24 C
Madura
Wednesday, June 7, 2023

Duh, Fee Proyek Rp 1,350 Miliar Mengalir ke Kejari Bangkalan

SURABAYA, RadarMadura.id – Sidang lanjutan dugaan kasus jual beli jabatan dan fee proyek dengan terdakwa Bupati nonaktif Abdul Latif Amin Imron menguak fakta baru. Terutama, mengenai aliran fee proyek di lingkungan Pemkab Bangkalan.

Terungkap dalam fakta persi­dangan yang digelar di Pengadi­lan Tipikor Surabaya Jumat (26/5) bahwa fee proyek menga­lir ke mantan Kasipidsus Kejari Bangkalan M. Iqbal dan Tyas Pambudi selaku anak buah La Nyalla Mattalitti.

Dalam sidang tersebut delapan saksi dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Di antaranya, M. Sodiq sebagai ko­misioner Komisi Informasi (KI) Bangkalan. Kemu­dian, Subhan Evendy dan Ja­nuar Perdana. Keduanya meru­pakan kontraktor.

Berikutnya, JPU juga mengha­dirkan Kepala Bagian Unit Laya­nan Pengadaan (ULP) Bangkalan Moh. Ridwan, Tyas Pambudi, Sigit Kurniawan (karyawan Tyas), Abdul Hafid (pengusaha besi tua), dan Ayu Khoirunita (istri kedua bupati nonaktif Ra Latif ).

Ketika sidang baru dimulai Jumat (26/5), Ayu Khoirunita mendadak pamit untuk tidak ikut sidang. Permintaan itu di­kabulkan oleh majelis hakim.

JPU mencecar kesaksian M. Sodiq. Dia menyatakan bahwa pada 2017 Ra Latif memutuskan maju sebagai calon bupati. Saat itu dia diajak Muhammad Fahad (ketua DPRD) untuk jadi tim pemenangan.

Lalu, pada 2018, Ra Latif terpi­lih menjadi bupati. Kemudian, satu tahun berikutnya Fahad terpilih menjadi anggota DPRD Bangkalan. Fahad ditunjuk Ra Latif menjadi Ketua Forum Aso­siasi Pengusaha Konstruksi Ka­bupaten Bangkalan. Anggotanya terdiri atas Gapensi, Askonas, Gapeksindo, Gapeknas, Aspeksin­ do, dan Hipsindo.

Di depan majelis hakim, Sodiq menyampaikan bahwa pada 2019 pihaknya diminta Fahad untuk membantu Fuad Amin (almarhum) mengatur proyek. Ketika itu, dia ditugaskan mengatur proyek penunjukan lang­sung (PL) sebanyak 250 titik. Ang­garannya sekitar Rp 200 juta per paket dengan total Rp 50 miliar.

Ratusan PL itu diberikan ke­pada kepala desa secara cuma­-cuma sebagai hadiah lantaran Ra Latif terpilih menjadi bupati. ”Saya tidak komunikasi dengan terdakwa (Ra Latif ). Waktu 2019 saya hanya komunikasi dengan Fuad Amin dengan Fahad untuk me­ngatur proyek itu,” terang dia.

Adapun, lanjut Sodiq, untuk proyek tender pada 2019 diko­ordinasi Ardiansyah. Fee proyek itu 5–10 persen dengan nilai mencapai Rp 1,8 miliar. ”Uang fee diantar ke Fahad,” urainya.

Baca Juga :  Manfaatkan Digitalisasi Kenalkan Warisan Budaya

Sodiq kembali menyampaikan, saat Fuad Amin meninggal dunia, pihaknya berkomunikasi dengan Ra Latif dan sering ke pendopo. Ketika itu pihaknya sudah mau berhenti, tapi Fahad meminta tolong untuk terus membantu.

Sementara, untuk fee proyek pada 2020 sekitar Rp 1,5 miliar. Uang Rp 900 juta diminta Fahad untuk membayar cicilan beber­apa mobil ke Pegadaian. Lalu, Rp 250 juta kembali diberikan ke­pada Fahad untuk membeli mo­bil untuk diberikan kepada Hadi selaku supplier kambing etawa. Sisanya tinggal Rp 350 juta.

Lalu, Fahad berkoordinasi dengan mantan Kasipidsus Ke­jari Bangkalan M. Iqbal. Koordi­nasi itu untuk pengamanan kasus korupsi kambing etawa yang menyeret mantan bupati Bangkalan RK Makmun Ibnu Fuad. Ketua dewan itu juga mem­berikan uang Rp 1 miliar dan sisa uang Rp 350 juta hasil dari fee proyek kepada Sodiq untuk diberikan kepada M. Iqbal. ”Uang itu saya serahkan ke rumah dinas jaksa,” kata Sodiq.

