PAMEKASAN, Jawa Pos Radar Madura – Pergaulan bebas di kalangan remaja kian mengkhawatirkan. Buktinya, bulan ini polisi mengungkap dua kasus asusila dan korbannya sama-sama berstatus pelajar. Ironisnya, yang melakukan rudapaksa juga berstatus pelajar. Dalam dua kasus tersebut, polisi mengamankan empat tersangka.
”Pada Agustus ini, ada dua pelajar SMP yang menjadi korban pemerkosaan. Pertama di Kecamatan Kota Pamekasan dan kasus kedua terjadi di Kecamatan Tlanakan,” kata Koordinator Divisi Hukum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP3A) Pamekasan Umi Supraptiningsih.
Menurut Umi, pelajar yang menjadi korban rudapaksa di Kecamatan Kota Pamekasan berusia 14 tahun. Korban dirudapaksa oleh dua lelaki. Ironisnya, salah seorang tersangka merupakan teman sekolah korban. ”Satu sekolah, tapi mereka (korban dan pelaku) tidak pacaran, statusnya teman,” ujarnya.
Dia menjelaskan, teman korban yang ditetapkan sebagai tersangka masih berusia 15 tahun. Sedangkan tersangka lainnya bernama Junaidi, 20 tahun. ”Kasus tersebut saat ini sedang memasuki tahap sidang. Dalam waktu dekat, sidang dengan agenda putusan segera digelar,” katanya.
Umi menuturkan, kasus rudapaksa kedua juga dialami murid SMPN berusia 14 tahun. Tersangka dalam kasus tersebut juga dua orang. Pertama berusia 15 tahun dan pelaku lainnya berusia 20 tahun bernama Fujarul Komar. ”Mereka baru kenalan. Korban diajak jalan-jalan, lalu dibuat mabuk. Setelah tidak sadar, baru dirudapaksa. Sidangnya dalam waktu dekat,” ulasnya.
Dia menambahkan, dalam kasus asusila, anak tidak bisa terlalu disalahkan. Orang tua harus introspeksi diri. Apakah selama ini sudah membimbing, menasihati, dan mengawasi anak dengan maksimal. Anak usia belasan tahun belum bisa memikirkan dampak dan risiko. Semua orang dianggap baik.
”Anak pada usia tersebut juga tidak terlalu paham tentang seks. Tidak semua anak pada usia belasan paham akan dampaknya,” ucapnya.
Umi menegaskan, anak harus dibekali pendidikan seks sejak dini. Jika memungkinkan bisa dimulai sejak TK hingga kuliah. Sebab, pendidikan seks bagi sebagian orang masih dianggap tabu. Padahal, itu sangat penting. ”Supaya mereka mengenal dan paham bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh,” ucapnya.
Dosen IAIN Madura itu juga menyarankan orang tua tidak asal memberikan anak fasilitas berupa ponsel. Jika diberi ponsel, anak harus diedukasi akan mamfaat dan bahaya handphone. ”Pergaulan anak-anak harus benar-benar diawasi,” ingatnya.
Umi menerangkan, sejak 2007 pihaknya sudah konsentrasi memperhatikan kasus asusila yang melibatkan anak. Mulai usia 3 tahun hingga 7 tahun. ”Nanti akan dua problem yang akan terjadi. Korban bisa menjadi orang baik atau malah menjadi pramuria,” pungkasnya.