Sebagai budayawan yang lahir dan tinggal di Sumenep, D. Zawawi Imron punya pandangan khas terhadap kabupaten yang merayakan hari jadi ke-752. Menurut penyair si Celurit Emas itu, butuh kerja sama antara masyarakat dan pemerintah dalam memajukan kota tinggalan Arya Wiraraja ini.
DALAM perjalanannya sebagai salah satu kota tertua di Pulau Madura, Sumenep memiliki banyak tinggalan leluhur yang harus dilestarikan. Mulai dari warisan budaya, intelektual, hingga tradisi, dan kesenian. Tapi untuk melestarikannya, butuh kerja keras dan kepedulian sebagai orang Sumenep.
Tentu saja, dalam perjalanannya Sumenep mengalami berbagai macam variasi. Sebab, bagi D. Zawawi Imron, hidup selalu dinamis dan tidak konstan. ”Sumenep sudah menjalani dinamika kehidupan sejak dulu sampai sekarang,” ujarnya kemarin (30/10).
Di usia yang benar-benar tidak muda, Zawawi memandang Sumenep sudah mulai menata diri. Terutama dalam bidang pendidikan. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya sekolah, pondok pesantren, dan perguruan tinggi. ”Artinya, masyarakat sudah mulai sadar pentingnya pendidikan,” ujar penyair yang tinggal di Kecamatan Batang-Batang itu.
Akan tetapi, selain bidang pendidikan, kata Zawawi, Sumenep juga harus kerja ekstra dalam melestarikan kesenian, budaya, dan tradisi. Hal itu menjadi tugas pemerintah dan masyarakat Sumenep pada umumnya.
Banyak kesenian terus hidup tanpa ada campur tangan pemerintah. Zawawi mencontohkan banjari yang kini mulai marak digeluti muda mudi. ”Harus dikampanyekan. Pemerintah harus memberi dukungan,” lanjutnya.
Penerima penghargaan The S.E.A Write Award dari Kerajaan Thailand di Bangkok 2012 itu mengingatkan generasi muda agar tetap berpijak pada tinggalan leluhur. Sebab, untuk menguatkan karakter, budaya, dan tradisi sangat penting. ”Makanya, harus dikampanyekan untuk generasi muda cinta Sumenep,” katanya.
Zawawi mencontohkan kota-kota lain. Kepedulian terhadap lokalitas dan kekayaannya benar-benar dilindungi. Seperti Jember dengan lagu Watu Ulonya, dan Banyuwangi dengan pentas seninya di Taman Blambangan.
Ditegaskan, dalam hal kesenian dan tradisinya harus bisa memberikan panggung untuk para seniman tradisi. Apalagi, kabupaten yang kini dipimpin Bupati Achmad Fauzi dan Wabup Dewi Khalifah ini punya Lapangan Kesenian Sumenep (LKS). Lapangan di Jalan Gotong Royong itu harus dimanfaatkan. ”Pentaskan kesenian-kesenian yang ada. Mereka butuh apresiasi dan panggung,” tegasnya.
Zawawi mengingatkan, realitas sosial hari ini dan dulu tentu berbeda. Perkembangan politik yang sedemikian terbukanya, siapa saja boleh ambil bagian. Tapi, tugas utama sebagai masyarakat Sumenep adalah membawa Sumenep ke arah yang lebih baik. ”Politik juga tidak boleh meninggalkan budaya, karena ia satu kesatuan dalam masyarakat Sumenep,” ujarnya. (c3)