Pada 2021, terang Sodiq, pihaknya mendapat fee proyek Rp 1,4 mi­liar dari asosiasi kontraktor. Dana Rp 300 juta diperintahkan Fahad untuk membayar cicilan mobil. Di tahun tersebut, Ra Latif mem­perkenalkan Tyas Pambudi ke­pada Sodiq. Tyas menawarkan proyek SPAM dan peningkatan jalan dari pemerintah pusat se­besar Rp 79 miliar.

Namun, untuk mendapatkan proyek tersebut harus setor uang dulu. Total yang disetor ke Tyas mencapai Rp 3,4 miliar. Namun, meski sudah menyetorkan uang, ter­nyata proyek tersebut tak kunjung turun hingga saat ini. Terkesan ditipu oleh Tyas.

Sodiq juga menyampaikan bahwa mendapat uang Rp 800 juta dari asosiasi kontraktor. Uang itu ditransfer ke dua nomor re­ kening berbeda. Uang Rp 500 juta disetor tunai kepada seseo­rang. Namun, Sodiq mengaku lupa kepada siapa. Sementara, uang Rp 300 juta ditransfer mel­alui ATM Subhan Evendy dan Abdul Latif (wartawan) kepada Dwi Putranto Sulah.

”Intinya, dari fee proyek sekitar Rp 4,1 miliar itu tidak ada yang diberikan langsung untuk keper­luan bupati,” kata Sodiq dalam kesaksiannya.

Baca Juga :  Tuntut Seret Dua Penjemput Korban

Ketua DPRD Bangkalan Mu­hammad Fahad membantah menyuruh Sodiq mengatur proyek. Dia juga membantah mengenai uang ratusan juta untuk membayar cicilan mo­bil di Pegadaian.

Untuk kesaksian Subhan Evendy dan Januar Perdana, hanya men­jelaskan adanya pengondisian pemenang proyek. Pengondisian itu bermaksud agar pemenang proyek dari putra daerah Bangka­lan, bukan kontraktor luar.

Dalam persidangan, Moh. Ridwan tidak banyak dicecar oleh pertanyaan. Ridwan hanya menjelaskan bahwa proses le­lang sudah sesuai prosedur. ”Kalau lelang sudah sesuai prosedur,” kata Ridwan.

Tyas mengaku kenal dengan Ra Latif karena diberi nomor telepon oleh Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti. Kemudian, dia menawarkan pekerjaan SPAM dan peningkatan jalan dari Ke­menterian PUPR. Dia membenarkan ada uang yang diserahkan oleh Sodik dengan total menca­pai Rp 3,4 miliar. ”Uang itu dise­rahkan ke Bernard, orang Ke­ menterian PUPR,” paparnya.

Di depan majelis hakim, Hafid juga menyampaikan bahwa di­rinya berprofesi sebagai pengu­saha besi tua di Jakarta. Dia menge­nal Ra Latif ketika mondok di Ponpes Syaikhona Moh. Kholil.

Pada 2021, Hafid diminta tolong bupati untuk menyicil rumah di Surabaya. Harga rumahnya Rp 8 miliar. Setiap bulan Rp 134 juta dan uang dari Ra Latif Rp 3,4 miliar. ”Kalau ada perintah kiai, saya iya­iya saja. Saya mengharap barokahnya,” tuturnya.

Risang Bima Wijaya selaku kuasa hukum Ra Latif mengatakan, uang fee proyek yang terkumpul dari Sodiq sebesar Rp 4,1 miliar. Uang itu tidak diserahkan kepada bupati langsung. Dalam fakta persidangan, uang itu mengalir ke­pada mantan Kasipidsus Kejari Bangkalan M. Iqbal.

Uang tersebut, lanjut Risang, untuk menutup kasus korupsi kambing etawa yang menyeret mantan bupati RK Makmun Ibnu Fuad. Lalu, hasil fee proyek itu juga untuk disetor ke Tyas dalam rangka mengunduh proyek dari pemerintah pusat.

JPU KPK Ricky BM menga­takan, mengenai fee proyek yang mengalir ke mantan Kasipidsus Bangkalan M. Iqbal dan Tyas, nantinya akan dilaporkan ke­pada penyidik KPK. Sebab, hal itu menjadi ranah penyidik untuk melakukan pengem­bangan atau tidak.

