SUMENEP – Madrasah Diniyah (MD) Al-Makiniyah menjadi salah satu pusat pendidikan agama di Kecamatan Talango, Sumenep. Lembaga yang berlokasi di Desa Poteran itu memiliki sejarah panjang. Bagaimana ceritanya?
PADA mulanya, MD Al-Makiniyah tidak menggunakan klasikal seperti saat ini. Pada masa KH Abdul Adzim, santri mengaji dengan cara sorogan. Setiap hari banyak anak di Desa Poteran, Kecamatan Talango, Sumenep, datang untuk belajar ilmu agama.
Pada masa KH Abdul Adzim, ada tujuh kitab yang diajarkan. Antara lain, Safinah An-Najah, Sullam At-Taufiq, Tarbiyah As-Sibyan, dan Kifayat al-Atqiya. Sistem pembelajaraan seperti itu berlanjut hingga masa K Sumabi atau yang masyhur dengan sebutan K Mulki.
Sekitar 1984, putra K Mulki, KH Mursyidi, membangun madrasah atas permintaan masyarakat setempat. Awalnya, dia menolak. Namun karena didesak, dia akhirnya menuruti keinginan masyrakat. ”KH Mursyidi bilang saya sanggup mendirikan madrasah asalkan dilakukan bersama,” kata Ustad Makinun Amin.
Sebelum dibangun madrasah, kegiatan belajar dilaksanakan di teras-teras rumah dan masjid. Setiap sore banyak anak yang datang ke kediaman KH Mursyidi untuk belajar. ”Saat itu KH Mursyidi sempat menolak santri yang mau belajar karena tidak ada tempat dan gurunya,” ujarnya.
Maklum, di awal pendirian madarasah, jumlah guru sangat terbatas. Saat itu hanya ada empat guru. Jadi, satu guru mengajar dua kelompok belajar. ”Guru hanya berempat. Yaitu, K Mulki, KH Mursyidi, K Nahrawi, dan Pak Madghani,” ucapnya.
Mereka mengajar dengan sukarela. Tidak pernah dapat honor. Selain mengajar, mereka bekerja. Ada yang menjadi buruh bangunan, petani, dan nelayan. ”Madrasah ini kali pertama bernama Madrasah Darul Ulum dan masjidnya bernama Darussalam,” tuturnya.
Kemudian, pada 1986 pengelola membangun tiga ruang kelas. Biayanya dari bantuan pemerintah. Lalu, nama Darul Ulum itu berubah menjadi lembaga formal bernama MI Fathul Ulum. Lambat laun, lembaga pendidikan tersebut berkembang hingga seperti sekarang.
Aktivitas belajar mengajar semakin baik sejak KH Mursyidi mendatangkan guru tugas dari Pondok Pesantren Falahul Makkiyah Karangsokon, Guluk-Guluk, Sumenep, K Abd. Razaq. Kemudian, guru tugas tersebut dinikahkan dengan putri pertamanya, Nyai Marwa. K Abd. Razaq membentuk Yayasan Abdul Adzim.
Pada 2000, didirikan lembaga nonformal MD Al-Makiniyah. Lembaga nonformal tersebut bertahan hingga saat ini. Materi dan kurikulum yang diajarkan sangat berbeda dengan lembaga formal, yakni MI Fathul Ulum.
Kelas I fokus pada baca tulis Al-Qur’an serta ilmu tajwid. Untuk kelas II ditambah disiplin ilmu lain. Misanya, fikih, akidah, akhlak, tauhid, dan sejarah. Sementara kelas III menambah pelajaran nahwu dan sharraf. Untuk kelas IV menggunakan materi pengayaan. ”Seperti praktik baca kitab Safinah An-Najah,” ucapnya. (sin/han)