22.1 C
Madura
Thursday, June 1, 2023

Jaksa Tanyakan Aliran Dana Dalam Kasus Lelang Jabatan Pemkab Bangkalan

SURABAYA – Sidang lanjutan dugaan kasus jual beli jabatan dan fee proyek dengan terdakwa Bupati nonaktif Bangkalan Abdul Latif Amin Imron kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya Jumat (19/5). Dalam sidang yang dimulai pukul 08.00 itu, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan enam saksi.

Enam saksi itu terdiri atas Plt Bupati Bangkalan Mohni, Ketua DPRD Bangkalan Muhammad Fahad, Kepala Dispora Bangkalan Akhmad Ahadiyan Hamid, dan Komisioner KPU Sairil Munir.

Kemudian, mantan Plt Sekkab Ishak Sudibyo yang kala itu menjabat kepala DPRKP, dan Direktur Integrity Ahmad Sukron.

Selama sidang berlangsung, JPU KPK Rikhi mencecar sejumlah pertanyaan kepada Plt Bupati Mohni. Salah satu pertanyaannya mengenai lelang jabatan.

Saat ditanya, Mohni tidak mengelak. Dia mengaku bahwa menitipkan Achmad Mustaqim pada lelang jabatan 2022 lalu. Akan tetapi, dengan catatan harus sesuai prosedur dan ketentuan.

Atas elang jabatan pimpinan tinggi (JPT) Pratama itu, Achmad Mustaqim terpilih sebagai kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Bangkalan. ”Saya bilang ke Pak Bupati kalau nitip. Mustaqim ikut saya delapan tahun. Saya tahu kinerjanya,” kata dia menjawab pertanyaan JPU.

Untuk lelang jabatan 2020, setelah pelantikan sembilan pejabat, Mohni juga mengakui bahwa bertemu Bupati nonaktif Ra Latif. Ketika itu, Bupati Ra Latif menceritakan butuh uang Rp 1 miliar untuk diserahkan kepada Ketua DPRD Muhammad Fahad.

”Seingat saya, waktu itu hari Jumat. Pak Bupati bilang butuh uang Rp 1 miliar dan disuruh diserahkan kepada Ketua Dewan Fahad,” kata Mohni lagi.

Mendengar cerita Bupati nonaktif Ra Latif, Mohni men- ghubungi mantan Plt Sekkab Bangkalan Ishak Sudibyo. Namun, yang bersangkutan tidak bisa datang lantaran berada di Pamekasan untuk menghadiri takziah.

Tidak lama datang Kepala Badan Kepegawaian dan Peng- embangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) Bangkalan RoosliHaryono(saat ini kepala disdag) ke rumah dinas Wabup. Lalu, Mohni menceritakan kepada Roosli (Nonok) bahwa bupati nonaktif Ra Latif butuh uang Rp 1 miliar.

Pada hari itu, Nonok lantas mengumpulkan sembilan pe- jabat yang telah dilantik di rumah dinas Wabup. Tujuan mengumpulkan sembilan pejabat itu sama, yakni menceritakan kepada mereka bahwa Ra Latif butuh uang Rp 1 miliar.

”Mereka berembuk untuk mencarikan uang Rp 1 miliar,” kata Mohni dalam kesaksiannya.

Keesokan harinya, sembilan pejabat itu kembali berkumpul dan uang Rp 1 miliar juga terkumpul. Kemudian, Nonok, Akhmad Ahadiyan Hamid, dan Ishak Sudibyo berangkat menuju rumah Ketua Dewan Fahad di Kecamatan Burneh.

”Saya tidak tahu uang itu dari siapa saja. Karena meskipun saya berada di rumah, tidak melihat secara langsung,” ucapnya.

JPU juga menanyakan aliran dana yang masuk ke lembaga survei pada 2022. Mohni menjelaskan jika saat itu Sekkab Taufan Zairinjsah dan Nonok memang datang menemuinya. Keduanya menceritakan bahwa Ra Latif butuh uang untuk membayar lembaga survei elektabilitas.

Baca Juga :  Bupati Ra Latif Salurkan Empat Jenis Bantuan Sosial

Kebutuhan awal sebesar Rp 200 juta. Namun, ketika itu Mohni menyarankan untuk menawarnya. Setelah itu, Taufan menawar dan deal Rp 150 juta. Uang itu bersumber dari Mustqim Rp 75 juta dan Jupri Rp 75 juta. ”Uang itu di- serahkan kepada Munir (Sairil Munir),” terangnya.