”JPU fokus ke sidang. Setiap sidang pasti kami laporkan kepada penyi­dik,” tandasnya. (bam/daf)

SURABAYA, RadarMadura.id – Sidang lanjutan dugaan kasus jual beli jabatan dan fee proyek dengan terdakwa Bupati nonaktif Abdul Latif Amin Imron menguak fakta baru. Terutama, mengenai aliran fee proyek di lingkungan Pemkab Bangkalan.

Terungkap dalam fakta persi­dangan yang digelar di Pengadi­lan Tipikor Surabaya Jumat (26/5) bahwa fee proyek menga­lir ke mantan Kasipidsus Kejari Bangkalan M. Iqbal dan Tyas Pambudi selaku anak buah La Nyalla Mattalitti.

Dalam sidang tersebut delapan saksi dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Di antaranya, M. Sodiq sebagai ko­misioner Komisi Informasi (KI) Bangkalan. Kemu­dian, Subhan Evendy dan Ja­nuar Perdana. Keduanya meru­pakan kontraktor.


Berikutnya, JPU juga mengha­dirkan Kepala Bagian Unit Laya­nan Pengadaan (ULP) Bangkalan Moh. Ridwan, Tyas Pambudi, Sigit Kurniawan (karyawan Tyas), Abdul Hafid (pengusaha besi tua), dan Ayu Khoirunita (istri kedua bupati nonaktif Ra Latif ).

Ketika sidang baru dimulai Jumat (26/5), Ayu Khoirunita mendadak pamit untuk tidak ikut sidang. Permintaan itu di­kabulkan oleh majelis hakim.

JPU mencecar kesaksian M. Sodiq. Dia menyatakan bahwa pada 2017 Ra Latif memutuskan maju sebagai calon bupati. Saat itu dia diajak Muhammad Fahad (ketua DPRD) untuk jadi tim pemenangan.

Lalu, pada 2018, Ra Latif terpi­lih menjadi bupati. Kemudian, satu tahun berikutnya Fahad terpilih menjadi anggota DPRD Bangkalan. Fahad ditunjuk Ra Latif menjadi Ketua Forum Aso­siasi Pengusaha Konstruksi Ka­bupaten Bangkalan. Anggotanya terdiri atas Gapensi, Askonas, Gapeksindo, Gapeknas, Aspeksin­ do, dan Hipsindo.

- Advertisement -

Di depan majelis hakim, Sodiq menyampaikan bahwa pada 2019 pihaknya diminta Fahad untuk membantu Fuad Amin (almarhum) mengatur proyek. Ketika itu, dia ditugaskan mengatur proyek penunjukan lang­sung (PL) sebanyak 250 titik. Ang­garannya sekitar Rp 200 juta per paket dengan total Rp 50 miliar.

Ratusan PL itu diberikan ke­pada kepala desa secara cuma­-cuma sebagai hadiah lantaran Ra Latif terpilih menjadi bupati. ”Saya tidak komunikasi dengan terdakwa (Ra Latif ). Waktu 2019 saya hanya komunikasi dengan Fuad Amin dengan Fahad untuk me­ngatur proyek itu,” terang dia.

Adapun, lanjut Sodiq, untuk proyek tender pada 2019 diko­ordinasi Ardiansyah. Fee proyek itu 5–10 persen dengan nilai mencapai Rp 1,8 miliar. ”Uang fee diantar ke Fahad,” urainya.

Baca Juga :  Bupati Ra Latif Resmikan Yayasan Nur Thayyibah Sahlun

Sodiq kembali menyampaikan, saat Fuad Amin meninggal dunia, pihaknya berkomunikasi dengan Ra Latif dan sering ke pendopo. Ketika itu pihaknya sudah mau berhenti, tapi Fahad meminta tolong untuk terus membantu.

Sementara, untuk fee proyek pada 2020 sekitar Rp 1,5 miliar. Uang Rp 900 juta diminta Fahad untuk membayar cicilan beber­apa mobil ke Pegadaian. Lalu, Rp 250 juta kembali diberikan ke­pada Fahad untuk membeli mo­bil untuk diberikan kepada Hadi selaku supplier kambing etawa. Sisanya tinggal Rp 350 juta.

Lalu, Fahad berkoordinasi dengan mantan Kasipidsus Ke­jari Bangkalan M. Iqbal. Koordi­nasi itu untuk pengamanan kasus korupsi kambing etawa yang menyeret mantan bupati Bangkalan RK Makmun Ibnu Fuad. Ketua dewan itu juga mem­berikan uang Rp 1 miliar dan sisa uang Rp 350 juta hasil dari fee proyek kepada Sodiq untuk diberikan kepada M. Iqbal. ”Uang itu saya serahkan ke rumah dinas jaksa,” kata Sodiq.

