Seseorang tidak bisa memilih dilahirkan dari kalangan keluarga mapan atau tidak. Tapi, dapat memilih tujuan hidup yang dikehendaki. Fase itulah yang sudah dilalui Herman.
MOH. IQBAL AFGANI, Pamekasan, Jawa Pos Radar Madura
SETIAP manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Contohnya Hermansyah, warga Tagangser Daya, Kecamatan Waru, Kabupaten Pamekasan. Meski penyandang disabilitas, bakatnya cukup beragam.
Beberapa talenta yang dimiliki Heman adalah membuat emban batu akik dan cincin, pelatih seni musik tradisional, tukang gigi, dan pembuat box audio. Namun, di balik kemampuan yang dimilikinya tersebut, ada kisah kelam yang mewarnai masa lalunya.
Menurut Herman, sejak kecil dirinya dirawat sang paman. Sebab, dia terlahir dari keluarga yang kurang mampu. Dalam asuhan pamannya, Herman tumbuh menjadi pribadi yang taat akan ajaran agama. Apalagi, dia pernah menimba ilmu di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Madura.
Setelah menamatkan pendidikan di ponpes, Herman yang saat itu berusia 17 tahun merantau ke Malaysia. Dia mengikuti ajakan temannya bekerja sebagai kuli bangunan. Seiring perjalanan waktu, Herman terjerumus ke pergaulan bebas.
Herman menceritakan, semula diajak minum-minuman keras oleh teman-temannya. Lalu, terjerumus dalam penyalahgunaan obat-obatan terlarang. ”Awalnya ditawari, tapi akhirnya kecanduan. Bahkan, saya tergabung dalam salah satu gangster di Johor, Malaysia,” ucapnya.
Masa kelam itu dijalani beberapa tahun. Herman mengaku semakin jauh dengan keluarga. Terlebih, karena tidak pernah komunikasi. Upah hasil kerja dihabiskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. ”Meski saya tergabung dalam gangster, saya tidak pernah mengotori tangan untuk melukai, apalagi membunuh seseorang,” kata Herman.
Meski putus komunikasi, Herman mengaku sangat rindu dengan keluarga di rumah. Dia berencana berhenti dari perangai buruknya. ”Saya merenung, saya saya tidak boleh selamanya hidup seperti ini, saya harus berubah,” imbuhnya.
Herman kemudian berteman dengan seseorang yang konon mengidap gangguan jiwa. Saat itu, pundak kanannya ditepuk dan dimintanya pulang. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, Herman mengaku ada perubahan dalam sikapnya. Herman mulai taat beribadah. ”Saya lalu pamit ke teman-teman mau pulang ke Pamekasan sekitar tahun 2005,” terangnya.
Setiba di Pamekasan, Herman kemudian meminang pujaan hatinya hingga akhirnya dikaruniai tiga buah hati. Sebelum berumah tangga, Herman berrtekad membahagiakan istri dan anak-anaknya. ”Saya buka usaha warung makan di Kediri, jadi tukang gigi di Malang, hingga akhirnya menjadi perajin batu akik dan cincin,” ulasnya.
Meski memiliki keterbatasan fisiknya, Herman memiliki usaha sampingan, yaitu membuat box audio serta menjadi pelatih musik tradisional. ”Semua akan saya lakukan asal bisa membahagiakan istri dan anak-anak. Terlebih, dua anaknya yang kembar masih berumur dua tahun. Yang penting halal, insyaallah saya akan terus bekerja keras,” tegasnya.
Herman menuturkan, setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik. ”Dalam menjalani kehidupan, manusia tidak bisa lepas dari kesalahan, besar maupun kecil. Itu manusiawi. Yang penting, saya berusaha berbuat yang terbaik dan tidak mau mengulangi kesalahan yang sama,” tegasnya.
Herman juga mengungkapkan, memilih teman harus hati-hati. Sebab, akan memengaruhi sikap dan perilaku seseorang di masa mendatang. ”Memiliki banyak teman mungkin menjadi kesenangan tersendiri bagi beberapa orang. Tapi, memiliki teman yang membawa pengaruh positif itu lebih baik. Hati-hati bergaul dan cari teman yang selalu mendorong kita untuk terus berbuat baik,” pungkasnya.