JPU juga menanyakan peran M. Sodik Ramadani. Mohni menjelaskan Sodik semula berprofesi sebagai wartawan, kemudian terpilih sebagai anggota Komisi Informasi (KI) Bangkalan. Mohni mengaku tidak tahu Sodik juga bertindak sebagai makelar atau pengatur proyek di Bangkalan. ”Saya enggak tahu pasti. Cuma, informasi di luar seperti itu,” jelasnya.

Giliran Sairil Munir ditanya, dia mengaku bertemu Ra Latif pada akhir Desember 2021. Ketika bertemu, Ra Latif bercerita bahwa butuh lembaga survei.

Munir menyampaikan jika punya teman yang bergelut di lembaga survei. ”Setelah itu, saya perkenalkan Sukron dengan Pak Bupati. Saya bilang Sukron ahli survei. Setelah dikenalkan kepada bupati, mereka bertukar nomor telepon,” kata Munir dalam sidang.

Atas pertemuan itu, beberapa waktu kemudian, Munir mengaku dihubungi Sekkab Taufan dan melakukan janji temu. ”Saya menerima uang Rp 150 juta dari Pak Taufan. Itu pun bersama teman-teman tim survei. Uang itu langsung diberikan kepada Sukron di alun-alun sebelah selatan,” kata Munir.

Sukron juga mengaku kenal dengan Ra Latif karena dipertemukan Munir. Semula anggaran untuk survei dipatok Rp 175 juta. Namun, ditawar dan deal menjadi Rp 150 juta.

”Setelah itu, Pak Sekkab menyerahkan uang kepada Munir. Kemudian, Munir menyerahkan

uang tersebut kepada tim survei. Survei sudah kami lakukan. Hasilnya sudah ada. Hasilnya, masyarakat tidak begitu puas dengan program pemkab. Itu jadi dasar Pak Bupati memperbaiki kinerja,” kata dia.

Tiba giliran kesaksian Akhmad Ahadiyan Hamid. Dia menghadap Ra Latif di Pendopo Agung. Saat itu Ra Latif berpesan disuruh membantu Nonok. Ketika keluar dari pendopo, Akhmad Ahadiyan Hamid bertemu Nonok di lokasi parkir. Lantas diajak ke rumah dinas Wabup. Lalu, Nonok bercerita bahwa bupati butuh uang Rp 1 miliar.

Mengenai pelaksanaan proyek saat menjabat kepala DPMD Bangkalan, pejabat yang akrab disapa Diet itu menegaskan bahwa tidak cawe-cawe. ”Seingat saya memang ada uang Rp 15 juta dari pekerjaan PL (penunjukan langsung). Itu pun diberikan sebagai hadiah Liga Santri,” tuturnya.

Ishak Sudibyo menjelaskan, ketika menjabat Plt Sekkab tidak pernah mengutus Nonok untuk menemui Mohni terkait dana Rp 1 miliar yang dibutuhkan Ra Latif. Ishak menduga itu hanya inisiasi Nonok sendiri untuk mencarikan uang.

Baca Juga :  Numpang Wifi, Dicabuli Pria Beristri

Ishak mengaku hanya dihubungi Nonok ketika hendak berangkat menuju rumah Ketua Dewan Fahad dengan Diet. Alhasil, Ishak tidak tahu bahwa Nonok dan Diet akan mengantarkan uang Rp 1 miliar kepada Fahad. Baru mengetahui setelah keduanya di rumah Fahad.

Ishak juga menyampaikan tentang kapasitas Sodik. Sodik ditunjuk bupati menjadi penanggung jawab proyek yang ada di instansinya. Artinya, Sodik yang mengatur pemenang dan besaran fee proyek.

”Kalau secara pasti tidak tahu. Informasi di luar ada fee. Pastinya enggak tahu, informasinya 5–10 persen. Itu Sodik semua yang tahu,” sebutnya dalam persidangan.

Sementara, untuk kesaksian Fahad. Ketua dewan itu menceritakan jika pada Januari 2020, Ra Latif menghubunginya dengan menanyakan keberadaannya. Saat itu, Fahad menjawab bahwa ada di rumah. ”Kemudian, datang Diet membawa plastik keresek biru berisi uang Rp 500 juta,” terang dia.

