Macet di Blega bukan hanya sekali. Penyebabnya juga berulang. Tapi, masalah itu seolah terpelihara.
SALAH satu yang membuat malas melakukan perjalanan lintas selatan Madura itu karena sering ada kemacetan. Salah satu lokasi kemacetan itu di Blega. Selain karena pasar tumpah dan banjir, kemacetan disebabkan pengerjaan proyek fisik. Semua itu bermuara pada perilaku manusia yang ngala’ nyamanna dibi’.
Saya melintasi jalan itu kemarin (4/12). Dari Pamekasan menuju Bandara Juanda, Sidoarjo. Bersama putri bungsu perintis kemerdekaan/kebangsaan M. Tabrani, Amie Primarni. Putri penggagas bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan itu baru kali pertama berkunjung ke Madura. Dalam rangka menghadiri menerima penghargaan Life Achievement Madura Awards 2021.
Perempuan asal Depok itu juga baru kali pertama menginjakkan kaki di bekas rumah yang pernah ditempati ayahnya di Jalan Sersan Mesrul Nomor 1 Pamekasan. Dia juga berziarah ke makam kakek nenek di Kompleks Pemakaman Ronggosukowati.
Banyak hal yang kami bicarakan sepanjang perjalanan Sidoarjo–Pamekasan Kamis (2/12) dan Pamekasan–Sidoarjo kemarin (4/12). Salah satunya tentang perilaku manusia di jalan raya. Perbincangan ini muncul karena kerap menjumpai pengguna jalan yang asal. Seperti menyalakan lampu sein kanan tapi belok kiri, tanpa sein langsung belok, angkutan umum berhenti semau gue, dan menyerobot jalur jalan saat terjadi kemacetan.
Contoh terakhir ini banyak terlihat di Blega saat banyak kendaraan lain terjebak kemacetan. Bukan hanya pengendara motor. Pengemudi mobil pribadi hingga bus angkutan kota dalam provinsi (AKDP) dan angkutan kota antarprovinsi (AKAP) juga banyak yang ngeslong.
Kendaraan yang main serobot inilah yang memperparah kemacetan semakin panjang dan lama. Penyebab utama kemacetan ini memang karena pengerjaan proyek jalan. Akibatnya, arus lalu lintas diberlakukan secara bergilir. Kendaraan-kendaraan yang ngeslong kanan itu yang membuat giliran tersumbat.
Proyek yang mengganggu lalu lintas di Blega bukan hanya sekarang. Sebelumnya ada perbaikan jembatan yang memaksa banyak kendaraan terpaksa lewat lintas utara. Sekarang masalah serupa terulang. Polisi memang berjaga di lokasi. Tapi mungkin perlu lebih tegas: tindak pengendara yang menyerobot jalur kanan. Ketegasan itu harus terus dilakukan. Tidak hanya sekali dua kali.
Jalur lintas selatan ini ramai. Bisa dibilang akses utama jalur darat. Karena itu, begitu ada masalah di jalur ini, kendaraan pasti mengular. Sayangnya, hingga saat ini tidak ada jalur alternatif jika terjadi kemacetan di Blega. Selama ini selalu diarahkan lewat utara. Padahal, itu terlalu jauh juga. Terutama bagi mereka yang rumahnya di pesisir selatan.
Pemerintah perlu memikirkan jalan alternatif ini. Sekali-kali para petinggi perlu mencoba berkendara tanpa pengawal. Ikuti jalur umum seperti rakyat biasa. Rasakan sensasi kemacetannya.
Mungkin dengan cara seperti itu muncul keinginan untuk membangun jalan alternatif, bukan hanya mengimbau untuk lewat utara. Mungkin dengan cara itu pula muncul inisiatif untuk mendesak petugas lebih tegas menindak pengendara yang melanggar. Terbitkan bukti pelanggaran (tilang) untuk mereka. Mungkin dengan cara itu para petinggi punya keseriusan untuk mengatur dan menertibkan pasar di sepanjang jalan raya.
Satu hal yang perlu diantisipasi jika Anda dari Sampang hendak ke Bangkalan atau sebaliknya. Bagaimana kondisi Blega? Macet atau banjir? Kita juga perlu tahu jadwal buka Pasar Galis dan Tanah Merah. Sebelum berangkat, Anda perlu mengalokasikan waktu yang cukup dan menabung kesabaran jika ternyata terjebak kemacetan hingga berjam-jam.
Kemarin kami untuk bisa lewat Pasar Blega butuh waktu satu jam. Pertama kendaraan merayap di SPBU timur pasar. Lalu, lama berhenti di depan kantor PLN. Baru sekitar 60 menit kami bisa melewati lokasi proyek pengecoran.
Kemacetan menambah keterkenalan nama Blega. Dulu kita mengenal Pangeran Blega dan Patih Gusti Macan. Sekarang kita mengenal kemacetan dan banjir. Sebagian ibu-ibu juga mengenal Blega sebagai pasar buah karena di pasar ini berjejer lapak penjual buah.
Blega belum lega. Setelah melewati kemacetan di tempat ini rasanya plong.
Tapi, kemacetan ini tidak hanya jadi masalah. Banyaknya kendaraan yang mengular justru jadi berkah bagi pedagang asongan.
Bagi pemerintah, ini masalah atau berkah?
Versi cetak terbit di Jawa Pos Radar Madura edisi Minggu (5/12).