21.2 C
Madura
Monday, May 29, 2023

Nyare Malem, Ngabuburit Warga Madura

Oleh MH. Said Abdullah*

PUASA Ramadan telah kita jalani hampir seminggu. Sudah menjadi kebiasaan saat hari menjelang senja, banyak warga menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan atau berkegiatan yang mereka sukai, atau yang kita kenal dengan istilah ngabuburit. Istilah ini serapan dari bahasa Sunda. Di lingkungan warga Madura, istilah yang sepadan dengan ngabuburit adalah nyare malem.

Nyare malem yang secara harfiah bisa kita artikan mencari malam, atau kegiatan warga Madura yang digunakan untuk menunggu malam atau waktu magrib sebagai tanda keharusan untuk berbuka. Saat sore menjelang magrib memang waktu yang cukup rentan menghadapi ”masa jemu”. Sore hari saat Ramadan, bagi umumnya warga desa di Madura yang rata-rata sebagai petani dan nelayan, merupakan waktu luang.

Untuk mengisi waktu luang menjelang berbuka, warga Madura umumnya ramai-ramai nyare malem. Nyare malem atau jalan-jalan sore menjelang magrib memang mengasyikkan. Ada beragam cara warga di banyak tempat menjemput waktu buka puasa saat Ramadan. Warga Sumenep umumnya nyare malem di beberapa titik, seperti area taman bunga, selain tempatnya yang asri dan elok, area ini jantung kota Kabupaten Sumenep, sehingga memudahkan warga menjumpai toko-toko penjual makanan.

Pilihan lokasi nyare malem lainnya yang biasa digunakan warga Sumenep di kawasan lingkar timur atau dikenal dengan nama Talangan. Di kawasan ini warga bisa menikmati indahnya perbukitan sambil kuliner ikan bakar saat berbuka. Tak kalah indahnya, warga Sumenep umumnya meramaikan lingkar utara, yang menghubungkan Desa Parsanga, Tenonan, dan Kebunan. Lokasinya perbukitan, cocok menikmati semilir angin senja, sambil menikmati matahari terbenam dan melihat pusat kota Sumenep dari ketinggian.

Bagi penyuka kuliner, masih ada pilihan bagi warga Sumenep menghabiskan waktu puasa dengan mengunjungi bazar kuliner. Lokasinya tidak menetap di satu lokasi, namun berpindah-pindah. Bagi pemburu takjil, bazar kuliner adalah lokasi yang pas untuk nyare malem.

Sumenep juga menjadi surga menghabiskan senja di pinggiran pantai. Beragam wisata pantai bisa mendekatkan ruang kalbu kita pada kebesaran Allah Azza Wa Jalla, di antaranya, Pantai Wisata Batuputih, Badur, Ekasogi, Matahari Lobuk, Tarogan, dan Pantai Taneros.

Baca Juga :  Kapolres Ajak Masyarakat Patuhi Aturan Lalin

Permainan Tradisional

Nyare malem bukan hanya urusan orang dewasa. Anak-anak menginjak usia remaja yang menjalankan ibadah puasa juga berkegiatan saat nyare malem. Di kalangan santri yang berada di pondok pesantren sekawasan Madura, menuju waktu berbuka, umumnya mereka mendaras atau khotmul Quran. Sehingga, selama 30 hari berpuasa, sekaligus mengkhatamkan 30 juz dalam Al-Qur’an.

Lain halnya dengan anak-anak yang ada di kampung-kampung. Anak-anak banyak beraktivitas dengan berbagai permainan tradisional, seperti giling-gilingan, sejenis gerobak supermini yang dimainkan dengan cara didorong. Selain giling-gilingan, kalangan remaja Madura di desa-desa gemar bermain tanengker atau kelereng. Anak-anak Madura juga akrab dengan permainan lealle bengko atau ”berpindah-pindah rumah”. Berpindah rumah tentu saja bukan rumah sungguhan, namun garis kotak memanjang bak dinding rumah, dan permainan ini dimainkan secara berkelompok.

Ada juga permainan cikkecikan, dari namanya, permainan ini banyak dimainkan remaja putri dengan menggunakan biji buah kecik, bisa juga menggunakan biji sawo atau srikaya yang dimainkan sebanyak sepuluh hingga dua puluh remaja putri.