Namun, kesaksian Fahad dibantah oleh Diet. Diet tetap menegaskan bahwa tidak pernah menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Fahad. ”Itu tidak benar. Saya tidak pernah mengantarkan uang Rp 500 juta. Demi Allah, saya tidak pernah,” ucapnya.

Fahad juga menjelaskan, bahwa pada 2018 Fuad Amin meminjam uang sebesar Rp 1 miliar. Lalu, pinjam lagi Rp 1 miliar. Total Rp 2 miliar untuk tambahan biaya pencalonan Ra Latif pada Pilkada 2019. Saat itu biaya untuk pilkada habis sebesar Rp 57 miliar. Setelah pelantikan bupati-Wabup, Fahad menagih uang Rp 2 miliar kepada Ra Latif. Fahad membenarkan jika Nonok, Ishak Subdiyo, dan Diet yang mengantarkan uang Rp 1 miliar.

JPU Rikhi kembali mencecar Fahad. Kenapa urusan utang piutang sebesar Rp 1,5 miliar di kembalikan ke KPK? Fahad menjawab bahwa utang piutang tersebut tidak ada hitam di atas putih. ”Karena tidak ada hitam di atas putih. Jadi, dikembalikan pada KPK. Saya baru tahu belakangan setelah ramai bahwa uang itu dari hasil lelang,” katanya.

Rizang Bima Wijaya selaku kuasa hukum Ra Latif juga mencecar Fahad, bahwa uang yang dipinjam Fuad Amin Rp 2 miliar diberikan ke siapa? ”Langsung diserahkan kepada Fuad Amin,” jawab Fahad.

Anggota Majelis Hakim Fiktor Panjaitan juga menuding bahwa statement Fahad tidak masuk akal mengenai uang Rp 2 miliar yang digunakan untuk akomodasi pilkada di Bangkalan. Padahal, ketika itu Fuad Amin mendekam di balik penjara. ”Ini kan tidak masuk akal,” tandasnya.

Sementara, Ra Latif membantah menyuruh Diet mengantarkan uang Rp 500 juta kepada Fahad. Ra Latif juga membantah keterangan Mohni jika mengatakan butuh uang Rp 1 miliar untuk diantarkan kepada Fahad. ”Itu tidak benar,” tutupnya. (bam/daf)

SURABAYA – Sidang lanjutan dugaan kasus jual beli jabatan dan fee proyek dengan terdakwa Bupati nonaktif Bangkalan Abdul Latif Amin Imron kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya Jumat (19/5). Dalam sidang yang dimulai pukul 08.00 itu, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan enam saksi.

Enam saksi itu terdiri atas Plt Bupati Bangkalan Mohni, Ketua DPRD Bangkalan Muhammad Fahad, Kepala Dispora Bangkalan Akhmad Ahadiyan Hamid, dan Komisioner KPU Sairil Munir.

Kemudian, mantan Plt Sekkab Ishak Sudibyo yang kala itu menjabat kepala DPRKP, dan Direktur Integrity Ahmad Sukron.


Selama sidang berlangsung, JPU KPK Rikhi mencecar sejumlah pertanyaan kepada Plt Bupati Mohni. Salah satu pertanyaannya mengenai lelang jabatan.

Saat ditanya, Mohni tidak mengelak. Dia mengaku bahwa menitipkan Achmad Mustaqim pada lelang jabatan 2022 lalu. Akan tetapi, dengan catatan harus sesuai prosedur dan ketentuan.

Atas elang jabatan pimpinan tinggi (JPT) Pratama itu, Achmad Mustaqim terpilih sebagai kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Bangkalan. ”Saya bilang ke Pak Bupati kalau nitip. Mustaqim ikut saya delapan tahun. Saya tahu kinerjanya,” kata dia menjawab pertanyaan JPU.

Untuk lelang jabatan 2020, setelah pelantikan sembilan pejabat, Mohni juga mengakui bahwa bertemu Bupati nonaktif Ra Latif. Ketika itu, Bupati Ra Latif menceritakan butuh uang Rp 1 miliar untuk diserahkan kepada Ketua DPRD Muhammad Fahad.

- Advertisement -

”Seingat saya, waktu itu hari Jumat. Pak Bupati bilang butuh uang Rp 1 miliar dan disuruh diserahkan kepada Ketua Dewan Fahad,” kata Mohni lagi.

