SURABAYA, RadarMadura.id – Sidang lanjutan dugaan kasus jual beli jabatan dan fee proyek dengan terdakwa Bupati nonaktif Abdul Latif Amin Imron menguak fakta baru. Terutama, mengenai aliran fee proyek di lingkungan Pemkab Bangkalan.
Terungkap dalam fakta persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya Jumat (26/5) bahwa fee proyek mengalir ke mantan Kasipidsus Kejari Bangkalan M. Iqbal dan Tyas Pambudi selaku anak buah La Nyalla Mattalitti.
Dalam sidang tersebut delapan saksi dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Di antaranya, M. Sodiq sebagai komisioner Komisi Informasi (KI) Bangkalan. Kemudian, Subhan Evendy dan Januar Perdana. Keduanya merupakan kontraktor.
Berikutnya, JPU juga menghadirkan Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bangkalan Moh. Ridwan, Tyas Pambudi, Sigit Kurniawan (karyawan Tyas), Abdul Hafid (pengusaha besi tua), dan Ayu Khoirunita (istri kedua bupati nonaktif Ra Latif ).
Ketika sidang baru dimulai Jumat (26/5), Ayu Khoirunita mendadak pamit untuk tidak ikut sidang. Permintaan itu dikabulkan oleh majelis hakim.
JPU mencecar kesaksian M. Sodiq. Dia menyatakan bahwa pada 2017 Ra Latif memutuskan maju sebagai calon bupati. Saat itu dia diajak Muhammad Fahad (ketua DPRD) untuk jadi tim pemenangan.
Lalu, pada 2018, Ra Latif terpilih menjadi bupati. Kemudian, satu tahun berikutnya Fahad terpilih menjadi anggota DPRD Bangkalan. Fahad ditunjuk Ra Latif menjadi Ketua Forum Asosiasi Pengusaha Konstruksi Kabupaten Bangkalan. Anggotanya terdiri atas Gapensi, Askonas, Gapeksindo, Gapeknas, Aspeksin do, dan Hipsindo.
Di depan majelis hakim, Sodiq menyampaikan bahwa pada 2019 pihaknya diminta Fahad untuk membantu Fuad Amin (almarhum) mengatur proyek. Ketika itu, dia ditugaskan mengatur proyek penunjukan langsung (PL) sebanyak 250 titik. Anggarannya sekitar Rp 200 juta per paket dengan total Rp 50 miliar.
Ratusan PL itu diberikan kepada kepala desa secara cuma-cuma sebagai hadiah lantaran Ra Latif terpilih menjadi bupati. ”Saya tidak komunikasi dengan terdakwa (Ra Latif ). Waktu 2019 saya hanya komunikasi dengan Fuad Amin dengan Fahad untuk mengatur proyek itu,” terang dia.
Adapun, lanjut Sodiq, untuk proyek tender pada 2019 dikoordinasi Ardiansyah. Fee proyek itu 5–10 persen dengan nilai mencapai Rp 1,8 miliar. ”Uang fee diantar ke Fahad,” urainya.
Sodiq kembali menyampaikan, saat Fuad Amin meninggal dunia, pihaknya berkomunikasi dengan Ra Latif dan sering ke pendopo. Ketika itu pihaknya sudah mau berhenti, tapi Fahad meminta tolong untuk terus membantu.
Sementara, untuk fee proyek pada 2020 sekitar Rp 1,5 miliar. Uang Rp 900 juta diminta Fahad untuk membayar cicilan beberapa mobil ke Pegadaian. Lalu, Rp 250 juta kembali diberikan kepada Fahad untuk membeli mobil untuk diberikan kepada Hadi selaku supplier kambing etawa. Sisanya tinggal Rp 350 juta.
Lalu, Fahad berkoordinasi dengan mantan Kasipidsus Kejari Bangkalan M. Iqbal. Koordinasi itu untuk pengamanan kasus korupsi kambing etawa yang menyeret mantan bupati Bangkalan RK Makmun Ibnu Fuad. Ketua dewan itu juga memberikan uang Rp 1 miliar dan sisa uang Rp 350 juta hasil dari fee proyek kepada Sodiq untuk diberikan kepada M. Iqbal. ”Uang itu saya serahkan ke rumah dinas jaksa,” kata Sodiq.
