SUMENEP – Meski sidang kode etik profesi dengan terduga pelanggar Aiptu Wahyu Widodo dan kawan-kawan selesai digelar di ruang sidang Bidpropram Polda Jatim, Polres Sumenep memilih bungkam. Polres tidak mau memberikan penjelasan dan terkesan menjadikan Polda Jatim sebagai perisai.
Berdasar surat Nomor: 07/V/Res.1.24/2022/Provos yang diteken Kasipropam Polres Sumenep Iptu Moh. Abd. Kohar, diterangkan bahwa institusinya telah menerima pelimpahan perkara dugaan pelanggaran kode etik profesi dengan terduga pelanggar Aiptu Wahyu Widodo dan kawan-kawan dari Bidpropam Polda Jatim.
”Jabatan terduga pelanggar Aiptu Wahyu Widodo adalah Banit Resmob Satreskrim Polres Sumenep,” tulis Moh. Abd. Kohar dalam surat tertanggal 25 Mei 2022 tersebut.
Moh. Abd. Kohar dalam surat yang ditujukan kepada DPC GMNI Sumenep menambahkan, perkara yang dilimpahkan Bidpropam Polda Jatim tersebut bernomor: LP-A/29/IV/2022/Yanduan tanggal 5 April 2022.
”Sidang kode etik profesi digelar di ruang Bidpropam Polda Jatim pada 20 Mei 2022. Selama sidang kode etik profesi berlangsung, tidak menemukan hambatan,” tulisnya lagi.
Dalam surat tersebut, perwira pertama berusia 54 tahun itu melampirkan beberapa rujukan. Misalnya, surat Kapolda Jatim Nomor: R/20/IV/HUK.12.10/2022 tanggal 21 April 2022 tentang pendapat dan saran hukum terduga pelanggar Aiptu Wahyu Widodo cs.
Termasuk keputusan Kapolres Sumenep Nomor: Kep/42/V/2022 tanggal 23 Mei 2022 tentang Penetapan Penjatuhan Hukuman Komisi Kode Etik Profesi Polri.
Ketika Jawa Pos Radar Madura (JPRM) mengonfirmasikan hal tersebut kepada Kasihumas Polres Sumenep AKP Widiarti, yang bersangkutan selalu berkelit. Padahal, sebelumnya, saat beberapa kali diunjuk rasa oleh aktivis dan keluarga, sudah disepakati beberapa hal.
Salah satunya, polres bersedia memberikan informasi secara terbuka tentang kasus penembakan terhadap Herman. ”Kami sudah berkirim surat. Kalau hasil detailnya, itu bukan wilayah kami untuk menjelaskan. Itu ranah Bidpropam Polda Jatim,” ucapnya.
Nur Faisal selaku Wakabid Hukum dan HAM DPD KNPI mengatakan, Polda Jatim, terutama Polres Sumenep, terkesan tidak menghargai kesepakatan yang dibangun sejak awal. Sehingga, kurang transparan dalam membeber progres kasus tersebut.
Indikasinya, sambung Kepala Prodi Hukum Keluarga Islam HKI STAI Nurud Dhalam Sumenep itu, keluarga Herman dan masyarakat tidak mendapatkan informasi yang utuh.
”Sejak awal, keluarga almarhum Herman yang didampingi DPC GMNI Sumenep tuntutannya kan sederhana, minta dipidanakan dan dipecat. Beri tahukan hasilnya kepada kami. Sementara informasi yang kami dapat hanya sidang kode etik profesi sudah selesai dilaksanakan,” sesalnya.
Nur Faisal mengingatkan, penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan transparan. Dengan begitu, masyarakat percaya bahwa pengusutan perkara sampai sidang kode etik profesi benar-benar sesuai undang-undang.
”Salah satu asas hukum kita adalah equality before the law. Semua orang di mata hukum derajatnya sama. Karena itu, harus transparan,” imbuhnya.
Dijelaskan, Polres Sumenep dan Polda Jatim wajib berhati-hati menetapkan vonis perkara penembakan yang terjadi pada Minggu (13/3). Dia tidak ingin institusi Polri tercemar atau runtuh nama baiknya karena ulah oknum anggotanya.
”Bersihkan Polri dari oknum anggota yang tidak berintegritas tersebut,” pinta Nur Faisal.
Nur Faisal menyatakan, keluarga Herman dan sejumlah aktivis akan kembali mendatangi Mapolres Sumenep hari ini (30/5). Salah satu tujuannya, untuk meminta polres menjelaskan hasil sidang kode etik profesi yang digelar di ruang sidang Bidpropam Polda Jatim.
”Polres Sumenep jangan menjadikan Polda Jatim sebagai perisai,” pungkasnya. (di)