Sangat beragam permainan anak-anak di Madura yang tidak mungkin saya uraikan semuanya. Anak-anak mendapat beraneka rupa pelajaran sosial dari berbagai permainan itu, selain hati riang gembira, tak terasa waktu magrib tiba. Aneka permainan tradisional anak di Madura, atau bahkan di Nusantara, umumnya berbahan baku secara alami, sehingga ramah terhadap jasmani mereka, juga ramah terhadap alam, tak ada residu yang tidak terdaur ulang.

Baca Juga :  Dilarang Memberi THR kepada Jaksa

Lebih penting lagi, permainan hanya mungkin dilakukan secara kolektif. Keadaan ini mengondisikan anak-anak tidak asosial, mereka terbiasa sejak kecil kerja bareng, tidak individualis. Ragam permainan juga membutuhkan gerak fisik, sekaligus taktik dan strategi, sehingga menuntut adu ketangkasan sekaligus menumbuhkan motorik atau berpikir anak.

Aneka bentuk dan rupa permainan tradisional bagi anak-anak ini perlu terus dikembangkan. Pemerintah desa hingga kabupaten perlu terus merawat pembudayaan aneka rupa dan bentuk permainan tradisional ini di kalangan anak-anak yang menginjak usia remaja. Jika diperlukan, setiap daerah di Madura rutin melakukan festival permainan tradisional anak-anak Madura. Atau bahkan, berbagai ragam permainan anak-anak tersebut sebagai khazanah pelajaran lokal untuk anak usia SD dan SMP.

Sebab, penetrasi smartphone dan smart TV di berbagai wilayah bagaikan buah simalakama. Kedua gawai tersebut bisa menjadi jendela dunia bagi anak-anak menyerap informasi dan ilmu pengetahuan, namun dengan pendampingan yang sangat kurang, kerap kali anak-anak menjadi kecanduan berbagai layanan games yang dengan mudah diakses, dan hal itu sangat adiktif.

Akibatnya, mereka kencanduan permainan game online yang berdampak pada intensitas gerak fisik dan konsentrasi belajar di sekolah menurun. Kita perlu hindarkan para remaja malas gerak (mager). Pengembalian remaja Madura pada permainan tradisional memberi kesempatan bersosial lebih nyata pada dunia sosial, bukan sekadar media sosial. Sehingga, permainan tradisional para remaja bukan sekadar nyare malem, tapi menubuh pada kebudayaan anak-anak Madura sehari-hari. (*)

)*Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan

Oleh MH. Said Abdullah*

PUASA Ramadan telah kita jalani hampir seminggu. Sudah menjadi kebiasaan saat hari menjelang senja, banyak warga menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan atau berkegiatan yang mereka sukai, atau yang kita kenal dengan istilah ngabuburit. Istilah ini serapan dari bahasa Sunda. Di lingkungan warga Madura, istilah yang sepadan dengan ngabuburit adalah nyare malem.

Nyare malem yang secara harfiah bisa kita artikan mencari malam, atau kegiatan warga Madura yang digunakan untuk menunggu malam atau waktu magrib sebagai tanda keharusan untuk berbuka. Saat sore menjelang magrib memang waktu yang cukup rentan menghadapi ”masa jemu”. Sore hari saat Ramadan, bagi umumnya warga desa di Madura yang rata-rata sebagai petani dan nelayan, merupakan waktu luang.


Untuk mengisi waktu luang menjelang berbuka, warga Madura umumnya ramai-ramai nyare malem. Nyare malem atau jalan-jalan sore menjelang magrib memang mengasyikkan. Ada beragam cara warga di banyak tempat menjemput waktu buka puasa saat Ramadan. Warga Sumenep umumnya nyare malem di beberapa titik, seperti area taman bunga, selain tempatnya yang asri dan elok, area ini jantung kota Kabupaten Sumenep, sehingga memudahkan warga menjumpai toko-toko penjual makanan.

Pilihan lokasi nyare malem lainnya yang biasa digunakan warga Sumenep di kawasan lingkar timur atau dikenal dengan nama Talangan. Di kawasan ini warga bisa menikmati indahnya perbukitan sambil kuliner ikan bakar saat berbuka. Tak kalah indahnya, warga Sumenep umumnya meramaikan lingkar utara, yang menghubungkan Desa Parsanga, Tenonan, dan Kebunan. Lokasinya perbukitan, cocok menikmati semilir angin senja, sambil menikmati matahari terbenam dan melihat pusat kota Sumenep dari ketinggian.