Pada 2021, terang Sodiq, pihaknya mendapat fee proyek Rp 1,4 miliar dari asosiasi kontraktor. Dana Rp 300 juta diperintahkan Fahad untuk membayar cicilan mobil. Di tahun tersebut, Ra Latif memperkenalkan Tyas Pambudi kepada Sodiq. Tyas menawarkan proyek SPAM dan peningkatan jalan dari pemerintah pusat sebesar Rp 79 miliar.
Namun, untuk mendapatkan proyek tersebut harus setor uang dulu. Total yang disetor ke Tyas mencapai Rp 3,4 miliar. Namun, meski sudah menyetorkan uang, ternyata proyek tersebut tak kunjung turun hingga saat ini. Terkesan ditipu oleh Tyas.
Sodiq juga menyampaikan bahwa mendapat uang Rp 800 juta dari asosiasi kontraktor. Uang itu ditransfer ke dua nomor re kening berbeda. Uang Rp 500 juta disetor tunai kepada seseorang. Namun, Sodiq mengaku lupa kepada siapa. Sementara, uang Rp 300 juta ditransfer melalui ATM Subhan Evendy dan Abdul Latif (wartawan) kepada Dwi Putranto Sulah.
”Intinya, dari fee proyek sekitar Rp 4,1 miliar itu tidak ada yang diberikan langsung untuk keperluan bupati,” kata Sodiq dalam kesaksiannya.
Ketua DPRD Bangkalan Muhammad Fahad membantah menyuruh Sodiq mengatur proyek. Dia juga membantah mengenai uang ratusan juta untuk membayar cicilan mobil di Pegadaian.
Untuk kesaksian Subhan Evendy dan Januar Perdana, hanya menjelaskan adanya pengondisian pemenang proyek. Pengondisian itu bermaksud agar pemenang proyek dari putra daerah Bangkalan, bukan kontraktor luar.
Dalam persidangan, Moh. Ridwan tidak banyak dicecar oleh pertanyaan. Ridwan hanya menjelaskan bahwa proses lelang sudah sesuai prosedur. ”Kalau lelang sudah sesuai prosedur,” kata Ridwan.
Tyas mengaku kenal dengan Ra Latif karena diberi nomor telepon oleh Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti. Kemudian, dia menawarkan pekerjaan SPAM dan peningkatan jalan dari Kementerian PUPR. Dia membenarkan ada uang yang diserahkan oleh Sodik dengan total mencapai Rp 3,4 miliar. ”Uang itu diserahkan ke Bernard, orang Ke menterian PUPR,” paparnya.
Di depan majelis hakim, Hafid juga menyampaikan bahwa dirinya berprofesi sebagai pengusaha besi tua di Jakarta. Dia mengenal Ra Latif ketika mondok di Ponpes Syaikhona Moh. Kholil.
Pada 2021, Hafid diminta tolong bupati untuk menyicil rumah di Surabaya. Harga rumahnya Rp 8 miliar. Setiap bulan Rp 134 juta dan uang dari Ra Latif Rp 3,4 miliar. ”Kalau ada perintah kiai, saya iyaiya saja. Saya mengharap barokahnya,” tuturnya.
Risang Bima Wijaya selaku kuasa hukum Ra Latif mengatakan, uang fee proyek yang terkumpul dari Sodiq sebesar Rp 4,1 miliar. Uang itu tidak diserahkan kepada bupati langsung. Dalam fakta persidangan, uang itu mengalir kepada mantan Kasipidsus Kejari Bangkalan M. Iqbal.
Uang tersebut, lanjut Risang, untuk menutup kasus korupsi kambing etawa yang menyeret mantan bupati RK Makmun Ibnu Fuad. Lalu, hasil fee proyek itu juga untuk disetor ke Tyas dalam rangka mengunduh proyek dari pemerintah pusat.
JPU KPK Ricky BM mengatakan, mengenai fee proyek yang mengalir ke mantan Kasipidsus Bangkalan M. Iqbal dan Tyas, nantinya akan dilaporkan kepada penyidik KPK. Sebab, hal itu menjadi ranah penyidik untuk melakukan pengembangan atau tidak.
”JPU fokus ke sidang. Setiap sidang pasti kami laporkan kepada penyidik,” tandasnya. (bam/daf)