doa maupun lafal niat. Justru terdapat tulisan Arab latin, yang dalam hal ini sangat tidak diperlukan bagi santri (terutama), karena mereka sudah bisa dan biasa membaca tulisan Arab. Tulisan Arab latin hanya diperuntukkan bagi yang tidak bisa membaca Arab, cukup sulit untuk kita temukan saat ini. Sementara, terkait dengan arti, tidak semua orang bisa mengartikan teks atau kalimat Arab.

Beberapa kelemahan di atas tidak sampai mengurangi esensi materi yang ingin disampaikan. Buku yang diterbitkan Instika Press ini tetap direkomendasikan untuk dijadikan teman duduk dalam perjalanan. Panduan praktis buku ini memberikan kenyamanan dan kebaikan bagi orang-orang yang melakukan perjalanan. (*)

*)Guru SMP di Sumenep

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Adab Dulu, Baru Ilmu

Syawalan di Madura

Jakarta(an)

Most Read

Artikel Terbaru

/