Bagi penyuka kuliner, masih ada pilihan bagi warga Sumenep menghabiskan waktu puasa dengan mengunjungi bazar kuliner. Lokasinya tidak menetap di satu lokasi, namun berpindah-pindah. Bagi pemburu takjil, bazar kuliner adalah lokasi yang pas untuk nyare malem.

Sumenep juga menjadi surga menghabiskan senja di pinggiran pantai. Beragam wisata pantai bisa mendekatkan ruang kalbu kita pada kebesaran Allah Azza Wa Jalla, di antaranya, Pantai Wisata Batuputih, Badur, Ekasogi, Matahari Lobuk, Tarogan, dan Pantai Taneros.

- Advertisement -
Baca Juga :  Kursi Dapil 2 Resmi Berkurang

Permainan Tradisional

Nyare malem bukan hanya urusan orang dewasa. Anak-anak menginjak usia remaja yang menjalankan ibadah puasa juga berkegiatan saat nyare malem. Di kalangan santri yang berada di pondok pesantren sekawasan Madura, menuju waktu berbuka, umumnya mereka mendaras atau khotmul Quran. Sehingga, selama 30 hari berpuasa, sekaligus mengkhatamkan 30 juz dalam Al-Qur’an.

Lain halnya dengan anak-anak yang ada di kampung-kampung. Anak-anak banyak beraktivitas dengan berbagai permainan tradisional, seperti giling-gilingan, sejenis gerobak supermini yang dimainkan dengan cara didorong. Selain giling-gilingan, kalangan remaja Madura di desa-desa gemar bermain tanengker atau kelereng. Anak-anak Madura juga akrab dengan permainan lealle bengko atau ”berpindah-pindah rumah”. Berpindah rumah tentu saja bukan rumah sungguhan, namun garis kotak memanjang bak dinding rumah, dan permainan ini dimainkan secara berkelompok.

Ada juga permainan cikkecikan, dari namanya, permainan ini banyak dimainkan remaja putri dengan menggunakan biji buah kecik, bisa juga menggunakan biji sawo atau srikaya yang dimainkan sebanyak sepuluh hingga dua puluh remaja putri.

Sangat beragam permainan anak-anak di Madura yang tidak mungkin saya uraikan semuanya. Anak-anak mendapat beraneka rupa pelajaran sosial dari berbagai permainan itu, selain hati riang gembira, tak terasa waktu magrib tiba. Aneka permainan tradisional anak di Madura, atau bahkan di Nusantara, umumnya berbahan baku secara alami, sehingga ramah terhadap jasmani mereka, juga ramah terhadap alam, tak ada residu yang tidak terdaur ulang.

Baca Juga :  Senang Jalani Ramadan di Tanah Kelahiran

Lebih penting lagi, permainan hanya mungkin dilakukan secara kolektif. Keadaan ini mengondisikan anak-anak tidak asosial, mereka terbiasa sejak kecil kerja bareng, tidak individualis. Ragam permainan juga membutuhkan gerak fisik, sekaligus taktik dan strategi, sehingga menuntut adu ketangkasan sekaligus menumbuhkan motorik atau berpikir anak.

Aneka bentuk dan rupa permainan tradisional bagi anak-anak ini perlu terus dikembangkan. Pemerintah desa hingga kabupaten perlu terus merawat pembudayaan aneka rupa dan bentuk permainan tradisional ini di kalangan anak-anak yang menginjak usia remaja. Jika diperlukan, setiap daerah di Madura rutin melakukan festival permainan tradisional anak-anak Madura. Atau bahkan, berbagai ragam permainan anak-anak tersebut sebagai khazanah pelajaran lokal untuk anak usia SD dan SMP.

Sebab, penetrasi smartphone dan smart TV di berbagai wilayah bagaikan buah simalakama. Kedua gawai tersebut bisa menjadi jendela dunia bagi anak-anak menyerap informasi dan ilmu pengetahuan, namun dengan pendampingan yang sangat kurang, kerap kali anak-anak menjadi kecanduan berbagai layanan games yang dengan mudah diakses, dan hal itu sangat adiktif.

Akibatnya, mereka kencanduan permainan game online yang berdampak pada intensitas gerak fisik dan konsentrasi belajar di sekolah menurun. Kita perlu hindarkan para remaja malas gerak (mager). Pengembalian remaja Madura pada permainan tradisional memberi kesempatan bersosial lebih nyata pada dunia sosial, bukan sekadar media sosial. Sehingga, permainan tradisional para remaja bukan sekadar nyare malem, tapi menubuh pada kebudayaan anak-anak Madura sehari-hari. (*)

)*Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/