Pada 2021, terang Sodiq, pihaknya mendapat fee proyek Rp 1,4 mi­liar dari asosiasi kontraktor. Dana Rp 300 juta diperintahkan Fahad untuk membayar cicilan mobil. Di tahun tersebut, Ra Latif mem­perkenalkan Tyas Pambudi ke­pada Sodiq. Tyas menawarkan proyek SPAM dan peningkatan jalan dari pemerintah pusat se­besar Rp 79 miliar.

Namun, untuk mendapatkan proyek tersebut harus setor uang dulu. Total yang disetor ke Tyas mencapai Rp 3,4 miliar. Namun, meski sudah menyetorkan uang, ter­nyata proyek tersebut tak kunjung turun hingga saat ini. Terkesan ditipu oleh Tyas.

Sodiq juga menyampaikan bahwa mendapat uang Rp 800 juta dari asosiasi kontraktor. Uang itu ditransfer ke dua nomor re­ kening berbeda. Uang Rp 500 juta disetor tunai kepada seseo­rang. Namun, Sodiq mengaku lupa kepada siapa. Sementara, uang Rp 300 juta ditransfer mel­alui ATM Subhan Evendy dan Abdul Latif (wartawan) kepada Dwi Putranto Sulah.

”Intinya, dari fee proyek sekitar Rp 4,1 miliar itu tidak ada yang diberikan langsung untuk keper­luan bupati,” kata Sodiq dalam kesaksiannya.

Baca Juga :  Polda dan UTM Sikapi Surat Terbuka untuk Kapolda Jatim

Ketua DPRD Bangkalan Mu­hammad Fahad membantah menyuruh Sodiq mengatur proyek. Dia juga membantah mengenai uang ratusan juta untuk membayar cicilan mo­bil di Pegadaian.

Untuk kesaksian Subhan Evendy dan Januar Perdana, hanya men­jelaskan adanya pengondisian pemenang proyek. Pengondisian itu bermaksud agar pemenang proyek dari putra daerah Bangka­lan, bukan kontraktor luar.

Dalam persidangan, Moh. Ridwan tidak banyak dicecar oleh pertanyaan. Ridwan hanya menjelaskan bahwa proses le­lang sudah sesuai prosedur. ”Kalau lelang sudah sesuai prosedur,” kata Ridwan.

Tyas mengaku kenal dengan Ra Latif karena diberi nomor telepon oleh Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti. Kemudian, dia menawarkan pekerjaan SPAM dan peningkatan jalan dari Ke­menterian PUPR. Dia membenarkan ada uang yang diserahkan oleh Sodik dengan total menca­pai Rp 3,4 miliar. ”Uang itu dise­rahkan ke Bernard, orang Ke­ menterian PUPR,” paparnya.

Di depan majelis hakim, Hafid juga menyampaikan bahwa di­rinya berprofesi sebagai pengu­saha besi tua di Jakarta. Dia menge­nal Ra Latif ketika mondok di Ponpes Syaikhona Moh. Kholil.

Pada 2021, Hafid diminta tolong bupati untuk menyicil rumah di Surabaya. Harga rumahnya Rp 8 miliar. Setiap bulan Rp 134 juta dan uang dari Ra Latif Rp 3,4 miliar. ”Kalau ada perintah kiai, saya iya­iya saja. Saya mengharap barokahnya,” tuturnya.

Risang Bima Wijaya selaku kuasa hukum Ra Latif mengatakan, uang fee proyek yang terkumpul dari Sodiq sebesar Rp 4,1 miliar. Uang itu tidak diserahkan kepada bupati langsung. Dalam fakta persidangan, uang itu mengalir ke­pada mantan Kasipidsus Kejari Bangkalan M. Iqbal.

Uang tersebut, lanjut Risang, untuk menutup kasus korupsi kambing etawa yang menyeret mantan bupati RK Makmun Ibnu Fuad. Lalu, hasil fee proyek itu juga untuk disetor ke Tyas dalam rangka mengunduh proyek dari pemerintah pusat.

JPU KPK Ricky BM menga­takan, mengenai fee proyek yang mengalir ke mantan Kasipidsus Bangkalan M. Iqbal dan Tyas, nantinya akan dilaporkan ke­pada penyidik KPK. Sebab, hal itu menjadi ranah penyidik untuk melakukan pengem­bangan atau tidak.

”JPU fokus ke sidang. Setiap sidang pasti kami laporkan kepada penyi­dik,” tandasnya. (bam/daf)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/