24 C
Madura
Wednesday, June 7, 2023

MD Al-Hidayah Pasean Dibangun Atas Dasar Semangat Gotong Royong Masyarakat

PAMEKASAN – Ada hal yang sangat khas dalam pendidikan madrasah diniyah dibanding pendidikan umum lainnya. Perbedaan itu terletak pada semangat gotong royong masyarakat. Mereka memiliki kepedulian yang tinggi untuk keberlanjutan pendidikan keagamaan itu.

Tahun 1993 merupakan waktu yang sangat bersejarah bagi masyarakat Dusun Patemon, Desa Dempo, Barat, Kecamatan Pasean, Pamekasan. Pada tahun itu berdiri lembaga pendidikan Islam yaitu Madrasah Diniyah Al-Hidayah yang menjadi pusat persebaran pendidikan Islam bagi anak-anak muda.

”Saat itu, belum banyak madrasah yang berdiri. Jadi dengan niat memperluas persebaran ajaran agama Islam, kami dirikan madrasah ini,” kata Ustazah Baitiyah.

Menurut dia, madrasah tersebut dibangun berbekal semangat masyarakat. Sebab, saat itu anak-anak sangat sulit untuk mengakses lembaga pendidikan. Mereka menyadari, dengan berdirinya lembaga pendidikan keagamaan, bisa memberikan dampak untuk kemajuan pendidikan masyarakat.

”Madrasah yang diasuh oleh Kiai Supardi itu dibangun bermodalkan semangat gotong royong. Masyarakat menyadari pendidikan keagamaan sangat penting untuk didirikan,” ujarnya. IAIN Madu

Mahasiswa Pascasarjana ra itu menjelaskan, Madrasah Diniyah Al-Hidayah pada mulanya berdiri di atas tanah milik orang. Beberapa tahun kemudian, pengasuh berinisiatif untuk memindahkan madrasah tersebut ke tanah milik keluarganya. ”Sebab, lahan yang ditempati kali pertama belum jelas status tanahnya (wakafnya),” ujarnya.

Baca Juga :  Ngaji Tanpa Dasar Bisa Bingung

Kiai Supardi tidak sendiri dalam mendidik siswa-siswinya yang menempuh pendidikan di Madrasah tersebut. Dia dibantu oleh belasan guru untuk mengajar peserta didik. ”Sebagian guru madrasah tidak bisa aktif atau masuk sesuai jadwal. Ketika musim panen padi atau bahkan musim tembakau, mereka banyak yang tidak mengajar (izin). ”Itulah salah satu hal yang membuat masyarakat terkadang kecewa karena pendidikan di madrasah dinilai kurang efektif,” ungkpanya.

Dijelaskan, penyebab guru madrasah sering tidak aktif mengajar karena mendidik bermodalkan ikhlas. Tidak ada keterikatan dengan lembaga. ”Meski diberi jadwal satu minggu sekali, tapi kadang tetap bolos ngajar. Mereka tidak bisa aktif mengajar, karena harus bekerja,” ucapnya.

Apa ada honor bagi guru madrasah? Dia mengakui, guru yang mengajar ada honor khusus dari yayasan. Namun, jumlahnya sangat kecil dan tidak sebanding dengan pengabdian para guru. ”Mereka terkadang hanya menerima (honor) seadanya dari madrasah,” ungkapnya.

Baca Juga :  Kitab Kertas Eropa Sempat Diklaim Milik Malaysia

Selain soal honor, kendala lain lembaganya adalah perihal fasilitas. Meski madrasah Diniyah Al-Hidayah sudah 30 tahun berdiri, tapi fasilitas yang tersedia sangat minim. ”Di madrasah ini tidak ada bangkunya, sehingga anak didik harus duduk di lantai. Bahkan, bangku guru juga tidak ada, jadi belajarnya lesehan,” ucapnya.

Kendati demikian, minimnya fasilitas tidak memudarkan semangat murid-murid untuk belajar. Mereka terus semangat belajar untuk memperdalam ilmu-ilmu keagamaan. ”Sebab, mayoritas pada pagi hari pelajar menempuh pendidikan di sekolah dasar yang berstatus negeri untuk belajar pengetahun umum,” ucapnya.

Sementara itu, Dosen IAIN Madura Mohammad Thoha menjelaskan, kesejahteraan guru madrasah memang penting diperhatikan. Selama ini, kesejahteraan guru madrasah kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. ”Itu salah satu alasan guru tidak aktif mengajar,” paparnya.

