SUMENEP – Sejak Senin (16/4), Dekky Candra Permana, kepala Desa (Kades) Kertasada, Kecamatan Kalianget, tidak bisa lagi menikmati udara bebas. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep langsung melakukan penahanan setelah Dekky diperiksa selama lebih kurang satu jam.
Dekky diduga melakukan pungutan liar (pungli) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) 2017. Dia pun ditetapkan sebagai tersangka dugaan pungli program yang dulu dikenal proyek operasi nasional agraria (Prona) itu.
Kasipidsus Kejari Herpin Hadad menyampaikan, penahanan Dekky dititip di Rutan Kelas II-B Sumenep sejak sekitar pukul 12.00 Senin (16/4). Penahanan itu dilakukan setelah penyidik menemukan alat bukti cukup.
”Penahanan dilakukan setelah penyidik merasa memiliki dua alat bukti cukup. Tersangka ditahan selama 20 hari terhitung mulai hari ini (kemarin, Red),” kata Herpin Hadad.
Berdasar hasil penyidikan, tersangka diduga melakukan pungli kepada pemohon PTSL 2017. Modus yang dilakukan yakni mengambil uang lebih dari pemohon di luar ketentuan biaya sebagaimana ditetapkan pemerintah. ”Hasil pungutan sekitar Rp 157 juta,” ungkapnya.
Selama tersangka menjalani kurungan, kejari akan melengkapi berkas perkara. Namun jika belum lengkap hingga 20 hari, penyidik bakal memperpanjang masa tahanan tersangka menjadi 40 hari.
”Kami belum bisa memastikan kapan pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor Surabaya. Kami targetkan sebelum masa penahanannya habis, berkas sudah dilimpahkan,” tandasnya.
Untuk diketahui, Kades Kertasada Dekky Candra Permana awal 2018 dipanggil oleh Korps Adhyaksa. Kuat degaan, pemaggilan berkaitan dengan laporan dugaan pungli PTSL oleh oknum pemerintah desa.
Kades Kertasada diduga melakukan pungli pada realisasi pengukuran tanah yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep. Setiap warga yang mengukur tanah ditarik biaya Rp 400 ribu per bidang tanah. Padahal, program tersebut seharusnya gratis karena disubsidi pemerintah.
Setiap bidang tanah disubsidi Rp 207 ribu. Pembuat sertifikat tanah digratiskan, mulai biaya pengukuran sampai penerbitan sertifikat. Namun, oknum pemerintah desa diduga memungut Rp 400 ribu per bidang tanah.
Pada waktu itu, Dekky mengakui pemanggilan oleh kejaksaan terkait laporan dugaan pungli PTSL. Pihaknya tidak mengelak ada pemungutan Rp 400 ribu. Namun, pungutan tersebut untuk biaya administrasi dan pembelian patok tanah. Hanya, menurut dia, tidak semua warga membayar lunas biaya tersebut.