Mendengar cerita Bupati nonaktif Ra Latif, Mohni men- ghubungi mantan Plt Sekkab Bangkalan Ishak Sudibyo. Namun, yang bersangkutan tidak bisa datang lantaran berada di Pamekasan untuk menghadiri takziah.

Tidak lama datang Kepala Badan Kepegawaian dan Peng- embangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) Bangkalan RoosliHaryono(saat ini kepala disdag) ke rumah dinas Wabup. Lalu, Mohni menceritakan kepada Roosli (Nonok) bahwa bupati nonaktif Ra Latif butuh uang Rp 1 miliar.

Pada hari itu, Nonok lantas mengumpulkan sembilan pe- jabat yang telah dilantik di rumah dinas Wabup. Tujuan mengumpulkan sembilan pejabat itu sama, yakni menceritakan kepada mereka bahwa Ra Latif butuh uang Rp 1 miliar.

”Mereka berembuk untuk mencarikan uang Rp 1 miliar,” kata Mohni dalam kesaksiannya.

Keesokan harinya, sembilan pejabat itu kembali berkumpul dan uang Rp 1 miliar juga terkumpul. Kemudian, Nonok, Akhmad Ahadiyan Hamid, dan Ishak Sudibyo berangkat menuju rumah Ketua Dewan Fahad di Kecamatan Burneh.

”Saya tidak tahu uang itu dari siapa saja. Karena meskipun saya berada di rumah, tidak melihat secara langsung,” ucapnya.

JPU juga menanyakan aliran dana yang masuk ke lembaga survei pada 2022. Mohni menjelaskan jika saat itu Sekkab Taufan Zairinjsah dan Nonok memang datang menemuinya. Keduanya menceritakan bahwa Ra Latif butuh uang untuk membayar lembaga survei elektabilitas.

Baca Juga :  Bupati Ra Latif Salurkan Empat Jenis Bantuan Sosial

Kebutuhan awal sebesar Rp 200 juta. Namun, ketika itu Mohni menyarankan untuk menawarnya. Setelah itu, Taufan menawar dan deal Rp 150 juta. Uang itu bersumber dari Mustqim Rp 75 juta dan Jupri Rp 75 juta. ”Uang itu di- serahkan kepada Munir (Sairil Munir),” terangnya.

JPU juga menanyakan peran M. Sodik Ramadani. Mohni menjelaskan Sodik semula berprofesi sebagai wartawan, kemudian terpilih sebagai anggota Komisi Informasi (KI) Bangkalan. Mohni mengaku tidak tahu Sodik juga bertindak sebagai makelar atau pengatur proyek di Bangkalan. ”Saya enggak tahu pasti. Cuma, informasi di luar seperti itu,” jelasnya.

Giliran Sairil Munir ditanya, dia mengaku bertemu Ra Latif pada akhir Desember 2021. Ketika bertemu, Ra Latif bercerita bahwa butuh lembaga survei.

Munir menyampaikan jika punya teman yang bergelut di lembaga survei. ”Setelah itu, saya perkenalkan Sukron dengan Pak Bupati. Saya bilang Sukron ahli survei. Setelah dikenalkan kepada bupati, mereka bertukar nomor telepon,” kata Munir dalam sidang.

Atas pertemuan itu, beberapa waktu kemudian, Munir mengaku dihubungi Sekkab Taufan dan melakukan janji temu. ”Saya menerima uang Rp 150 juta dari Pak Taufan. Itu pun bersama teman-teman tim survei. Uang itu langsung diberikan kepada Sukron di alun-alun sebelah selatan,” kata Munir.

Sukron juga mengaku kenal dengan Ra Latif karena dipertemukan Munir. Semula anggaran untuk survei dipatok Rp 175 juta. Namun, ditawar dan deal menjadi Rp 150 juta.

”Setelah itu, Pak Sekkab menyerahkan uang kepada Munir. Kemudian, Munir menyerahkan

uang tersebut kepada tim survei. Survei sudah kami lakukan. Hasilnya sudah ada. Hasilnya, masyarakat tidak begitu puas dengan program pemkab. Itu jadi dasar Pak Bupati memperbaiki kinerja,” kata dia.

Tiba giliran kesaksian Akhmad Ahadiyan Hamid. Dia menghadap Ra Latif di Pendopo Agung. Saat itu Ra Latif berpesan disuruh membantu Nonok. Ketika keluar dari pendopo, Akhmad Ahadiyan Hamid bertemu Nonok di lokasi parkir. Lantas diajak ke rumah dinas Wabup. Lalu, Nonok bercerita bahwa bupati butuh uang Rp 1 miliar.