Namun soal kesejahteraan, diakui tidak hanya berdasarkan gaji, tapi juga bisa berupa pemberian fasilitas lainnya yang sifatnya non-materi. ”Non-materi misalkan apresiasi kinerja, pengakuan prestasi hubungan emosional yang baik, pendampingan problem sosial, dan lainnya,” kata pria yang aktif meneliti pendidikan madrasah itu. (sin/yan)

PAMEKASAN – Ada hal yang sangat khas dalam pendidikan madrasah diniyah dibanding pendidikan umum lainnya. Perbedaan itu terletak pada semangat gotong royong masyarakat. Mereka memiliki kepedulian yang tinggi untuk keberlanjutan pendidikan keagamaan itu.

Tahun 1993 merupakan waktu yang sangat bersejarah bagi masyarakat Dusun Patemon, Desa Dempo, Barat, Kecamatan Pasean, Pamekasan. Pada tahun itu berdiri lembaga pendidikan Islam yaitu Madrasah Diniyah Al-Hidayah yang menjadi pusat persebaran pendidikan Islam bagi anak-anak muda.

”Saat itu, belum banyak madrasah yang berdiri. Jadi dengan niat memperluas persebaran ajaran agama Islam, kami dirikan madrasah ini,” kata Ustazah Baitiyah.


Menurut dia, madrasah tersebut dibangun berbekal semangat masyarakat. Sebab, saat itu anak-anak sangat sulit untuk mengakses lembaga pendidikan. Mereka menyadari, dengan berdirinya lembaga pendidikan keagamaan, bisa memberikan dampak untuk kemajuan pendidikan masyarakat.

”Madrasah yang diasuh oleh Kiai Supardi itu dibangun bermodalkan semangat gotong royong. Masyarakat menyadari pendidikan keagamaan sangat penting untuk didirikan,” ujarnya. IAIN Madu

Mahasiswa Pascasarjana ra itu menjelaskan, Madrasah Diniyah Al-Hidayah pada mulanya berdiri di atas tanah milik orang. Beberapa tahun kemudian, pengasuh berinisiatif untuk memindahkan madrasah tersebut ke tanah milik keluarganya. ”Sebab, lahan yang ditempati kali pertama belum jelas status tanahnya (wakafnya),” ujarnya.

Baca Juga :  ACT Latih Ratusan Murid SMPN 9 Yogyakarta Mitigasi Bencana

Kiai Supardi tidak sendiri dalam mendidik siswa-siswinya yang menempuh pendidikan di Madrasah tersebut. Dia dibantu oleh belasan guru untuk mengajar peserta didik. ”Sebagian guru madrasah tidak bisa aktif atau masuk sesuai jadwal. Ketika musim panen padi atau bahkan musim tembakau, mereka banyak yang tidak mengajar (izin). ”Itulah salah satu hal yang membuat masyarakat terkadang kecewa karena pendidikan di madrasah dinilai kurang efektif,” ungkpanya.

- Advertisement -

Dijelaskan, penyebab guru madrasah sering tidak aktif mengajar karena mendidik bermodalkan ikhlas. Tidak ada keterikatan dengan lembaga. ”Meski diberi jadwal satu minggu sekali, tapi kadang tetap bolos ngajar. Mereka tidak bisa aktif mengajar, karena harus bekerja,” ucapnya.

Apa ada honor bagi guru madrasah? Dia mengakui, guru yang mengajar ada honor khusus dari yayasan. Namun, jumlahnya sangat kecil dan tidak sebanding dengan pengabdian para guru. ”Mereka terkadang hanya menerima (honor) seadanya dari madrasah,” ungkapnya.

Baca Juga :  Ratusan Santri Persoalkan Penerbitan Sertifikat Tanah

Selain soal honor, kendala lain lembaganya adalah perihal fasilitas. Meski madrasah Diniyah Al-Hidayah sudah 30 tahun berdiri, tapi fasilitas yang tersedia sangat minim. ”Di madrasah ini tidak ada bangkunya, sehingga anak didik harus duduk di lantai. Bahkan, bangku guru juga tidak ada, jadi belajarnya lesehan,” ucapnya.

Kendati demikian, minimnya fasilitas tidak memudarkan semangat murid-murid untuk belajar. Mereka terus semangat belajar untuk memperdalam ilmu-ilmu keagamaan. ”Sebab, mayoritas pada pagi hari pelajar menempuh pendidikan di sekolah dasar yang berstatus negeri untuk belajar pengetahun umum,” ucapnya.

Sementara itu, Dosen IAIN Madura Mohammad Thoha menjelaskan, kesejahteraan guru madrasah memang penting diperhatikan. Selama ini, kesejahteraan guru madrasah kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. ”Itu salah satu alasan guru tidak aktif mengajar,” paparnya.

Namun soal kesejahteraan, diakui tidak hanya berdasarkan gaji, tapi juga bisa berupa pemberian fasilitas lainnya yang sifatnya non-materi. ”Non-materi misalkan apresiasi kinerja, pengakuan prestasi hubungan emosional yang baik, pendampingan problem sosial, dan lainnya,” kata pria yang aktif meneliti pendidikan madrasah itu. (sin/yan)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/