BEBERAPA pengunjung berada di luar Rumah Sakit Islam (RSI) Garam Kalianget, Sumenep. Seorang berbaju hitam berdiri tegak di depan pintu utama. Hampir semua pengunjung diberhentikan. Mereka ditanyakan keperluannya.
Sambutannya cukup ramah. Sesekali menebar senyum kepada pengunjung. Pria tersebut mengarahkan pengunjung ke tempat yang dituju. Termasuk, wartawan RadarMadura.id saat berkunjung ke sana kemarin (24/10).
RadarMadura.id dipersilakan untuk duduk di ruang tunggu. Beberapa menit kemudian, dokter muda berparas cantik turun dari mobil. Dia adalah Rahmi Utami atau yang akrab disebut Dokter Uut. Dia adalah dokter spesialis kandungan di Sumenep yang namanya cukup tersohor.
Uut merupakan alumnus Fakultas Kedokteran Umum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Dia menjadi satu-satunya siswa SMAN 1 Sumenep lulusan 1998 yang diterima melalui jalur penelusuran minat dan kemampuan (PMDK).
Dia menuntaskan pendidikan sebagai dokter umum dalam kurun waktu enam tahun. Tidak banyak biaya yang dikeluarkan untuk menamatkan studinya. Sebab, kala itu belum krisis moneter yang sempat terjadi di akhir kepemimpinan Presiden Soeharto.
Setelah menuntaskan pendidikannya di Kota Lumpia, dia berencana mengabdi di tempat kelahirannya, Sumenep. Nasib baik memihak kepadanya. Saat itu ada rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS). Setelah melalui rangkaian tes, alumnus SMPN 1 Sumenep itu diterima menjadi PNS.
Meski dinyatakan lolos, SK PNS miliknya tidak langsung keluar. Karena itu, dia bekerja sebagai dokter di RSUD dr. Moh. Anwar Sumenep dan RSI Garam Kalianget sebagai dokter kontrak. Namun, tidak sampai 1 tahun, SK PNS akhirnya keluar.
Pada awal tugas sebagai PNS, perempuan murah senyum itu ditempatkan di Puskesmas Raas sebagai kepala. Kemudian menjadi kepala Puskesmas Arjasa. Di Pulau Kangean itulah, Uut banyak menghabiskan waktu pengabdiannya.
Pada 2008, Uut melanjutkan studinya sebagai dokter spesialis kandungan di Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang. Dia menuntaskan studinya dalam waktu empat tahun. Setelah itu, Uut kembali mengabdi di kabupaten ujung timur Pulau Madura.
Saat menjalani studi dokter spesialis kandungan, Uut tidak banyak mengeluarkan biaya. Sebab, dia mendapatkan beasiswa pendidikan dari Departemen Kesehatan (Depkes). ”Pertama kalinya depkes menyediakan beasiswa saat saya melanjutkan kuliah. Alhamdulliah, saya menerima beasiswa itu,” ucapnya.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, pada awal 2013 dia kembali ke Kota Keris untuk melanjutkan pengabdiannya. Dia bekerja di RSUD dr Moh. Anwar Sumenep dan RSI Garam Kalianget. Dia juga membuka praktik di rumahnya.
Uut mengakui, bekerja di tiga tempat sekaligus cukup berat. Namun, dia tidak merasa terbebani. Sebab dirinya sadar, sebagai dokter memiliki tanggung jawab besar yang berkaitan dengan nyawa pasien. Kerjanya terasa ringan karena sudah terlatih sejak dalam proses pendidikan di Unibraw.
Menurut dia, selama proses pendidikan, ponsel Uut hanya boleh berbunyi sekali saat menjalankan tugas. Jika lebih, dikenai sanksi. ”Kalau mau menjadi dokter kandungan harus siap secara fisik,” ujarnya. ”Kalau HP sampai berbunyi dua kali, saya bisa mendapatkan hukuman. Yaitu sif tambahan,” ceritanya.
Dia menceritakan alasan dirinya dari dokter umum melanjutkan untuk menjadi dokter spesialis kandungan. Salah satunya, ingin menekan angka kematian ibu dan bayi. Sebab, kasus kematian ibu dan bayi cukup tinggi.
Alasan lainnya, saat itu dokter kandungan didominasi kaum adam. Karena itu, tindakan medis dalam proses melahirkan lebih banyak dilakukan dokter laki-laki.
Meski hal itu tidak masalah, lanjut Uut, perempuan tetap akan lebih nyaman jika yang membantu dalam proses persalinan sama-sama perempuan. Terlebih, yang diperiksa organ kewanitaan. Sehingga proses melahirkanpun juga akan berjalan lancar.
Uut mengatakan, awal mula dirinya membantu persalinan saat praktik di masa pendidikan. Hal yang paling senang saat membantu persalinan, ketika bisa menyelamatkan ibu dan bayinya. Dirinya merasa bangga saat bayi lahir dan senyum menghiasi wajah ibu yang melahirkan. (jup)