Mengenai pelaksanaan proyek saat menjabat kepala DPMD Bangkalan, pejabat yang akrab disapa Diet itu menegaskan bahwa tidak cawe-cawe. ”Seingat saya memang ada uang Rp 15 juta dari pekerjaan PL (penunjukan langsung). Itu pun diberikan sebagai hadiah Liga Santri,” tuturnya.

Ishak Sudibyo menjelaskan, ketika menjabat Plt Sekkab tidak pernah mengutus Nonok untuk menemui Mohni terkait dana Rp 1 miliar yang dibutuhkan Ra Latif. Ishak menduga itu hanya inisiasi Nonok sendiri untuk mencarikan uang.

Baca Juga :  Ra Latif Damping Kapolda Pantau Vaksinasi di Ponpes Ar Rowiyah

Ishak mengaku hanya dihubungi Nonok ketika hendak berangkat menuju rumah Ketua Dewan Fahad dengan Diet. Alhasil, Ishak tidak tahu bahwa Nonok dan Diet akan mengantarkan uang Rp 1 miliar kepada Fahad. Baru mengetahui setelah keduanya di rumah Fahad.

Ishak juga menyampaikan tentang kapasitas Sodik. Sodik ditunjuk bupati menjadi penanggung jawab proyek yang ada di instansinya. Artinya, Sodik yang mengatur pemenang dan besaran fee proyek.

”Kalau secara pasti tidak tahu. Informasi di luar ada fee. Pastinya enggak tahu, informasinya 5–10 persen. Itu Sodik semua yang tahu,” sebutnya dalam persidangan.

Sementara, untuk kesaksian Fahad. Ketua dewan itu menceritakan jika pada Januari 2020, Ra Latif menghubunginya dengan menanyakan keberadaannya. Saat itu, Fahad menjawab bahwa ada di rumah. ”Kemudian, datang Diet membawa plastik keresek biru berisi uang Rp 500 juta,” terang dia.

Namun, kesaksian Fahad dibantah oleh Diet. Diet tetap menegaskan bahwa tidak pernah menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Fahad. ”Itu tidak benar. Saya tidak pernah mengantarkan uang Rp 500 juta. Demi Allah, saya tidak pernah,” ucapnya.

Fahad juga menjelaskan, bahwa pada 2018 Fuad Amin meminjam uang sebesar Rp 1 miliar. Lalu, pinjam lagi Rp 1 miliar. Total Rp 2 miliar untuk tambahan biaya pencalonan Ra Latif pada Pilkada 2019. Saat itu biaya untuk pilkada habis sebesar Rp 57 miliar. Setelah pelantikan bupati-Wabup, Fahad menagih uang Rp 2 miliar kepada Ra Latif. Fahad membenarkan jika Nonok, Ishak Subdiyo, dan Diet yang mengantarkan uang Rp 1 miliar.

JPU Rikhi kembali mencecar Fahad. Kenapa urusan utang piutang sebesar Rp 1,5 miliar di kembalikan ke KPK? Fahad menjawab bahwa utang piutang tersebut tidak ada hitam di atas putih. ”Karena tidak ada hitam di atas putih. Jadi, dikembalikan pada KPK. Saya baru tahu belakangan setelah ramai bahwa uang itu dari hasil lelang,” katanya.

Rizang Bima Wijaya selaku kuasa hukum Ra Latif juga mencecar Fahad, bahwa uang yang dipinjam Fuad Amin Rp 2 miliar diberikan ke siapa? ”Langsung diserahkan kepada Fuad Amin,” jawab Fahad.

Anggota Majelis Hakim Fiktor Panjaitan juga menuding bahwa statement Fahad tidak masuk akal mengenai uang Rp 2 miliar yang digunakan untuk akomodasi pilkada di Bangkalan. Padahal, ketika itu Fuad Amin mendekam di balik penjara. ”Ini kan tidak masuk akal,” tandasnya.

Sementara, Ra Latif membantah menyuruh Diet mengantarkan uang Rp 500 juta kepada Fahad. Ra Latif juga membantah keterangan Mohni jika mengatakan butuh uang Rp 1 miliar untuk diantarkan kepada Fahad. ”Itu tidak benar,” tutupnya. (bam/daf)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/