JAKARTA, RadarMadura.id – SVB Financial Group atau Silicon Valley Bank, bank yang berfokus pada startup di Amerika Serikat, menjadi bank terbesar yang mengalami kegagalan sejak krisis keuangan 2008. Dilansir Reuters pada Rabu (15/3/2023), kebangkrutan SVB telah mengguncang sistem keuangan global dan mendorong pihak regulator di Amerika untuk turun tangan mengatasi permasalahan tersebut.
Terkait dengan hal tersebut dan pengaruhnya terhadap perbankan nasional, Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan bahwa kondisi industri perbankan Indonesia saat ini dalam kondisi solid. Industri perbankan Indonesiamemiliki eksposur risiko yang minim atas kolapsnya salah satu bank di Amerika Serikat, SVB, tersebut.
”Perbankan di Indonesia, terutama BRI, jauh dari episentrum krisis tersebut. Hal ini tecermin dari permodalan yang kuat serta likuiditas yang memadai,” ungkapnya. Hingga akhir 2022, tercatat CAR BRI (konsolidasian) berada di level sangat kuat sebesar 25,54 persen dan LDR (konsolidasian) terjaga di level 87,09 persen.
Sunarso mengingatkan bahwa sebelumnya BRI berhasil melewati krisis berkali–kali. Dari krisis moneter 1998 hingga krisis yang disebabkan pandemi Covid-19.
”Saat ini perbankan Indonesia sangat taat dalam penerapan BASEL dalam hal risk management-nya sehingga pembentukan modal juga cukup tebal. Di sisi lain, pengawasan dari OJK terhadap bank juga sudah sangat baik. Di samping itu, Bank Indonesia juga terus men-support pemenuhan likuditas,” jelas Sunarso.
”Saat ini kita tetap harus optimistis, tapi tidak jemawa dan tidak sembrono. Jadi, tetap menjalankan prinsip-prinsip good corporate governance, risk management yang baik. Saya kira,itu kuncinya. Jadi optimistis, tapi juga tetap harus hati-hati dan kita punya tools itu semua, terutama di perbankan,” imbuhnya.(*/luq/par)