PAMEKASAN – Satpol PP Pamekasan melakukan razia penyakit masyarakat (pekat) kemarin (20/12). Rumah kos didatangi satu per satu. Kelengkapan identitas penghuni diperiksa.
Korps penegak perda itu berhasil mengamankan penyanyi kafe. Dua pemudi dari luar Madura itu tidak bisa menunjukkan kartu identitas saat diperiksa petugas. Mereka pun dikeler ke markas satpol PP.
Kabid Penegakan Perundang-undangan Satpol PP Pamekasan Moh. Yusuf Wibiseno mengatakan, kedua penyanyi kafe itu ditemukan di rumah kos di Jalan Pintu Gerbang, Kelurahan Bugih, Kecamatan Kota. Mereka adalah Sri Wulandari, 21, asal Kediri dan Rosida Arsy, 20, asal Jombang.
Saat didatangi petugas, keduanya berada di dalam kamar. Bahkan, ada yang belum mandi. Sebab, mereka bekerja sebagai penyanyi malam. Dengan demikian, paginya biasa digunakan untuk beristirahat.
Petugas meminta kedua penyanyi itu menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP). Tapi, perempuan asal Jombang dan Kediri itu tidak bisa menunjukkan dokumen kependudukan yang diminta. Akibatnya, petugas membawa dua warga tersebut ke kantor satpol PP untuk dimintai keterangan. ”Setelah kami periksa di kantor. Ternyata memiliki KTP. Tapi, kebetulan dipinjam pemilik kos untuk melapor ke RT,” katanya.
Meski memiliki dokumen identitas, penyanyi kafe itu tetap diberi pembinaan dan diminta menandatangani surat pernyataan. Petugas meminta, ke mana pun dia bepergian harus membawa kartu identitas.
Aturan itu tertuang dalam Perbup 76/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Pemondokan. Dalam regulasi tersebut diwajibkan kepada seluruh penghuni rumah kos memiliki kartu identitas.
Yusuf menyampaikan, razia pekat akan kembali diaktifkan. Beberapa waktu lalu, razia sempat vakum lantaran kesibukan dinas. Sejak sekarang, razia itu akan digalakkan kembali. Menjelang pergantian baru pengawasan akan lebih diperketat agar ketertiban umum Kota Gerbang Salam tetap terjaga. ”Razia akan akan kami aktifkan kembali,” katanya.
Kepada Jawa Pos Radar Madura (JPRM) Sri Wulandari mengaku bekerja sebagai penyanyi. Dia bekerja sesuai panggilan operator kafe. ”Kalau dipanggil nyanyi, ya nyanyi,” katanya.
Bayaran menyanyi tidak dihitung per lagu yang dibawakan. Tetapi, dibayar per jam. Setiap satu jam, dia dibayar Rp 100 ribu. ”Kerjanya hanya nyanyi, tidak ada lagi,” tandasnya.