BANGKALAN, Jawa Pos Radar Madura – Zuhro Faizah, 24, terlahir dari keluarga menengah ke atas. Namun, perempuan kelahiran 1997 itu pantang berpangku tangan kepada kedua orang tuanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Sebab, sejak kecil dia biasa hidup mandiri.
Kemandirian Faizah terlihat sejak SD. Setiap akhir pekan menjaga bengkel yang dirintis orang tuanya. Rutinitas itu dilakukan hingga lulus SMP. ”Saya di bagian kasir, karena para pelanggan kerap membeli sparepart kendaraan,” ucapnya kemarin (17/5).
Jiwa enterpreneur Faizah berlanjut saat SMA di Darul Ulum, Jombang. Selain mondok dan sekolah, dia menawarkan jasa cuci piring serta jualan permen dan piscok (pisang cokelat). Hasilnya digunakan untuk kebutuhan di pondok.
”Saya beli permen dan piscok ke nyai di pondok. Kemudian, saya jual di sekolah. Kalau masih banyak, kadang saya jajakan ke kelas-kelas saat istirahat,” kenangnya.
Selepas dari pesantren, Faizah belajar administrasi negara di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Setelah lulus, dia enggan bekerja sesuai latar belakang pendidikan. Tetapi memilih mengembangkan usaha Seblak Duarr.
Faizah menyukai makanan berkuah pedas itu. Namun, cita rasa seblak di daerah dia tinggal belum dianggap lezat dan cocok dengan lidahnya. Kesempatan tersebut dijadikan peluang berbisnis. Dia pun menekuninya hingga kini. Bahkan, omzetnya tembus Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per bulan.
Faizah lebih enjoy mengembangkan usaha daripada bekerja di sektor formal dengan segala tekanan. Dengan berwirausaha, dia lebih leluasa. Perempuan berhijab itu menargetkan meraih sukses sebelum umur 30 tahun. ”Karena laki-laki tidak akan bersikap semena-mena kalau kita (perempuan) punya nilai lebih,” tegas warga Jalan Ki Lemah Duwur itu. (jup)