Oleh LUKMAN HAKIM AG.*
Di darat dan di laut kita dituntut giat dan semangat. Kita yakin bahwa rezeki memang kuasa Tuhan. Tapi, kita tidak boleh berpangku tangan.
ORANG Madura punya banyak parebasan yang menggambarkan semangat hidup. Termasuk dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup. Spirit abantal omba’ asapo’ angen membuktikan pribadi pekerja keras. Orang Madura juga alako berra’ apello koneng.
Bagi masyarakat agraris juga ada ungkapan sapa se atane bakal atana’. Semangat untuk tidak bermalas-malasan juga tergambar dalam sapa se adagang bakal adaging. Semua itu sekaligus mengutuk orang yang hidup dalmos dan momos. Tak ada yang ingin hidup dalam kemiskinan. Sebab, orang miskin eobbar tadha’ owa’na, eremmes tadha’ kasa’na.
Namun, meski oreng sogi tanto soga’ tidak untuk menghinakan mereka yang hidup tak layak. Karena itu, ada tuntunan untuk berbagi. Tidak boleh cerre’ dan barikkeng hingga taena se metto etadhai. Jangan sampai tidak bisa jadi sandaran keluarga. Jangan sampai ada kerabat terjepit seperti tergambar dalam parebasan, ajam mate e jurung.
Materi itulah yang menjadi bahan diskusi saya bersama adik-adik siswa SMP Binar, Selasa (10/1). Mereka antusias mempelajari khasanah kebudayaan dalam bingkai kemiskinan dalam sosiokultural orang Madura. Sejumlah pertanyaan yang mereka ajukan menghidupkan forum pembelajaran kelas VII.
Di luar diskusi itu saya tertarik pada lembaga pendidikan ini karena beberapa hal. Yang utama terkait penggunaan bahasa Madura sebagai nama lembaga. Yakni, binar. Nama yayasannya juga bahasa Madura, Yayasan Sokkla Atena. Sekolah ini mendidik siswa menjadi pribadi yang terbang tak lupa tempat berpijak. Yang ke atas mencakar dan ke bawah mengakar. Tidak hanya bercita-cita setinggi langit, tetapi juga tak lupa bahwa kaki berpijak di bumi.
Setelah membersamai adik-adik di kelas, saya kembali mendapat banyak informasi dari Ibu Istianah Sandy selaku kepala SMP Binar. Darinya saya tahu bahwa Binar Junior High School adalah SMP Islam di Sumenep yang berupaya menghadirkan pendidikan untuk semua (education for all). Untuk semua anak dengan berbagai latar ekonomi, kecerdasan, bakat, dan keunikan.
Selain diambil dari bahasa Madura yang berarti bernur atau bercahaya, Binar merupakan akronim dari Bina Insan Rabbani. Sekolah ini memiliki tagline ”mengukuhkan adab, mengembangkan bakat”. Dalam pelaksanaannya, SMP Binar menggunakan tiga kurikulum. Yakni, Kurikulum Adab sebagai kompetensi utama, Kurikulum Bakat sebagai kompetensi unggulan, dan Kurikulum Nasional dengan pendekatan tematik.
Pendidikan adab menjadi kurikulum utama. Meliputi adab kepada Tuhan Yang Maha Esa beserta ciptaan-Nya, adab kepada kemanusiaan, budaya, alam dan lingkungan, serta menjadikannya sebagai nilai utama dalam belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
SMP Binar mengangkat konsep multiple intelligences dan talents mapping dalam mengembangkan bakat peserta didik. Membimbing peserta didik untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya dalam berbagai aktivitas yang terstruktur.
”Para guru membangun komitmen bersama untuk mengapresiasi keberagaman potensi dan bakat pada peserta didik, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus,” jelas perempuan berkerudung itu.
Ibu Istianah menjelaskan, setiap pekan siswa belajar langsung dari sumber belajar. Mulai objek observasi ataupun tokoh sebagai guru tamu. Sehingga, siswa tidak hanya belajar dari guru di sekolah.
Dalam keterangan tertulis Istianah menerangkan, SMP Binar menyajikan materi dari kurikulum nasional dalam pendekatan tematik dengan mengangkat 17 tema sustainable development goals (SDGs) PBB sebagai tema pembelajaran. Tema menjadi isu sentral dari pembahasan materi semua mata pelajaran, sehingga siswa lebih mudah mengaitkan benang merah antara materi pelajaran dengan realitas kehidupan.
Pembelajaran faktual dan aktual dibalut dengan pengenalan serta pembiasaan adab. SMP Binar berusaha membentuk generasi berwawasan global dengan tetap memegang dan menjaga kearifan lokal.
Sebelum pamit, saya disuguhi BEEP (Binar Eco Enzyme Product) yang dikemas dalam botol plastik. Cairan tersebut diproduksi siswa Binar dari limbah dapur. ”Jangan diminum,” pesan Istianah seolah tahu bahwa saya mengira itu minuman penyegar. (*)
*)Wartawan Jawa Pos Radar Madura